Social Icons

Pages

(J.R.R. TOLKIEN) THE LORD OF THE RING 2: DUA MENARA BUKU 4 BAB 6/10 KOLAM TERLARANG

<<< SEBELUMNYA


Frodo bangun dan menyadari Faramir membungkuk di atasnya. Untuk beberapa saat, rasa takut kembali menyergapnya, membuatnya duduk dan mundur.
"Tak ada yang perlu dicemaskan," kata Faramir.
"Sudah pagikah sekarang?" kata Frodo sambil menguap.
"Belum, tapi malam hampir berakhir, dan bulan purnama sedang terbenam. Maukah kau melihatnya? Selain itu, aku memerlukan nasihatmu.

Aku minta maaf sudah membangunkanmu, tapi maukah kau ikut aku?"
"Ya, aku mau," kata Frodo. ia bangkit dan menggigil sedikit ketika meninggalkan selimut dan kulit bulu yang hangat. Rasanya dingin dalam gua tanpa api. Bunyi air terdengar nyaring dalam keheningan. Ia memakai jubahnya dan mengikuti Faramir.
Sam, yang dibangunkan tiba-tiba oleh naluri kewaspadaannya, mula mula melihat tempat tidur majikannya kosong. Ia melompat berdiri.
Kemudian ia melihat dua sosok gelap, Frodo dan seorang pria, sosoknya membayang di ambang pintu yang kini dipenuhi cahaya putih pucat.
la mengejar mereka dengan terburu-buru, melewati barisan orang tidur di atas kasur-kasur sepanjang dinding. Ketika lewat mulut gua, ia melihat bahwa Tirai sekarang sudah menjadi selubung memukau benang sutra dan mutiara serta perak: sinar bulan seperti untaian air beku yang mencair. Tapi ia tidak berhenti untuk mengaguminya, dan sambil membelok ia mengikuti majikannya melewati ambang pintu sempit di dinding gua.
Mereka mula-mula berjalan melewati selasar panjang hitam, kemudian menaiki banyak anak tangga, dan sampai di sebuah dataran kecil yang dipahat di dalam batu dan disinari langit pucat, berkilauan jauh di atas, melalui cerobong panjang yang dalam. Dari sini menjulur dua tangga: satu tampaknya terus ke arah tebing tinggi di tepi sungai; yang lainnya membelok ke kiri. Mereka mengikuti yang ini. Tangga itu membelok naik seperti tangga putar di menara.
Akhirnya mereka keluar dari kegelapan yang pekat, dan melihat sekeliling. Mereka berada di atas batu lebar datar, tanpa pagar atau tembok.
DI sebelah kanan mereka, ke arah timur, air sungai jatuh mendebur melewati banyak tangga, kemudian mengalir menuruni palung curam, mengisi sebuah saluran yang dipahat mulus dengan air gelap berbuih. Air itu berputar-putar dan mengalir kencang dekat kaki mereka, lalu terjun melewati pinggiran terjal yang menganga di sebelah kiri mereka. Seorang pria berdiri di situ, dekat pinggiran, diam, sambil memandang ke bawah.
Frodo menoleh untuk memperhatikan leher-leher air yang jenjang ketika mereka berputar, kemudian terjun. Lalu ia mengangkat matanya dan menerawang jauh. Dunia sepi dan dingin, seolah fajar sudah hampir menjelang. Jauh di Barat, bulan purnama sedang terbenam, bundar dan putih. Kabut pudar berkilauan di lembah luas di bawah: sebuah teluk besar dari asap perak, yang di bawahnya mengalir air malam yang sejuk dari Anduin. Kegelapan hitam menjulang di seberang, dan di dalamnya berkilauan puncak-puncak Ered Nimrais, Pegunungan Putih dari Negeri Gondor yang berlapis salju abadi, dingin, tajam, dan jauh, putih seperti gigi hantu.
