Social Icons

Pages

(J.R.R. TOLKIEN) THE LORD OF THE RING 2: DUA MENARA BUKU 4 BAB 4/10 BUMBU MASAK DAN KELINCI REBUS

<<< SEBELUMNYA

Selama cahaya siang masih tersisa beberapa jam, mereka beristirahat, pindah ke tempat teduh ketika matahari bergerak, sampai akhirnya bayang-bayang di pinggiran barat lembah mereka memanjang, dan kegelapan memenuhi seluruh cekungan. Gollum tidak makan apa pun, tapi ia menerima air dengan senang hati.
"Nanti kita akan dapat lebih banyak," katanya sambil menjilat bibirnya. "Air bagus mengalir di sungai yang menuju Sungai Besar, air bagus di daratan yang kita tuju. Smeagol akan dapat makanan juga di sana, mungkin. Dia lapar sekali, ya, gollum!" ia meletakkan kedua tangannya yang lebar dan datar di atas perutnya yang mengerut, cahaya hijau pucat muncul di matanya.

Ketika akhirnya mereka berangkat, senja sudah larut, merayap melewati pinggiran barat lembah, dan memudar seperti hantu ke dalam daratan hancur di perbatasan jalan. Masih tiga malam sebelum purnama, tapi ia baru memanj at ke atas pegunungan saat hampir tengah malam, dan malam yang masih muda itu sangat gelap. Cahaya tunggal merah menyala tinggi di Menara-Menara Gigi, tapi selain itu tidak terlihat atau terdengar tanda-tanda penjagaan terus-menerus di Morannon.
Selama bermil-mil mata merah itu seakan-akan menatap mereka ketika mereka pergi, terhuyung-huyung melewati daratan gersang berbatu.
Mereka tidak berani mengambil jalan utama, tapi membiarkannya tetap di sebelah kiri mereka, mengikuti garisnya sebaik mungkin pada jarak tertentu. Akhirnya, ketika malam sudah larut dan mereka sudah letih, karena mereka hanya berhenti sebentar untuk istirahat, mata itu meredup menjadi titik kecil menyala, kemudian lenyap: mereka sudah mengitari pundak utara yang gelap dari pegunungan yang lebih rendah, dan sedang menuju selatan.
Dengan hati agak ringan, mereka beristirahat lagi, tapi tidak lama. Bagi Gollum, mereka masih kurang cepat. Menurut perhitungannya, jaraknya sekitar tiga puluh league dari Morannon ke persimpangan di atas Osgiliath, dan ia berharap menyelesaikan jarak itu dalam empat perjalanan. Jadi, mereka segera berjuang maju lagi, sampai fajar mulai menyebar perlahan dalam kekosongan kelabu yang luas. Saat itu mereka sudah berjalan hampir delapan league, dan kedua hobbit sudah tak bisa berjalan lebh jauh lagi, meski seandainya mereka berani.
Cahaya yang semakin merebak menampakkan sebuah daratan yang tidak begitu gersang dan hancur. Pegunungan masih menjulang mengancam di sebelah kiri mereka, tapi pada jarak yang lebih dekat mereka bisa melihat jalan ke selatan, sekarang menjauh dari akar-akar hitam bukit-bukit dan condong ke barat. Di luarnya ada lereng-lereng yang ditutupi pepohonan muram seperti awan-awan gelap, tapi di sekitar mereka ada padang rumput liar yang berantakan, ditumbuhi ling, broom, cornel, dan semak-semak lain yang tidak mereka kenal. Di sana-sini mereka melihat gerombolan-gerombolan pohon pinus tinggi. Semangat para hobbit agak meningkat, meski mereka letih: udara di sini sejuk dan wangi, mengingatkan mereka pada dataran tinggi di Wilayah Utara nun jauh di sana. Rasanya menyenangkan berada di sini, berjalan di daratan yang baru beberapa tahun berada di bawah kekuasaan Penguasa Kegelapan, dan belum seluruhnya hancur membusuk. Tapi mereka tidak lupa bahaya yang mengancam, maupun Gerbang Hitam yang masih terlalu dekat, meski tersembunyi di balik ketinggian yang muram.
Mereka mencari-cari tempat berlindung dari si mata jahat, selagi hari masih terang.
