Social Icons

Pages

(J.R.R. TOLKIEN) THE LORD OF THE RING 3: KEMBALINYA SANG RAJA BUKU 5 BAB 7/10 API DENETHOR

<<< SEBELUMNYA
Ketika bayangan gelap di Gerbang sudah pergi, Gandalf masih duduk tak bergerak. Tapi Pippin bangkit berdiri, seakan-akan sebuah beban berat sudah diangkat dari pundaknya; Ia berdiri sambil mendengarkan bunyi terompet, dan hatinya serasa akan pecah oleh kegembiraan mendengar bunyi itu. Hingga bertahun-tahun sesudahnya Ia selalu merasa terharu jika mendengar bunyi terompet di kejauhan. Tapi kini tibatiba Ia teringat kembali akan tugasnya, dan ia berlari maju. Saat itu Gandalf bergerak dan berbicara pada Shadowfax, dan sudah akan pergi keluar Gerbang.

"Gandalf, Gandalf!" teriak Pippin, dan Shadowfax berhenti.
"Apa yang kaulakukan di sini?" kata Gandalf "Bukankah peraturan di Kota ini, mereka yang mengenakan seragam hitam dan perak harus tetap di Benteng, kecuali kalau penguasa mereka memberi izin?"
"Dia sudah memberiku izin," kata Pippin.
"Dia menyuruhku pergi. Tapi aku cemas. Sesuatu yang mengerikan mungkin terjadi di sana.
Kurasa Lord Denethor sudah tidak waras. Aku khawatir dia akan bunuh diri, juga membunuh Faramir. Tak bisakah kau melakukan sesuatu?" Gandalf memandang ke luar Gerbang yang menganga, dan di padang ia sudah mendengar bunyi gemuruh pertempuran memuncak. la mengepalkan tangannya.
"Aku harus pergi," katanya.
"Penunggang Hitam ada di luar, dan dia masih akan mencoba menghancurkan kita.
Aku tak punya waktu."
"Tapi Faramir!" teriak Pippin.
"Dia belum mati, dan mereka akan membakarnya hidup-hidup, kalau tidak ada yang menghentikan mereka."
"Membakarnya hidup-hidup?" kata Gandalf.
"Cerita apa ini? Cepatlah!"
"Denethor sudah pergi ke Kuburan," kata Pippin, "dan dia membawa Faramir. Dia bilang kita semua akan dibakar, dan dia tidak mau menunggu. Mereka harus membuat tumpukan kayu bakar dan membakar dia di atasnya, begitu juga Faramir. Dia sudah menyuruh orangorang mencari kayu dan minyak. Aku sudah menceritakan pada Beregond, tapi aku khawatir dia tidak berani meninggalkan posnya: dia sedang tugas jaga. Dan apa yang bisa dilakukannya?" Demikianlah Pippin melaporkan ceritanya, sambil menyentuh lutut Gandalf dengan tangannya yang gemetar.
"Tak bisakah kau menyelamatkan Faramir?"
"Mungkin bisa," kata Gandalf, "tapi kalau itu kulakukan, mungkin orang lain akan mati. Well, aku harus ke sana, sebab takkan ada bantuan lain untuknya. Tapi kejahatan dan duka akibatnya. Bahkan di pusat benteng kita, Musuh punya kekuatan untuk memukul karena kehendaknyalah semua ini terjadi." Setelah mengambil keputusan, Ia bertindak cepat; sambil mengangkat Pippin dan mendudukkannya di depannya, Ia memutar Shadowfax tanpa berkata sepatah pun. Mereka mendaki jalan-jalan menanjak di Minas Tirith dengan bunyi berderak, sementara gemuruh perang memuncak di belakang. Di mana-mana orang-orang bangkit dari keputusasaan dan rasa ngeri mereka, merenggut senjata sambil saling berteriak, "Rohan sudah datang!" Kapten-kapten berteriak, pasukan-pasukan berkumpul lagi; banyak yang sudah berbaris ke arah Gerbang.