Untuk beberapa saat Frodo berdiri di atas batu tinggi, menggigil, bertanya-tanya apakah di suatu tempat di dalam negeri malam yang luas itu, kawan-kawan serombongannya dulu berjalan atau tidur, atau berbaring mati berselimutkan kabut? Kenapa ia dibawa ke sini, keluar dari tidur yang membuat lupa? Sam juga sangat ingin tahu jawaban atas pertanyaan yang sama, dan tak bisa menahan diri untuk menggerutu perlahan, hanya kepada majikannya, "Memang ini pemandangan bagus, Mr. Frodo, tapi membekukan hati dan tulang-belulang! Apa yang terjadi?" Faramir mendengamya dan menjawab, "Bulan terbenam di atas Gondor. Ithil yang indah, saat dia pergi dari Dunia-Tengah, melirik ke rambut putih Mindolluin tua. Pantaslah kalau kita jadi menggigil melihatnya. Tapi bukan ini alasannya aku membawamu kemari meski kau, Samwise, kau tidak diajak, dan kau ada di sini hanya mengikuti naluri waspadamu. Seteguk anggur akan menyenangkanmu. Mari, lihat!" Faramir mendekati pengawal yang diam di ujung yang gelap, dan Frodo mengikuti. Sam berdiri agak di belakang. Ia sudah merasa kurang aman berada di atas dataran tinggi dan basah ini. Faramir dan Frodo melihat ke bawah. Jauh di bawah, mereka melihat air putih mengalir masuk ke mangkuk berbuih, kemudian menggulung di mangkuk lonjong di dalam batu karang, sampai menemukan jalan keluar lagi melalui sebuah gerbang sempit, mengalir menjauh, beruap dan berceloteh, masuk ke sudut-sudut yang lebih tenang dan lebih datar. Sinar bulan masih condong ke kaki air terjun dan menyinari riak-riak air. Frodo menyadari ada suatu benda kecil gelap di tebing terdekat, tapi ketika ia memandangnya, benda itu terjun dan menghilang tepat di balik gelegak dan gelembung air terjun, membelah air yang gelap dengan rapi, seperti panah atau batu tajam.
Faramir berbicara pada pria di sampingnya. "Menurutmu itu apa, Anborn? Seekor tupai, atau burung kingfisher? Apakah ada kingfisher hitam di Mirkwood?"
"Apa pun benda itu, yang jelas bukan burung," jawab Anborn. "Dia punya empat anggota tubuh dan terjun seperti manusia; dan tampaknya mahir sekali. Apa rencananya? Mencari jalan masuk ke belakang Tirai, ke tempat persembunyian kita? Rupanya kita ketahuan juga. Busurku
ada di sini, dan aku sudah menempatkan pemanah-pemanah lain secara tersembunyi di kedua tebing, pemanah-pemanah ulung seperti diriku.
Kami hanya menunggu perintahmu untuk menembak, Kapten."
"Apakah kita akan menembak?" kata Faramir, menoleh cepat pada Frodo.
Sejenak Frodo tidak menjawab. Kemudian, "Tidak!" katanya. "Tidak! Kumohon jangan." Kalau Sam berani, ia akan mengatakan, "Ya," lebih cepat dan lebih keras. Ia tak bisa melihat, tapi bisa menduga dari kata-kata mereka, apa yang sedang mereka lihat.
"Kalau begitu, kau tahu itu makhluk apa?" kata Faramir. "Ayo, sekarang setelah kau melihatnya, katakan padaku mengapa dia harus diselamatkan. Dalam semua pembicaraan bersama kita, kau tidak satu kali pun menyebut-nyebut kawanmu yang aneh itu, dan untuk sementara aku membiarkannya. Dia bisa menunggu sampai ditangkap dan dibawa ke hadapanku. Aku mengirimkan pemburu-pemburuku yang paling lihai untuk mencarinya, tapi dia menipu mereka, dan mereka tidak melihatnya sampai sekarang, kecuali Anborn, satu kali kemarin sore. Tapi sekarang pelanggaran yang dilakukannya lebih berat. Dia bukan sekadar menangkap kelinci di dataran tinggi: dia sudah berani datang ke Henneth Annun, karena itu dia mesti mati. Tapi aku kagum pada makhluk itu: begitu rahasia dan licik, dia berani datang ke kolam di depan jendela kami. Apakah dia menyangka manusia tidur tanpa penjagaan sepanjang malam? Kenapa dia begitu?"
"Ada dua jawaban, kukira," kata Frodo. "Pertama-tama, dia hanya tahu sedikit tentang Manusia, dan meski dia licik, perlindunganmu begitu tersembunyi hingga dia tidak tahu ada Manusia bersembunyi di sini. Kedua, dia ditarik oleh suatu hasrat yang lebih kuat daripada kehatihatiannya."
"Dia tertarik ke sini, katamu?" kata Faramir dengan suara rendah. "Mungkinkah karena … dia tahu tentang bebanmu?"
"Dia tahu. Dia sendiri pernah menyandang benda itu selama bertahun-tahun."
"Dia menyandangnya?" kata Faramir, terkesiap kaget. "Masalah ini tak henti-hentinya menghadirkan berbagai teka-teki baru. Kalau begitu, dia mengejar benda itu?"
"Mungkin. Baginya benda itu berharga. Tapi bukan itu yang kumaksud."
"Kalau begitu, apa yang dicarinya?" "Ikan," kata Frodo. "Lihat!"
Mereka menatap kolam yang gelap. Sebuah kepala hitam kecil muncul di ujung terjauh kolam, persis keluar dari bayangan gelap batu karang. Ada sekilas kilauan perak, dan lingkaran riak kecil. Makhluk itu berenang ke tepi, kemudian dengan sangat gesit sebuah sosok seperti katak memanjat keluar dari air, menaiki tebing. Segera ia duduk dan mulai menggigiti benda perak kecil yang bersinar-sinar ketika ia menoleh: berkas-berkas terakhir sinar bulan sekarang jatuh ke belakang dinding batu di ujung kolam.