Hari itu lewat dengan tidak nyaman. Mereka berbaring jauh di dalam semak heather dan menghitung jam jam yang berlalu lamban, yang tampaknya hanya membawa sedikit perubahan; mereka masih berada di bawah bayangan Ephel Duath, matahari terselubung tersembunyi.
Kadang-kadang Frodo tidur, lelap dan damai, entah karena ia mempercayai Gollum atau terlalu letih untuk mengkhawatirkannya; tapi Sam hanya bisa tidur sebentar-sebentar, meski Gollum sendiri tidur lelap, menggeliat dan berkedut dalam mimpinya yang rahasia. Mungkin rasa laparlah yang membuatnya tetap waspada, melebihi kecurigaan ia sudah mulai merindukan makanan lezat di rumah. Makanan panas dari panci.
Ketika daratan memudar menjadi kelabu tak berbentuk saat malam tiba, mereka berangkat lagi. Tak lama kemudian, Gollum menuntun mereka melewati jalan yang menuju selatan; setelah itu mereka berjalan lebih cepat, meski bahayanya lebih besar. Telinga mereka waspada menunggu bunyi kaki kuda atau kaki manusia di jalan di depan, atau mengikuti mereka dari belakang; tapi malam lewat, dan mereka tidak mendengar bunyi pejalan kaki maupun penunggang kuda.
Jalan itu dibuat di masa yang sudah lama berlalu. Untuk sekitar tiga puluh mil di bawah Morannon, jalan itu baru-baru ini diperbaiki, tapi semakin ke selatan, batas-batasnya semakin dipenuhi belantara. Hasil karya Manusia zaman dulu masih tampak dalam bentangannya yang lurus dan pasti, serta kerataannya: sesekali jalan itu memotong lereng bukit, atau melompati sungai di atas lengkungan lebar yang indah, yang terbuat dari bangunan batu yang tahan lama; tapi akhirnya semua karya bangunan batu memudar, kecuali beberapa tiang hancur di sana-sini, mengintip keluar dari semak di pinggir, atau batu ubin lama yang masih bersembunyi di tengah rumput liar dan lumut. Heather, pepohonan, dan pakis merayap ke bawah dan menggantung dari atas tebing-tebing, atau bertebaran di permukaan. Akhirnya jalan itu mengecil menjadi jalan kereta pedalaman yang jarang digunakan, tapi tidak berbelok-belok: ia tetap pada arahnya sendiri yang pasti, dan
menuntun mereka melalui jalan tercepat.
Dengan begitu, mereka masuk ke wilayah perbatasan utara dari negeri yang dulu dinamakan Ithilien oleh Manusia, negeri indah dengan hutan mendaki dan sungai-sungai deras. Malam semakin indah di bawah bintang dan bulan, dan kedua hobbit merasa keharuman udara semakin bertambah ketika mereka maju semakin jauh; Gollum rupanya juga memperhatikan-kentara dari dengusan dan gerutuannya dan tidak menyukainya. Ketika tanda-tanda pertama pagi hari muncul, mereka berhenti lagi. Mereka sudah sampai di ujung sebuah alur panjang, dalam dan bersisi curam di tengah, di mana jalan itu membentang melalui pundak bukit berbatu. Sekarang mereka memanjat naik ke tebing sebelah barat dan memandang ke seberang.
Pagi hari merebak di langit, dan mereka melihat pegunungan sudah tampak lebih jauh, mundur ke arah timur dalam tikungan panjang yang lenyap di kejauhan. Di depan mereka, saat mereka membelok ke barat, lereng-lereng landai turun ke dalam kekaburan jauh di bawah. Di sekitar mereka ada hutan-hutan kecil yang terdiri atas pepohonan berdamar, cemara dan cedar dan cypress, dan jenis-jenis lain yang tidak dikenal di Shire, dengan lapangan luas di tengah-tengahnya; di mana-mana banyak sekali tanaman obat dan semak-semak harum. Perjalanan panjang dari Rivendell sudah membawa mereka ke selatan, jauh dari negeri mereka sendiri, tapi baru sekarang, di wilayah yang agak terlindung ini, mereka merasakan perubahan iklim. Di sini Musim Semi sudah sibuk di sekeliling mereka: pakis-pakis menembus lumut dan jamur, pohon larch berjari hijau, bunga-bunga kecil mekar di tanah berumput, burung-burung bernyanyi. Ithilien, kebun Gondor yang sekarang kosong, masih mempertahankan kecantikan peri hutan yang kusut.