Mereka bertemu Pangeran Imrahil, dan Ia berteriak pada mereka, "Ke mana kau, Mithrandir? Kaum Rohirrim berjuang di padang Gondor! Kita harus mengerahkan seluruh kekuatan yang ada."
"Kau akan membutuhkan setiap orang dan lebih dari itu," kata Gandalf.
"Bergegaslah. Aku akan datang bila sudah bisa. Tapi ada satu tugas untuk Lord Denethor yang harus kuselesaikan, dan ini tak bisa ditunda. Kendalikan semuanya sementara Penguasa tidak ada!" Mereka berjalan terus; ketika mendaki dan mendekati Benteng, angin berembus menerpa wajah, dan mereka menangkap kilau pagi hari di kejauhan. Tapi pemandangan itu tidak meningkatkan harapan, sebab mereka tidak tahu bencana apa yang ada di depan sana, dan mereka khawatir sudah terlambat.
"Kegelapan sudah mulai menyingkir" kata Gamdaif.
"tapi masih menggantung berat di atas Kota." Di Gerbang Benteng tidak ada penjaga.
"Kalau begitu Beregond sudah pergi," kata Pippin, harapan mulai tumbuh di hatinya. Mereka membelok dan bergegas melewati jalan menuju Pintu Tertutup. Pintu itu kini terbuka lebar, penjaganya terbaring di depannya. Ia sudah tewas dan kuncinya diambil.
"Ini pekerjaan Musuh!" kata Gandalf.
"Dia senang sekali perbuatan-perbuatan seperti ini: sesama kawan saling bertempur; kesetiaan terbagi dalam kebingungan hati." Sekarang Ia turun dan menyuruh Shadowfax kembali ke kandang.
"Sahabatku," katanya, "kau dan aku sebenarnya sudah lama harus berjalan ke padang, tapi masalah-masalah lain menunda keberangkatanku. Tapi kau harus segera datang bila aku memanggilmu!" Mereka masuk ke Pintu dan berjalan terus lewat jalan curam dan berkelok-kelok. Cahaya mulai merebak, tiang-tiang tinggi serta patungpatung di sisi jalan berlalu perlahan seperti hantu-hantu kelabu.
Mendadak kesunyian memecah, dan di bawah mereka mendengar bunyi teriakan dan dentingan pedang: bunyi-bunyi yang tak pernah terdengar di tempat-tempat keramat sejak pembangunan Kota. Akhirnya mereka sampai ke Rath Dinen dan bergegas menuju Rumah Para Pejabat, yang menjulang dalam cahaya senja, di bawah kubahnya yang besar.
"Berhenti! Berhenti!" seru Gandalf, sambil melompat maju ke tangga batu di depan pintu.
"Hentikan kegilaan ini!"
Di sana ada pelayan-pelayan Denethor dengan pedang dan obor di tangan; tapi di beranda, di anak tangga terakhir, berdiri Beregond, sendirian, berpakaian hitam dan perak-seragam Penjaga dan ia mempertahankan pintu terhadap serangan mereka. Dua sudah jatuh terkena sabetan pedangnya, menodai tempat suci itu dengan darah mereka; yang lain memaki-makinya, menyebutnya pelanggar hukum dan pengkhianat terhadap majikannya.
Ketika Gandalf dan Pippin berlari maju, mereka mendengar suara Denethor berteriak dari dalam kuburan, "Cepat, cepat! Lakukan yang kuperintahkan! Bunuh pembelot ini! Haruskah aku yang melakukannya sendiri?" Lalu pintu yang dipegang dengan tangan kiri oleh Beregond agar tetap tertutup, dibuka paksa, dan di belakangnya berdiri Penguasa Kota, tinggi mengancam; matanya menyorotkan sinar seperti nyala api, dan ia memegang pedang terhunus.