Faramir tertawa pelan. "Ikan!" katanya. "Dia lapar rupanya. Atau mungkin juga tidak: tapi ikan dari kolam Henneth Annun mungkin bisa menyebabkan dia kehilangan nyawanya."
"Aku sudah membidiknya dengan panah," kata Anborn. "Tidakkah aku harus menembak, Kapten? Datang tanpa izin ke tempat ini hukumannya adalah mati, menurut hukum kita."
"Tunggu dulu, Anborn," kata Faramir. "Masalah ini lebih pelik daripada tampaknya. Bagaimana menurutmu, Frodo? Mestikah kita membiarkan dia hidup?"
"Makhluk itu malang dan lapar," kata Frodo, "dan tidak menyadari bahaya yang mengancamnya. Dan Gandalf, Mithrandir-mu, dia pasti meminta kita untuk tidak membunuhnya karena alasan itu, dan alasan alasan lainnya. Dia sudah melarang para Peri berbuat demikian. Aku tidak tahu jelas sebabnya, dan tentang dugaanku aku tak bisa membicarakannya secara terbuka di sini. Tapi makhluk ini entah bagaimana terlibat dengan tugasku. Sampai kau menemukan dan membawa kami, dialah pemanduku."
"Pemandumu!" kata Faramir. "Masalah ini semakin aneh. Aku ingin berbuat banyak untukmu, Frodo, tapi yang satu ini tak bisa kukabulkan: membiarkan pengembara licik ini pergi begitu saja dari sini, untuk kemudian bergabung lagi denganmu sesukanya. Kalau dia ditangkap para Orc, dia akan menceritakan semua yang diketahuinya, di bawah ancaman akan disakiti. Dia harus dibunuh atau ditangkap. Dibunuh, kalau tak bisa ditangkap dengan cepat. Tapi bagaimana makhluk licin yang banyak kedoknya ini bisa ditangkap, kecuali dengan panah berbulu?"
"Biarkan aku mendekatinya diam-diam," kata Frodo. "Kalian boleh tetap meregangkan busur, dan setidaknya menembakku kalau aku gagal.
Aku tidak akan melarikan diri."
"Pergilah kalau begitu, dan cepatlah!" kata Faramir. "Kalau dia berhasil tetap hidup, dia akan menjadi pelayanmu yang setia selama sisa hidupnya yang menyedihkan. Tuntun Frodo turun ke tebing, Anborn, dan jangan bersuara. Makhluk itu punya telinga dan hidung. Berikan busurmu padaku." Anborn menggeram dan memimpin jalan menuruni tangga putar sampai ke dataran, kemudian menaiki tangga satunya, sampai mereka tiba di sebuah lubang sempit yang tertutup semak-semak tebal. Sambil melewatinya perlahan, Frodo menyadari ia berada di puncak tebing selatan di atas kolam. Sekarang sudah gelap, dan, air terjun berwama kelabu pucat, hanya memantulkan sinar bulan yang masih tersisa di langit barat. Ia tak bisa melihat Gollum. ia maju sedikit, Anborn mengikutinya perlahan.
"Terus!" bisiknya di telinga Frodo. "Hati-hati sebelah kanan. Kalau kau jatuh ke kolam, hanya temanmu yang menangkap ikan itu yang bisa menolongmu. Dan jangan lupa ada pemanah-pemanah di dekat sini, meski kau tak bisa melihat mereka."
Frodo merangkak maju, menggunakan tangannya seperti gaya Gollum untuk meraba jalan dan mengukuhkan dirinya sendiri. Batu karang itu sebagian besar datar dan mulus, tapi licin. Ia berhenti untuk mendengarkan. Mula-mula ia tak bisa mendengar apa pun kecuali debur air terjun yang tak henti-henti di belakangnya. Kemudian akhirnya ia bisa mendengar gumam mendesis, tak jauh di depan.