Ke selatan dan ke barat ia menghadap lembah-lembah Anduin yang lebih rendah dan hangat, terlindung dari timur oleh Ephel Duath, tapi belum berada di bawah bayangan pegunungan, terlindung dari utara oleh Emyn Mull, terbuka ke udara selatan dan angin lembap dari Samudra jauh. Banyak pohon besar tumbuh di sana, sudah lama ditanam di sana, menjadi tua tanpa perawatan di tengah pohon-pohon lebih muda yang tumbuh tidak teratur; semak belukar tamarisk dan terebinth yang berbau tajam, zaitun dan bay; juga ada juniper dan myrtle; dan thyme yang tumbuh di semak-semak, atau batang-batang yang keras menjalar melapisi batu-batu tersembunyi dengan permadani tebal; bermacam-macam sage yang berbunga-bunga biru, atau merah, atau hijau pucat; marjoram serta parsley yang baru bertunas, dan banyak tanaman obat berbentuk dan berbau wangi di luar perbendaharaan kebun Sam. Gua-gua dan tembok berbatu sudah dihiasi oleh saxifrage dan stonecrop. Primerole dan anemone sudah bangun di semak-semak filbert; dan asphodel serta bunga lili menganggukkan kepala mereka yang setengah terbuka di tengah rumput: rumput tebal hijau di tepi kolam-kolam, di mana sungai-sungai berhenti di cekungan sejuk dalam perjalanan mereka ke Anduin.
Para pengembara membelakangi jalan dan pergi menuruni bukit. Sementara mereka berjalan, menyerempet semak dan tanaman obat, bau wangi tercium di sekitar mereka. Gollum batuk dan muntah-muntah, tapi kedua hobbit menarik napas dalam. Tiba-tiba Sam tertawa, karena gembira, bukan karena berolok-olok. Mereka mengikuti aliran sungai yang mengalir deras di depan mereka. Tak lama kemudian, mereka sampai di sebuah telaga kecil yang jernih di lembah dangkal letaknya di tengah reruntuhan kolam batu kuno yang sudah hancur, dengan pinggiran berukir hampir sepenuhnya tertutup lumut dan semak mawar; bunga iris sword berdiri berjajar di sekelilingnya, dan daun-daun lili air mengambang di permukaannya yang berombak lembut; telaga itu dalam dan segar, dan air meluap dengan lembut dari atas bibir batu di ujungnya.
Di sini mereka membasuh diri dan minum sepuasnya di aliran air yang masuk. Kemudian mereka mencari tempat istirahat dan tempat bersembunyi; karena daratan ini, yang raasih kelihatan indah, bagaimanapun merupakan wilayah Musuh. Mereka belum pergi jauh dari jalan, tapi dalam jarak sependek itu mereka sudah menyaksikan luka-luka peperangan zaman lampau, dan luka-luka lebih baru yang dibuat para Orc dan anak buah lain sang Penguasa Kegelapan: sebuah sumur penuh kotoran dan sampah yang tidak bertutup; pohon-pohon di tebang sembarangan dan dibiarkan mati, dengan lambang-lambang jahat atau lambang Mata diukir dengan sapuan kasar pada kulit kayunya.
Sam, yang merangkak di bawah air yang jatuh dari telaga, sambil menciumi dan meraba tanaman-tanaman dan pohon-pohon yang tidak dikenalnya, dan sejenak lupa pada Mordor, tiba-tiba teringat bahaya yang selalu mengancam mereka. Ia menemukan sebuah lingkaran yang masih hangus karena api, di tengahnya ia melihat setumpuk tulang dan tengkorak hangus dan hancur. Belantara yang tumbuh cepat, dengan briar dan eglantine dan clematis yang merayap sudah mulai membentuk selubung menutupi tempat pesta pora dan penyembelihan mengerikan itu; tapi itu bukan peninggalan masa yang sudah lama lewat. Sam kembali bergabung dengan kawan-kawannya, tapi tidak mengatakan apa pun: tulang-belulang itu sebaiknya dibiarkan dalam kedamaian, jangan sampai dicakar dan digali oleh Gollum.
"Ayo kita cari tempat untuk berbaring," katanya. "Jangan lebih ke bawah. Lebih ke atas bagiku lebih cocok."