Tapi Gandalf melompat menaiki tangga, dan orang-orang menyingkir darinya serta menutup mata; sebab kedatangannya bagai cahaya putih yang masuk ke tempat gelap, dan Ia datang dengan kemarahan besar. Ia mengangkat tangannya, memukul pedang Denethor hingga terbang terlepas dari genggaman, jatuh di belakangnya, di dalam bayangan bangunan itu; Denethor melangkah mundur dari Gandalf, seperti orang terkejut.
"Apa-apaan ini, Tuanku?" kata penyihir itu.
"Rumah kaum mati bukan tempat untuk yang masih hidup. Dan mengapa orang-orang bertarung di Tempat Keramat ini, sementara di depan Gerbang sudah cukup banyak pertempuran? Apakah Musuh kita sudah datang ke Rath Dinen?"
"Sejak kapan Penguasa Gondor harus bertangung jawab kepadamu?" kata Denethor.
"Atau tak bolehkah aku memerintah pelayan-pelayanku sendiri?"
"Boleh," kata Gandalf.
"Tapi orang lain boleh menentang kehendakmu, kalau sudah beralih ke kegilaan dan kejahatan. Di mana putramu Faramir?"
"Dia berbaring di dalam," kata Denethor, "terbakar, sudah terbakar. Mereka menyalakan api dalam tubuhnya. Tapi segera semuanya akan terbakar. Barat sudah gagal. Semuanya akan musnah dalam kebakaran besar, dan berakhir. Abu! Abu dan asap diembus angin!" Ketika Gandalf melihat kegilaan yang menimpa Denethor, Ia khawatir Denethor sudah melakukan suatu perbuatan yang mencelakakan.
Maka Ia menerobos maju, dengan Beregond dan Pippin di belakangnya, sementara Denethor mundur sampai berdiri di samping meja di dalam. Tapi di sana mereka menemukan Faramir masih bermimpi dalam demamnya, terbaring di atas meja. Kayu kering sudah ditumpuk di bawah, juga di sekitarnya dalam tumpukan tinggi; semuanya dibasahi minyak, bahkan pakaian Faramir dan selimutnya; tapi api belum dinyalakan. Lalu Gandalf menyingkap kekuatan yang tersembunyi dalam dirinya, seperti juga cahaya kekuatan yang tersembunyi di balik jubah kelabunya. Ia meloncat ke atas kayu bakar, dan sambil mengangkat si sakit dengan ringan Ia melompat turun lagi, membawanya ke pintu. Tapi ketika Ia melakukan itu, Faramir mengerang dan memanggil ayahnya sambil bermimpi.
Denethor terkesiap, seperti orang tersadar dari kerasukan. Nyala api di matanya padam, dan ia menangis, katanya "Jangan ambil putraku! Dia memanggilku."
"Dia memanggil," kata Gandalf, "tapi kau belum bisa menjumpainya. Karena dia harus mencari penyembuhan di ambang kematian dan mungkin saja dia tak bisa menemukannya. Sedangkan peranmu adalah pergi berperang demi Kota-mu, dan mungkin kematian menunggumu.
Kau sendiri tahu itu di hatimu."
"Dia tidak akan bangun lagi," kata Denethor.
"Pertempuran itu sia-sia Untuk apa kita berharap hidup lebih lama lagi? Kenapa kita tidak mati berdampingan saja?"
"Pejabat Gondor, kau tidak diberi wewenang untuk menentukan saat kematianmu," jawab Gandalf "Hanya raja-raja kafir, di bawah kekuasaan Kekuatan Gelap, melakukan itu, membunuh diri sendiri dalam keangkuhan dan keputusasaan, membunuh saudara-saudara mereka untuk meringankan kematian mereka sendiri." Lalu, sambil keluar dari pintu kuburan dia meletakkan Faramir di usungan yang dipakai untuk membawanya kemari, dan yang sekarang diletakkan di beranda. Denethor mengikutinya, dan berdiri sambil gemetaran, memandangi wajah putranya dengan penuh kerinduan. Sejenak Gandalf mulai ragu, sementara semuanya diam dan tenang, dan Ia sendiri menatap Penguasa yang sedang kebingungan itu.