"Ikan, ikan. Wajah Putih sssudah pergi, sayangku, akhirnya, ya. Sssekarang kita bisssa makan ikan dengan tenang. Bukan, bukan dengan tenang, sayangku. Karena sayangku sudah hilang; ya, hilang. Hobbit jelek, hobbit jahat. Pergi meninggalkan kita, gollum; dan sayangku juga sudah pergi. Hanya Smeagol malang sendirian. Tak ada sayangku. Manusia jahat, mereka mengambilnya, mencuri sayangku. Maling. Kita benci mereka. Ikan, ikan enak. Membuat kita kuat. Membuat mata cerah, jari rapat, ya. Kita cekik mereka, sayangku. Mereka semua, ya, kalau ada kesempatan. Ikan enak. Ikan enak!" Begitulah ia mengoceh terus, hampir seperti air terjun yang tak henti-hentinya berdebur, hanya terputus bunyi lemah tetesan air liur dan bunyi berdeguk. Frodo menggigil, mendengarkan penuh rasa iba dan jijik. Ia berharap bunyi itu berhenti, dan bahwa ia tak perlu mendengar suara itu lagi untuk selamanya. Anborn berada tidak jauh di belakangnya. Ia bisa merangkak kembali dan meminta agar pemburu-pemburu itu menembak. Mereka mungkin bisa menghampiri cukup dekat, sementara Gollum sedang makan dengan rakus dan tidak waspada. Satu tembakan tepat, dan Frodo akan terbebas selamanya dari suara malang itu. Tapi tidak, Gollum berhak atas dirinya sekarang.
Sang pelayan telah berjanji pada sang majikan untuk melayani, meski melayani dalam ketakutan. Mereka pasti tersesat di Rawa-Rawa Mati kalau tidak dibantu Gollum. Frodo juga tahu bahwa Gandalf tidak menginginkan Gollum dibunuh.
"Smeagol!" ia berkata lembut. "Ikannn, ikann enak," kata suara itu.
"Smeagol!" kata Frodo, sedikit lebih keras. Suara itu berhenti.
"Smeagol, Majikan datang mencarimu. Majikan di sini. Ayo, Smeagol!" Tak ada jawaban kecuali desis lemah, seperti sentakan napas kaget.
"Ayo, Smeagol!" kata Frodo. "Kita dalam bahaya. Orang-orang akan membunuhmu kalau menemukanmu di sini. Kemari cepat, kalau kau ingin lolos dari kematian. Datanglah pada Majikan!"
"Tidak!" kata suara itu. "Majikan tidak manis. Meninggalkan Smeagol malang dan pergi dengan teman-teman baru. Majikan bisa menunggu.
Smeagol belum selesai."
"Tidak ada waktu," kata Frodo. "Bawa ikanmu. Ayo!" "Tidak! Harus makan ikan dulu."
"Smeagol!" kata Frodo putus asa. "Ke-Sayangan-mu akan marah. Aku akan membawa Sayang-mu itu, dan akan kukatakan: biar dia tercekik tulang dan tidak pernah merasakan makan ikan lagi. Ayo, Sayang-mu sudah menunggu!" Ada bunyi desis tajam. Akhirnya dari kegelapan Gollum muncul merangkak, seperti anjing yang bersalah, dipanggil agar taat. Di mulutnya ada ikan yang baru separuh dimakan dan satu lagi di tangannya. Ia mendekati Frodo, hampir bersentuhan hidung, dan mengendus-endus.
Matanya yang pucat bersinar-sinar. Lalu ia mengeluarkan ikan dari dalam mulutnya dan bangkit berdiri.
"Majikan baik!" bisiknya. "Hobbit manis, kembali ke Smeagol yang malang. Smeagol yang baik datang. Sekarang mari pergi, pergi cepat, ya. Melewati pohon-pohon, sementara Wajah-Wajah masih gelap. Ya, ayo kita pergi!"
"Ya, kita akan segera pergi," kata Frodo. "Tapi tidak sekarang. Aku akan pergi denganmu seperti sudah kujanjikan. Aku berjanji lagi. Tapi jangan sekarang. Kau belum aman. Aku akan menyelamatkanmu, tapi kau harus mempercayaiku."
"Kami harus mempercayai Majikan?" kata Gollum ragu. "Mengapa? Kenapa tidak langsung pergi? Di mana yang satunya, hobbit kasar dan pemarah itu? Di mana dia?"
"Di atas sana," kata Frodo, sambil menunjuk ke air terjun. "Aku tidak akan pergi tanpa dia. Kita harus kembali ke dia." Semangat Frodo merosot. Ia merasa seperti sedang menebar tipu muslihat. Ia tidak benar-benar cemas bahwa Faramir akan membiarkan Gollum dibunuh, tapi mungkin Gollum akan dijadikan tawanan dan diikat; ini tentu akan dianggap pengkhianatan oleh makhluk memelas itu. Rasanya mustahil membuatnya mengerti atau percaya bahwa Frodo sudah menyelamatkannya dengan satu-satunya cara yang bisa ia lakukan. Apa lagi yang bisa dilakukannya? selain berusaha mempertahankan kepercayaan kedua belah pihak sedapat mungkin? "Ayo!" katanya. "Kalau tidak, Kesayangan-mu akan marah. Kita akan kembali sekarang, menyusuri sungai. Ayo, maju, kau di depan!" Gollum merangkak maju menyusuri tebing untuk beberapa saat, mendengus curiga. Tak lama kemudian ia berhenti dan mengangkat kepala.