Sedikit melewati telaga, mereka menemukan tumpukan daun pakis tebal dan cokelat, sisa tahun lalu. Di luarnya ada belukar pepohonan bay berdaun gelap yang mendaki sebuah tebing curam bermahkotakan pohon-pohon cedar tua. Di sini mereka memutuskan beristirahat dan melewatkan hari itu, yang tampaknya akan cerah dan panas. Hari yang bagus bagi mereka untuk berjalan-jalan menyusuri semak-semak dan lapangan Ithilien; tapi, meski Orc takut pada sinar matahari, terlalu banyak tempat untuk mereka bersembunyi dan mengawasi; dan mata jahat lain juga berkeliaran: Sauron punya banyak sekali anak buah. Gollum, setidaknya, tak mau bergerak di bawah tatapan Wajah Kuning.
Tak lama lagi matahari akan mengintip dari atas punggung-punggung Ephel Dnath, dan ia akan pingsan dan gemetaran dalam cahaya dan panasnya.
Sam memikirkan dengan serius tentang makanan ketika mereka berjalan. Kini, setelah keputusasaan tentang Gerbang yang tak bisa dilalui sudah lenyap, ia tidak seperti majikannya, yang tidak memikirkan persediaan makanan mereka setelah tugas ini berakhir; bagaimanapun, tampaknya lebih bijak menyimpan roti dari kaum Peri untuk masa-masa yang lebih sulit di depan. Enam hari atau lebih sudah berlalu sejak ia menghitung mereka hanya mempunyai sedikit persediaan untuk tiga minggu.
"Kami beruntung kalau bisa mencapai Api dalam waktu tiga minggu!" pikirnya. "Dan kami mungkin ingin pulang kembali. Mungkin!" Di samping itu, pada akhir perjalanan panjang, setelah mandi dan minum, ia malah merasa lebih lapar daripada biasanya. Makan malam, atau sarapan, di dekat api di dapur di Bagshot Row, itulah yang diinginkannya. Suatu gagasan muncul, dan ia berbicara pada Gollum. Gollum baru saja menyelinap pergi sendirian, dan sedang merangkak dengan keempat anggota tubuhnya, melewati pakis.
"Hai! Gollum!" kata Sam. "Ke mana kau pergi? Berburu? Well, begini, pemburu tua, kau tidak suka makanan kami, dan aku juga tidak menolak perubahan. Moto-mu yang baru kan: selalu siap membantu. Bisakah kau menemukan sesuatu untuk hobbit yang lapar?"
"Ya, mungkin, ya," kata Gollum. "Smeagol selalu membantu, kalau mereka minta kalau mereka minta dengan manisss."
"Betul!" kata Sam. "Aku minta. Dan kalau itu belum cukup manisss, aku memohon."
Gollum menghilang. Ia pergi beberapa lama. Setelah makan beberapa suap lembas, Frodo berbaring di tumpukan pakis dan tidur. Sam memandangnya. Cahaya pagi baru saja merangkak masuk ke bayangan di bawah pepohonan, tapi ia melihat jelas wajah majikannya, juga tangannya yang menggeletak diam di tanah di sampingnya. Mendadak ia teringat ketika Frodo berbaring tidur di rumah Elrond, setelah terluka parah. Saat itu, ketika menjaganya, Sam memperhatikan bahwa pada saat-saat tertentu ada cahaya yang bersinar redup dari dalam tubuh Frodo; tapi kini cahaya itu semakin terang dan kuat. Wajah Frodo damai, bekas-bekas ketakutan dan kesusahan sudah hilang; tapi ia tampak tua, tua dan elok, seolah pahatan tahun-tahun yang membentuknya sekarang tersingkap dalam banyak garis halus yang sebelumnya tersembunyi, meski identitas wajahnya tidak berubah. Tapi bukan itu yang ada dalam pikiran Sam Gamgee. Ia menggelengkan kepala, seolah merasa percuma mewujudkan pikirannya dalam kata-kata. Ia hanya bergumam, "Aku sayang sekali padanya. Dia memang seperti itu, dan kadang-kadang cahaya itu menembus keluar, entah bagaimana. Tapi aku sayang padanya, seperti apa pun keadaannya." Gollum kembali dengan diam-diam, dan mengintip dari atas bahu Sam. Setelah memandang Frodo, ia memejamkan mata dan merangkak pergi tanpa suara. Sam mendatanginya beberapa waktu kemudian, dan menemukan Gollum sedang mengunyah dan menggerutu sendiri. Di sebelahnya ada dua ekor kelinci kecil yang ia tatap dengan rakus.