"Ayo!" kata Gandalf.
"Kita dibutuhkan. Masih banyak yang bisa kaulakukan." Tiba-tiba Denethor tertawa. Ia berdiri tegak dan bersikap angkuh lagi. Sambil berjalan cepat ke meja, ia mengangkat bantal yang tadi dipakainya. Ketika mendekati ambang pintu, Ia menyingkap selimutnya, dan lihat! di tangannya ada sebuah palantir. Saat Ia mengacungkannya ke atas, bagi mereka yang menyaksikan, tampak bola itu mulai mengeluarkan cahaya dari dalam, sehingga wajah Penguasa yang kurus itu disinari semacam api merah, dan wajahnya kelihatan seperti pahatan batu keras, tajam, dengan bayangan-bayangan gelap, anggun, angkuh, dan mengerikan. Matanya bersinar-sinar.
"Kesombongan dan keputusasaan!" teriaknya.
"Apa kau mengira mata Menara Putih itu buta? Tidak, aku sudah melihat lebih banyak daripada yang kau tahu, Kelabu Bodoh. Sebab harapanmu hanya terletak pada ketidaktahuan. Pergilah dan bekerja keras untuk penyembuhan! Maju terus dan berjuanglah! Kesombongan. Untuk sejenak kau mungkin berjaya di medan perang, hanya untuk sehari. Tapi takkan ada kemenangan melawan Kekuatan yang sekarang bangkit. Baru jari tangannya yang pertama dia ulurkan di atas Kota. Seluruh Timur sedang bergerak. Sekarang pun angin harapanmu mengkhianatimu dan mengembuskan kapal berlayar hitam lewat Sungai Anduin.
Barat sudah gagal. Sudah saatnya pergi bagi semua yang tak ingin menjadi budak."
"Saran seperti itu justru semakin memastikan kemenangan Musuh," kata Gandalf.
"Kalau begitu, teruslah berharap!" tawa Denethor.
"Bukankah aku Sudah mengenalmu, Mithrandir? Kau berharap bisa menggantikan aku memerintah, berdiri di belakang setiap takhta, utara, selatan, atau barat. Aku sudah membaca pikiran dan kebijakan-kebijakanmu. Bukankah aku tahu bahwa kau membawa Halfling itu ke sini untuk memata-mataiku di ruanganku sendiri? Meski begitu, dalam pembicaraan kita bersama, aku sudah bisa tahu semua nama dan tujuan kawan-kawanmu. Nah! Dengan tangan kiri kau mau memanfaatkan aku untuk beberapa saat sebagai perisai terhadap Mordor, dan dengan tangan kanan kau mendatangkan Penjaga Hutan dari Utara ini untuk menggantikan aku."
"Tapi kukatakan padamu, Gandalf Mithrandir, aku tak mau menjadi alatmu! Aku Pejabat Istana Anarion: Aku tidak akan turun takhta untuk menjadi pengurus rumah tangga tua bangka bagi orang yang sedang naik daun. Meski pengakuannya terbukti, bagaimanapun dia hanya keturunan Isildur. Aku tak mau menghormati orang seperti itu, keturunan terakhir dari keluarga istana yang acak-acakan, yang sudah lama kehilangan kebangsawanan dan martabatnya."
"Kalau begitu, apa yang kauinginkan," kata Gandalf, "seandainya keinginanmu bisa terkabul?"