"Ada sesuatu di sana!" katanya. "Bukan hobbit." Mendadak ia memutar badan. Cahaya hijau menyala di matanya yang melotot. "Majikan, Majikan!" desisnya. "Jahat! Penipu! Licik!" ia meludah dan mengulurkan tangannya yang panjang dengan jari-jari putih mengertak.
Saat itu sosok hitam besar Anborn berdiri di belakangnya dan menerkamnya. Sebuah tangan besar kuat memegang lehernya dan menjepitnya. Gollum berputar seperti kilat, basah dan berlumpur, menggeliat seperti belut, menggigit dan menggaruk seperti kucing. Tapi dua orang lagi muncul dari balik bayangan.
"Diam!" kata yang seorang. "Kalau tidak, kami akan menusukmu sampai penuh peniti seperti landak. Diam!" Gollum lemas, lalu mulai meratap dan menangis. Mereka mengikatnya, lumayan keras.
"Pelan-pelan, pelan-pelan!" kata Frodo. "Kekuatannya tidak sebanding dengan kalian. Jangan menyakitinya, kalau bisa. Dia akan lebih tenang kalau kau tidak melukainya. Smeagol! Mereka tidak akan menyakitimu. Aku akan ikut denganmu, dan kau tidak akan dilukai. Tidak, kecuali kalau mereka membunuhku juga. Percayalah pada Majikan!"
Gollum menoleh dan meludahinya. Orang-orang mengangkatnya, menutup matanya, dan membawanya.
Frodo mengikuti mereka, merasa sangat sedih. Mereka melalui lubang di belakang semak-semak, dan kembali, menuruni tangga dan selasarselasar, masuk ke gua. Dua atau tiga obor sudah dinyalakan. Orang-orang sudah sibuk. Sam ada di sana, dan ia memandang aneh ke bungkusan lemas yang digotong orang-orang. "Dapat dia?" katanya ke Frodo.
"Ya. Well, tidak, aku tidak menangkapnya. Dia datang padaku, karena mempercayaiku pada mulanya. Aku tak ingin dia diikat seperti ini.
Kuharap dia baik-baik saja; tapi aku benci seluruh urusan ini."
"Begitu juga aku," kata Sam. "Dan takkan ada yang beres selama ada makhluk malang itu." Seseorang datang memanggil kedua hobbit, dan membawa mereka ke relung di bagian belakang gua. Faramir sedang duduk di sana, dan lampu sudah dinyalakan lagi di ceruk di atas kepalanya. Ia memberi isyarat pada mereka agar duduk di sampingnya. "Bawa anggur untuk para tamu," katanya. "Dan bawa tawanan kemari." Anggur disajikan, kemudian Anborn datang menggotong Gollum. Ia melepaskan kerudung dari kepala Gollum dan memberdirikannya, lalu ia sendiri berdiri di belakangnya untuk menopangnya. Gollum berkedip, menyembunyikan kekejian di matanya dengan kelopaknya yang berat. Ia tampak sangat mengibakan, menetes-netes dan lembap, bau ikan (ia masih memegang satu di tangannya); rambut ikalnya yang jarang menggantung seperti rumput halus di atas alisnya yang tipis, hidungnya beringus.
"Lepaskan kami! Lepaskan kami!" katanya. "Talinya menyakiti kami, ya begitu, sakit, dan kami tidak melakukan apa-apa."
"Tidak melakukan apa-apa?" kata Faramir, memandang makhluk malang itu dengan tajam, tanpa ekspresi apa pun di wajahnya, tidak marah atau kasihan maupun keheranan. "Tidak melakukan apa-apa? Apa kau tak pernah melakukan sesuatu yang membuatmu patut diikat atau mendapat hukuman lebih berat? Bagaimanapun, bukan urusanku untuk menilainya. Tapi malam ini kau datang ke tempat terlarang, dan kematianlah hukumannya. Ikan di kolam ini mesti kaubayar mahal." Gollum menjatuhkan ikan di tangannya. "Tidak mau ikan," katanya.
"Masalahnya bukan ikannya," kata Faramir. "Datang kemari dan memandang kolam pun akan dijatuhi hukuman mati. Aku sudah mengecualikanmu atas permohonan Frodo, yang mengatakan setidaknya kau patut menerima ucapan terima kasih darinya. Tapi kau juga harus memuaskan aku. Siapa namamu? Dari mana asalmu? Dan ke mana kau akan pergi? Apa urusanmu?"
"Kami tersesat," kata Gollum. "Tak ada nama, tak ada urusan, tak ada Yang Berharga, tak ada apa-apa. Hanya kosong. Hanya lapar; ya, kami lapar. Beberapa ikan kecil, ikan kecil kurus jelek, untuk makhluk malang, dan mereka bilang kami harus mati. Mereka begitu bijak, begitu adil."