"Smeagol selalu membantu," katanya. "Dia sudah membawa kelinci, kelinci enak. Tapi Master sudah tidur, dan mungkin Sam juga mau tidur. Tidak mau kelinci sekarang? Smeagol ingin membantu, tapi tak bisa menangkap semuanya dengan cepat." Tapi ternyata Sam tidak keberatan sama sekali dengan kelinci. Setidaknya pada kelinci yang dimasak. Semua hobbit tentu saja bisa masak, karena mereka lebih dulu mempelajari seni memasak sebelum belajar pengetahuan (yang tidak tercapai oleh kebanyakan hobbit); dan Sam juru masak yang hebat, bahkan menurut ukuran kaum hobbit. Ia sudah sering masak selama perjalanan mereka, bila ada kesempatan. Ia masih membawa peralatan memasak di ranselnya: kotak korek api kecil, dua panci dangkal, yang kecil masuk ke yang lebih besar; di dalamnya ada sendok kayu, garpu pendek bergigi dua, dan beberapa tusuk daging; dan tersembunyi di dasar ranselnya adalah sebuah kotak kayu datar berisi harta yang sudah sangat berkurang sedikit garam. Tapi ia butuh api, dan beberapa hal lainnya. Ia berpikir sebentar, lalu mengeluarkan pisaunya, membersihkan dan mengasahnya, dan mulai membumbui kelinci-kelinci itu. Ia tidak akan meninggalkan Frodo sendirian dalam keadaan tidur, meski hanya beberapa menit.
"Nah, Gollum," katanya, "aku punya tugas lain untukmu. Pergi dan isi panci-panci ini dengan air, dan bawa kembali!"
"Smeagol akan ambil air, ya," kata Gollum. "Tapi hobbit mau pakai air itu untuk apa? Dia sudah minum, dia sudah mandi."
"Jangan pikirkan," kata Sam. "Kalau kau tidak bisa menebak, kau akan segera tahu. Dan semakin cepat kau mengambil air, semakin cepat kau akan tahu. Jangan merusak salah satu panciku, atau kau kuiris-iris menjadi daging cincang." Sementara Gollum pergi, Sam memandang Frodo lagi. Ia masih tidur tenang, tapi kini Sam terkesan oleh kekurusan wajah dan tangannya.
"Dia terlalu kurus dan letih," gerutu Sam. "Tidak baik untuk seorang hobbit. Kalau kelinci ini sudah matang, aku akan membangunkannya." Sam mengumpulkan setumpuk pakis paling kering, lalu merangkak mendaki tebing untuk mengumpulkan seikat ranting dan kayu patah; dahan pohon cedar yang jatuh di puncak tebing memberinya persediaan bahan bakar cukup. Ia memotong beberapa rumput kering di kaki tebing, persis di luar tanah yang ditumbuhi pakis, lalu membuat sebuah lubang kecil dan meletakkan bahan bakarnya di dalamnya. Dengan cekatan ia membuat api kecil dengan korek api dan bahan bakar tersebut. Api itu hampir tidak berasap, tapi mengeluarkan bau harum. Ia baru saja membungkuk di atas apinya, melindunginya dan membesarkannya dengan kayu yang lebih berat, ketika Gollum kembali, membawa kedua panci dengan hati-hati dan menggerutu sendirian.
la meletakkan panci-panci, kemudian tiba-tiba melihat apa yang sedang dilakukan Sam. ia mengeluarkan jeritan tajam mendesis, dan tampak ketakutan serta marah. "Aah! Sss jangan!" teriaknya. "Tidak! Hobbit bodoh, tolol, ya tolol! Jangan lakukan itu!"
"Jangan lakukan apa?" tanya Sam kaget.
"Jangan bikin lidah merah jahat," desis Gollum. "Api, api! Itu berbahaya, ya berbahaya. Membakar, membunuh. Dan akan mengundang musuh, ya benar."
"Kukira tidak," kata Sam. "Menurutku tidak berbahaya, asal api ini tidak dibasahi dan ditutupi. Tapi kalau mati, ya keluar asap. Pokoknya aku akan mengambil risiko. Aku akan merebus kelinci ini."