"Aku ingin semuanya seperti selama ini dalam hidupku," jawab Denethor, "dan di masa leluhurku sebelum aku: menjadi Penguasa Kota dalam damai, dan meninggalkan takhtaku pada putraku, yang menjadi tuannya sendiri dan bukan murid seorang penyihir. Tapi kalau nasib tidak mengizinkan itu, maka aku tak mau menerima apa pun: tak mau hidupku dikurangi, atau cinta yang dibagi, atau kehormatanku menyurut."
"Menurutku seorang Pejabat Istana yang dengan taat menyerahkan tanggung jawabnya, tidak akan kurang dicintai atau kurang dihormati," kata Gandalf.
"Dan setidaknya kau tidak boleh merampas hak putramu sementara kematiannya masih diragukan." Mendengar kata-kata itu mata Denethor kembali menyala, dan sambil mengambil Batu itu ia menghunus sebilah pisau, lalu melangkah ke arah usungan. Tapi Beregond melompat maju dan menempatkan dirinya di depan Faramir.
"Nah!" seru Denethor.
"Kau sudah mencuri separuh cinta putraku. Sekarang kau juga mencuri hati ksatria-ksatriaku, hingga akhirnya mereka merampok putraku dari sisiku. Tapi setidaknya dalam hal ini kau tidak akan menentang kehendakku: mengatur akhir hayatku sendiri."
"Ayo ke sini!" teriaknya pada pelayan-pelayannya.
"Kemarilah, kalau kalian tidak pengecut semuanya!" Dua pelayannya berlari menaiki tangga, mendekatinya. Dengan cepat Ia merebut sebuah obor dan tangan salah satu, dan melompat kembali ke dalam kuburan.
Sebelum Gandalf bisa menghalanginya, ia mendorong obor itu ke dalam minyak; segera api berkobar dan berderak.
Lalu Denethor meloncat ke atas meja, berdiri di atasnya, dikurung api dan asap; ia memungut tongkat lambang pemerintahan yang tergeletak di dekat kakinya, dan mematahkannya di atas lututnya. Sambil membuang potongan-potongannya ke dalam api, ia membungkuk dan membaringkan diri di atas meja, menggenggam palantir dengan kedua tangan di dada. Setelah itu, konon bila ada yang memandang ke dalam Batu tersebut, ia hanya melihat dua tangan tua terbakar, kecuali bila Ia punya daya kuat untuk mengalihkan Batu itu ke tujuan lain.
Penuh kesedihan dan kengerian Gandalf membuang muka dan menutup pintu. Sejenak Ia berdiri merenung, diam di ambang pintu, sementara mereka yang berada di luar mendengar bunyi kobaran api yang rakus di dalam. Lalu Denethor berteriak keras sekali, setelah itu suaranya tak terdengar lagi, dan Ia tak pernah terlihat lagi oleh seorang manusia pun.
"Berakhir sudah riwayat Denethor, putra Ecthelion," kata Gandalf.
Lalu ia berbicara pada Beregond dan para pelayan sang Penguasa yang berdiri kaget di sana.
"Dengan demikian berakhirlah masa Gondor yang kalian kenal; demi kebaikan maupun keburukan, masa itu sudah berakhir. Perbuatan jahat sudah dilakukan di sini; tapi janganlah kini ada permusuhan di antara kalian, sebab Musuh-lah yang telah menciptakan dan menggerakkannya. Kalian sudah terjebak dalam sebuah jaring peperangan yang tidak kalian rajut. Tapi sekarang renungkan, kalian para pelayan Penguasa, yang buta dalam ketaatanmu, bahwa bila bukan karena pengkhianatan Beregond tadi, maka Faramir, Kapten Menara Putih, sekarang sudah tewas dibakar."