"Kami tidak begitu bijak," kata Faramir. "Kalau adil: ya barangkali, seadil mungkin sesuai kebijakan kami memungkinkan. Lepaskan ikatannya, Frodo!" Faramir mengambil pisau kecil dari ikat pinggangnya dan memberikannya pada Frodo. Gollum, yang menyalah artikan isyarat itu, berteriak dan jatuh.
"Nah, Smeagol!" kata Frodo. "Kau harus mempercayaiku. Aku tidak akan meninggalkanmu. Jawab sejujurnya, kalau kau bisa. Itu akan berakibat baik, bukan merugikanmu." ia memotong ikatan tali di pergelangan tangan dan kaki Gollum dan mengangkatnya agar berdiri.
"Kemarilah!" kata Faramir. "Pandang aku! Kau tahu nama tempat ini? Pernahkah kau ke sini sebelumnya?" Perlahan-lahan Gollum mengangkat matanya, dan dengan enggan memandang ke dalam mata Faramir. Semua cahaya lenyap dari mata Gollum. Untuk beberapa saat ia menatap pudar dan pucat ke dalam mata jernih tegas manusia Gondor itu. Ada keheningan lama. Kemudian Gollum menundukkan kepalanya dan menyusut turun, sampai ia berjongkok di 'tanah, menggigil. "Kami tidak tahu dan tidak ingin tahu," rengeknya. "Belum pernah ke sini; tidak akan pernah ke sini lagi."
"Ada pintu-pintu dan jendela-jendela terkunci dalam pikiranmu, serta ruang-ruang gelap di belakangnya," kata Faramir. "Tapi dalam hal ini aku menilaimu bicara jujur. Syukurlah. Sumpah apa yang akan kau ikrarkan bahwa kau takkan pernah kemari lagi, dan takkan pernah membawa makhluk hidup ke sini, baik dengan kata ataupun petunjuk?"
"Majikan tahu," kata Gollum sambil melirik ke arah Frodo. "Ya, dia tahu. Kami akan berjanji pada Majikan, kalau dia menyelamatkan kami.
Kami berjanji demi itu, ya." ia merangkak ke kaki Frodo.
"Selamatkan kami, Majikan baik!" ratapnya. "Smeagol berjanji pada Kesayangan-nya, berjanji dengan setia. Tidak akan datang lagi, tidak bicara, tidak akan! Tidak, sayangku, tidak!"
"Kau sudah puas?" kata Faramir.
"Ya," kata Frodo. "Setidaknya kau harus menerima janjinya, atau menghukumnya. Tapi kau tidak akan memperoleh apa-apa lagi. Aku sudah berjanji bahwa kalau dia datang kepadaku, dia tidak akan dilukai. Dan aku tak ingin dianggap tak bisa dipercaya."
Faramir duduk merenung sejenak. "Baiklah," katanya akhirnya. "Kau kuserahkan pada majikanmu Frodo putra Drogo. Biar dia memberi pernyataan, apa yang akan dilakukannya denganmu!"
"Tapi, Lord Faramir," kata Frodo sambil membungkuk, "kau belum mengungkapkan kehendakmu mengenai aku, dan kalau itu belum diungkapkan, aku tak bisa membuat rencana untuk diriku sendiri maupun para pendampingku. Katamu kau akan memberikan penilaianmu
pada pagi hari; tapi sekarang sudah pagi."
"Kalau begitu, aku akan menyatakannya," kata Faramir. "Tentang dirimu, Frodo, sejauh ada di dalam kekuasaanku, kunyatakan kau bebas bergerak di wilayah Gondor sampai ke perbatasan paling jauh; hanya saja kau dan siapa pun yang ikut denganmu tidak dibenarkan datang ke tempat ini tanpa izin. Hukum ini berlaku selama setahun dan satu hari, lalu berakhir, kecuali sebelum itu kau datang ke Minas Tirith dan menghadap sendiri kepada penguasa kota itu. Maka aku akan memohonnya untuk menyetujui tindakanku dan membuatnya berlaku seumur hidup. Sementara itu, siapa pun yang kaulindungi akan berada di bawah perlindunganku juga dan di bawah naungan Gondor. Sudah terjawabkah pertanyaanmu?" Frodo membungkuk rendah. "Sudah terjawab," katanya, "dan kutempatkan diriku dalam pelayanan kepadamu, kalau itu cukup berharga bagi orang yang begitu agung dan terhormat seperti dirimu."
"Itu sangat berharga," kata Faramir. "Dan sekarang, apakah kau menempatkan makhluk ini, Smeagol ini, di bawah perlindunganmu?"
"Aku akan melindungi Smeagol," kata Frodo. Sam mengeluh dengan keras; bukan karena bosan dengan sopan santun itu. Di Shire masalah seperti itu bisa lebih bertele-tele lagi penyelesaiannya.