"Sekarang bawalah kawan-kawan kalian yang sudah jatuh, keluar dari tempat penuh duka ini. Dan kita akan menggotong Faramir, Penguasa Gondor, ke suatu tempat di mana dia bisa tidur dengan tenang, atau mati jika itu sudah takdirnya." Lalu Gandalf dan Beregond mengangkat usungan dan membawanya ke Rumah Penyembuhan, sementara di belakang mereka Pippin berjalan tertunduk. Tapi para pelayan penguasa berdiri seperti orang baru kena tampar, sambil memandang bangunan makam itu; saat Gandalf sampai ke ujung Rath Dinen, terdengar bunyi keras. Ketika menoleh mereka melihat kubah makam itu retak dan asap keluar dari dalam; lalu dengan cepat dan bergemuruh kubah itu runtuh ke dalam kegaduhan api; tapi nyala api tidak segera padam, masih menari-nari dan berkedip-kedip di sela reruntuhan. Lalu dengan penuh ketakutan para pelayan berlari dan mengikuti Gandalf.
Akhirnya mereka sampai ke Pintu Pejabat, dan Beregond memandang penjaga pintunya dengan sedih.
"Perbuatan ini akan selalu kusesali," katanya, "tapi aku sedang terburu-buru, dan dia tak mau mendengarkan, malah menantangku dengan pedangnya." Sambil mengambil kunci yang sudah direbutnya dari orang itu, Ia menutup pintu dan menguncinya.
"Kunci ini sekarang harus diberikan pada Lord Faramir," katanya.
"Pangeran dari Dol Amroth sementara memerintah menggantikan Penguasa," kata Gandalf.
"Tapi karena dia tidak berada di sini, aku yang akan memutuskan hal ini. Kuperintahkan kau menyimpan kunci itu dan menjaganya, sampai Kota sudah tertib kembali."
Akhirnya mereka masuk ke lingkaran-lingkaran tinggi di Kota, dan dalam cahaya pagi mereka pergi menuju Rumah Penyembuhan; bangunan-bangunannya indah sekali, digunakan untuk perawatan orang-orang yang sakit parah, tapi sekarang dimanfaatkan untuk merawat orang-orang yang terluka dalam pertempuran atau yang sedang sekarat. Mereka berdiri tidak jauh dari Gerbang Benteng, di lingkar keenam, dekat tembok selatan, dan di sekelilingnya ada kebun dan lapangan rumput hijau dengan pepohonan, satu-satunya tempat semacam itu di Kota. Di sana tinggal beberapa wanita yang diperbolehkan tetap tinggal di Minas Tirith, karena mereka ahli dalam penyembuhan atau melayani para penyembuh.
Tapi ketika Gandalf dan para pendampingnya datang sambil menggotong usungan itu ke pintu utama Rumah Penyembuhan, mereka mendengar teriakan keras dari padang di depan Gerbang, semakin nyaring melengking dan tajam, membubung ke angkasa, lalu hilang ditiup angin. Teriakan itu begitu menyeramkan, sehingga untuk beberapa saat semuanya terdiam, tapi ketika suara itu sudah berlalu, mendadak semangat mereka bangkit kembali, penuh harap, seperti belum pernah mereka rasakan sejak datangnya kegelapan dari Timur; mereka merasa seolah-olah cahaya semakin terang dan matahari menerobos mega-mega.
Tapi wajah Gandalf muram dan sedih. Setelah menyuruh Beregond dan Pippin membawa Faramir ke Rumah Penyembuhan, Ia naik ke tembok di dekat sana; ia berdiri seperti patung putih di bawah sinar rnatahari, memandang jauh. Dengan kemampuan sihirnya Ia melihat apa yang sudah terjadi tadi; saat Eomer keluar dari barisan terdepan pasukannya dan berdiri di samping mereka yang jatuh di padang, Ia mengeluh, lalu menutup erat jubahnya dan pergi dari tembok. Beregond dan Pippin menemukannya berdiri merenung di depan Rumah Penyembuhan ketika mereka keluar.
Mereka memandangnya, dan sejenak ia diam. Akhirnya ia berbicara.