"Kalau begitu, kukatakan padamu," kata Faramir pada Gollum, "kau dihukum mati, tapi selama kau berjalan bersama Frodo, kau aman dari pihak kami. Tapi kalau siapa pun dari Gondor menemukanmu tanpa Frodo, hukuman itu akan dilaksanakan. Dan semoga kematianmu berlangsung lekas, di dalam maupun di luar Gondor, kalau kau tidak melayaninya dengan baik. Sekarang jawablah aku: ke mana kau akan pergi? Kau pemandunya, katanya. Ke mana kau akan menuntunnya?" Gollum tidak menjawab.
"Aku tak mau ini menjadi rahasia," kata Faramir. "Jawab aku, atau kutarik kembali penilaianku!" Gollum masih tidak menjawab.
"Aku akan menjawab untuknya," kata Frodo. "Dia membawaku ke Gerbang Hitam, sesuai permintaanku; tapi jalan itu tak bisa dilewati."
"Tak ada pintu terbuka ke Negeri Tanpa Nama," kata Faramir. "Melihat itu, kami menyimpang lalu melewati jalan Selatan," lanjut Frodo,
"sebab katanya ada, atau mungkin ada, jalan dekat Minas Ithil."
"Minas Morgul," kata Faramir.
"Aku tidak tahu jelas," kata Frodo, "tapi jalan itu mendaki naik ke pegunungan di sisi utara lembah, tempat kota lama berdiri. Jalan itu naik ke sebuah celah tinggi, kemudian turun ke tempat yang ada di bawahnya."
"Kau tahu nama jalan itu?" kata Faramir. "Tidak," kata Frodo.
"Namanya Cirith Ungol." Gollum mendesis tajam dan mulai menggumam sendiri. "Bukankah itu namanya?" kata Faramir kepadanya.
"Tidak!" kata Gollum, kemudian ia mendecit, seolah ada yang menusuknya. "Ya, ya, kami pernah dengar nama itu. Tapi apa gunanya nama itu bagi kami? Majikan bilang dia harus masuk. Jadi, kami harus mencoba suatu cara. Tak ada jalan lain untuk dicoba, tidak."
"Tak ada jalan lain?" kata Faramir. "Bagaimana kau tahu? Dan siapa yang menjelajahi semua perbatasan wilayah gelap itu?" ia menatap Gollum lama sekali, sambil merenung. Akhirnya ia berbicara lagi. "Bawa pergi makhluk ini, Anborn. Perlakukan dia dengan lembut, tapi awasi dia. Dan kau, Smeagol, jangan berani terjun ke dalam jeram. Bata karang bergerigi tajam di sini akan membunuhmu sebelum waktumu. Tinggalkan kami sekarang dan bawalah ikanmu!" Anborn keluar, dan Gollum berjalan meringkuk di depannya. Tirai di depan relung ditutup.
"Frodo, menurutku kau sangat tidak bijak dalam hal ini," kata Faramir. "Kupikir sebaiknya kau tidak pergi bersama makhluk itu. Dia jahat."
"Tidak, tidak sepenuhnya jahat," kata Frodo.
"Mungkin tidak sepenuhnya," kata Faramir, "tapi kejahatan melahapnya seperti pembusukan, dan kejahatan itu semakin bertumbuh: Dia akan membawa kesulitan padamu. Kalau kau mau berpisah dengannya, akan kuberi dia pengawalan dan jaminan keamanan, sampai tempat mana pun di perbatasan Gondor yang disebutnya."
"Dia tidak akan mau menerimanya," kata Frodo. "Dia akan mengejarku seperti yang sudah lama dilakukannya. Dan aku sudah sering berjanji akan melindunginya dan pergi ke mana dia menuntunku.
Kau tidak memintaku mengkhianati kepercayaannya?" '"Tidak," kata Faramir. "Tapi hatiku memintanya. Sebab menyarankan orang untuk mengingkari janjinya rasanya tidak terlalu jahat daripada kalau kita sendiri yang ingkar janji, terutama kalau kita melihat seorang kawan tanpa sadar terikat pada sesuatu yang merugikannya. Tapi kalau dia akan pergi denganmu, kau harus tabah bersamanya. Namun menurutku sebaiknya kau tidak ke Cirith Ungol, sebab dia tahu lebih banyak daripada yang dia ceritakan padamu. Bisa kulihat itu dengan jelas dalam pikirannya. Jangan pergi ke Cirith Ungol!"
"Kalau begitu, ke mana aku harus pergi?" kata Frodo. "Kembali ke Gerbang Hitam dan menyerahkan diri pada pengawal? Apa yang kauketahui tentang keburukan tempat ini, sampai-sampai namanya begitu mengerikan?"