"Teman-temanku," katanya; "juga semua penduduk kota dan negeri Barat ini! Hal-hal yang sangat menyedihkan dan penting sudah terjadi. Apakah kita akan menangis atau bergembira? Di luar harapan, kapten musuh kita sudah dimusnahkan, dan kalian sudah mendengar gema keputusasaannya yang terakhir. Tapi, dia tidak pergi tanpa kepedihan dan kehilangan yang pahit. Dan sebenarnya hal itu bisa kuhindari kalau perhatianku tidak dialihkan pada kegilaan Denethor. Sudah begitu jauh jangkauan Musuh! Aduh! Tapi sekarang aku mengerti, bagaimana kekuatannya bisa masuk hingga ke jantung Kota."
"Meski para Pejabat Istana merasa telah menyimpan rapat-rapat rahasia itu di antara mereka sendiri, aku sudah lama menduga bahwa di Menara Putih ini setidaknya ada satu Batu Penglihatan tersimpan. Ketika masih bijaksana, Denethor tidak menyalahgunakannya untuk menentang Sauron, sebab dia tahu keterbatasan kekuatannya sendiri. Tapi kemudian kebijaksanaannya hilang; dan rupanya ketika bahaya di wilayahnya semakin mengancam, dia melihat ke dalam Batu itu dan tertipu: terlalu sering dia melihat ke dalamnya, kukira, terutama sejak kepergian Boromir. Dia terlalu hebat untuk ditundukkan oleh kehendak Kekuatan Gelap, tapi Kekuatan itu membuat dia hanya bisa melihat hal-hal yang boleh dilihatnya. Pengetahuan yang diperolehnya dengan cara itu tentu saja sering berguna baginya; tapi melihat kekuatan dahsyat dari Mordor yang ditunjukkan padanya menumbuhkan rasa putus asa di hatinya, sampai akal sehatnya dikalahkan."
"Sekarang aku baru mengerti, apa yang bagiku kelihatan aneh!" kata pippin, gemetar ketika mengingatnya sambil berbicara.
"Sang Penguasa pergi dari ruang tempat Faramir dibaringkan; sesudah dia kembali, baru aku tersadar bahwa dia sudah berubah, menjadi tua dan patah semangat."
"Memang, tepat saat Faramir dibawa ke Menara, banyak di antara kami melihat cahaya aneh di ruang paling atas;" kata Beregond.
"Tapi sebelumnya kami sudah pernah melihat cahaya itu, dan sudah lama didesas-desuskan di Kota bahwa kadang-kadang Penguasa bertempur dalam pikiran dengan Musuh-nya."
"Aduh! Kalau begitu dugaanku benar," kata Gandalf "Dengan cara itulah kehendak Sauron masuk ke Minas Tirith; karena itulah aku tertahan di sini. Dan di sini aku terpaksa tetap tinggal, sebab tak lama lagi aku harus merawat orang lain, bukan hanya Faramir."
"Sekarang aku harus turun menyambut mereka yang datang. Aku sudah melihat kejadian di padang yang sangat menyedihkan hatiku, dan duka yang lebih besar mungkin akan terjadi. Ikutlah aku, Pippin! Tapi kau, Beregond, harus kembali ke Benteng dan memberitahu kepala Pengawal di sana apa yang sudah terjadi. Aku khawatir dia terpaksa menarikmu dari jajaran Pengawal; tapi katakan kepadanya bahwa kalau aku boleh memberi saran, kau harus dikirim ke Rumah Penyembuhan, untuk menjadi penjaga dan pelayan bagi kaptenmu; dan mendampinginya saat dia bangun kalau itu terjadi. Sebab kaulah yang menyelamatkan dia dari api. Pergilah sekarang! Aku akan segera kembali." Dengan kata-kata itu Ia memutar badannya dan pergi bersama Pippin, menuju kota bagian bawah. Ketika mereka bergegas pergi, angin membawa hujan kelabu, semua api padam, dan di depan mereka asap membubung tinggi.

BERSAMBUNG KE BAB 8/10>>> 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
Blogger Templates