"Aku tidak tahu pasti," kata Faramir. "Kami dari Gondor tak pernah lewat di sebelah timur Jalan di masa kini, dan tak ada di antara kami kaum muda yang pernah melakukan itu, juga tak ada yang pernah menginjak Pegunungan Bayang-Bayang. Tentang itu kami hanya tahu laporan lama dan desas-desus masa lalu. Tapi ada teror gelap yang tinggal di jalan di atas Minas Morgul. Kalau Cirith Ungol disebut-sebut, orang-orang tua dan ahli-ahli pengetahuan menjadi pucat dan diam.
"Lembah Minas Morgul sudah sejak lama beralih ke dalam kejahatan. Lembah itu sudah menjadi ancaman dan sumber ketakutan ketika Musuh yang terusir masih tinggal di tempat jauh, dan sebagian besar Ithilien masih dalam kekuasaan kami. Seperti kauketahui, kota itu dulu sebuah tempat kuat, gagah, dan indah, Minas Ithil, saudara kembar kota kami. Tapi dia diserobot orang-orang jahat yang dikuasai Musuh pada tahap-tahap awal kekuatannya, dan yang mengembara tak mempunyai rumah dan majikan setelah kejatuhannya. Katanya para penguasa mereka adalah orang-orang Numenor yang jatuh ke dalam kejahatan gelap; pada mereka Musuh memberikan cincin-cincin kekuatan, dan dia sudah melahap mereka: mereka sudah menjadi hantu-hantu hidup, kejam, dan jahat. Setelah kepergiannya, mereka mengambil Minas Ithil dan tinggal di sana, memenuhi tempat itu serta seluruh lembah di sekitarnya dengan pembusukan; kelihatannya tempat itu kosong, tapi sebenarnya tidak demikian, sebab ada ketakutan tanpa bentuk hidup di tengah reruntuhan dindingnya. Ada sembilan penguasa di sana, dan setelah mereka kembali ke majikan mereka, yang mereka bantu dan persiapkan secara rahasia, mereka menjadi kuat kembali. Lalu Sembilan Penunggang muncul dari gerbang kengerian, dan kami tak bisa menahan mereka. Jangan dekati benteng mereka. Kau akan terlihat oleh mata-mata. Tempat itu penuh kekejian yang tak pernah tidur, dan mata yang tidak berkelopak. Jangan pergi ke arah sana!"
"Tapi ke arah mana lagi kau akan menunjukkan jalan padaku?" kata Frodo. "Katamu kau sendiri tak bisa menuntunku ke pegunungan, tidak juga untuk melewatinya. Tapi melewati pegunungan aku harus pergi, demi menunaikan perintah Dewan Penasihat, untuk mencari jalan atau tewas dalam pencarian. Dan kalau aku kembali, menolak meneruskan sampai akhir, ke mana aku akan pergi di antara Peri maupun Manusia? Apakah kau ingin aku pergi ke Gondor dengan Benda ini, Benda yang membuat kakakmu gila karena hasratnya? Sihir apa yang akan diteliarkannya di Minas Tirith? Akankah ada dua kota Minas Morgul, saling menyeringai dari seberang daratan yang penuh kebusukan?"
"Aku tak ingin seperti itu," kata Faramir.
"Kalau begitu, kau ingin aku melakukan apa?"
"Aku tidak tahu. Hanya saja aku tak ingin kau pergi menyongsong kematian atau siksaan. Dan menurutku Mithrandir takkan memilih jalan yang ini."
"Tapi karena dia sudah pergi, aku terpaksa mengambil jalanku sendiri. Dan aku tak punya banyak waktu untuk mencari," kata Frodo.
"Sungguh berat tugas ini, dan tanpa harapan," kata Faramir. "Tapi setidaknya camkan peringatanku: waspadalah terhadap Smeagol ini. Dia sudah pernah membunuh. Bisa kubaca itu dalam dirinya." ia mengeluh.
"Well, sekarang kita mesti berpisah, Frodo putra Drogo. Kau tidak membutuhkan kata-kata lembut: aku tak berharap bertemu lagi denganmu suatu saat di bawah sinar Matahari. Tapi pergilah bersama restuku, untukmu dan semua anak buahmu. Istirahatlah sebentar sementara makanan untukmu disiapkan."
"Aku ingin sekali tahu, bagaimana sampai Smeagol yang merangkak ini bisa memiliki Benda yang kita bicarakan itu, dan bagaimana dia kehilangan Benda itu, tapi aku takkan menanyakannya sekarang. Kalau ternyata kau kembali ke negeri makhluk hidup suatu saat nanti, dan kita menceritakan kembali kisah-kisah kita, sambil duduk di tembok di bawah sinar matahari, menertawakan kesedihan lama, saat itulah kau akan menceritakannya padaku. Untuk saat ini, hingga masa yang tak bisa diramalkan oleh Batu Penglihatan dari Numenor, selamat berpisah!" Ia bangkit berdiri dan membungkuk rendah pada Frodo, lalu menyibakkan tirai dan keluar ke gua.

BERSAMBUNG KE BAB 7/10 >>> 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
Blogger Templates