"Merebus kelinci!" jerit Gollum dengan kaget. "Merusak daging bagus yang Smeagol simpan untukmu, Smeagol malang yang lapar! Untuk apa? Untuk apa, hobbit bodoh? Kelinci itu muda, empuk; enak. Makan, makan!" ia mencakar kelinci yang paling dekat, sudah dikuliti dan menggeletak dekat api.
"Nah, nah!" kata Sam. "Masing-masing orang punya selera sendiri. Roti kami membuatmu tercekik, dan aku tidak doyan kelinci mentah.
Kalau kauberikan aku kelinci, kelinci itu milikku, boleh kumasak semauku. Dan aku mau begitu. Kau tidak perlu memperhatikan aku. Pergi dan tangkap yang lain, makanlah dengan cara yang kau sukai di tempat tersendiri dan di luar pandanganku. Jadi, kau tidak akan melihat api, dan aku tidak melihatmu, dan kita berdua akan lebih gembira. Aku akan mengawasi api ini agar tidak berasap, kalau itu membuatmu terhibur." Gollum pergi sambil menggerutu, dan merangkak masuk ke gerombolan pakis. Sam sibuk dengan panci-pancinya. "Yang dibutuhkan hobbit dengan kelinci," katanya pada dirinya sendiri, "adalah beberapa bumbu dan akar-akar, terutama kentang-apalagi roti. Bumbu bukan masalah, tampaknya."
"Gollum!" ia memanggil pelan. "Tiga kali membantu, utangmu lunas. Aku perlu sedikit bumbu." Gollum mengintip keluar dari antara tanaman pakis, tapi tatapannya tidak kelihatan ingin membantu ataupun ramah. "Beberapa daun bay, sedikit thyme dan sage, itu cukup sebelum airnya mendidih," kata Sam.
"Tidak!" kata Gollum. "Smeagol tidak senang. Dan Smeagol tidak suka daun-daun berbau. Dia tidak makan rumput atau akar-akar, tidak, sayangku, kecuali dia hampir mati atau sakit parah, Smeagol malang."
"Smeagol akan benar-benar mendapat kesulitan, kalau air ini sudah mendidih, kalau dia tidak melakukan apa yang diminta," geram Sam.
"Sam akan memasukkan kepalanya ke dalam air, ya sayangku. Dan aku akan menyuruhnya mencari lobak cina dan wortel, juga tater, kalau sedang musimnya. Aku yakin berbagai tanaman bagus tumbuh liar di daratan ini. Aku rela memberi banyak demi setengah lusin tater."
"Smeagol tidak mau pergi, Oh tidak, sayangku, kali ini tidak," desis Gollum. "Dia takut dan sangat letih, dan hobbit ini tidak manis, sama sekali tidak manis. Smeagol tidak mau mencongkel akar-akar dan wortel dan tater. Apa itu tater, sayangku, apa itu tater?"
"Kentang," kata Sam. "Kesukaan Gaffer, dan pemberat bagus yang langka untuk perut kosong. Tapi kau tidak akan menemukan kentang, jadi kau tidak perlu mencarinya. Tapi berbaik hatilah, Smeagol, ambilkan bumbu-bumbu itu, dan pandanganku tentangmu akan lebih baik.
Apalagi kalau kau membuka lembaran baru; dan menjaga lembaranmu tetap bersih, aku akan memasakkanmu kentang suatu saat nanti. Ya, akan kulakukan: ikan goreng dan keripik, dihidangkan oleh Sam Gamgee. Kau tak bisa menolak itu."
"Ya, ya, kita bisa menolaknya. Merusak ikan enak, membuatnya gosong. Beri aku ikan sekarang, dan simpan keripik busukmu!"
"Ah, kau benar-benar payah," kata Sam. "Tidur saja sana!"
Akhirnya Sam terpaksa mencari sendiri apa yang diinginkannya; tapi ia tak perlu pergi jauh, tidak sampai keluar dari lingkup pandang tempat majikannya masih berbaring tidur. Untuk beberapa saat Sam duduk melamun, menjaga api sampai airnya mendidih. Cahaya pagi semakin terang dan hawa semakin panas; embun lenyap dari tanah berumput dan dedaunan. Tak lama kemudian, kelinci-kelinci yang sudah dipotongpotong, mendidih perlahan-lahan di dalam panci, bersama bumbu yang diikat. Sam hampir tertidur ketika waktu berlalu. Ia membiarkan kelinci masak selama hampir satu jam, sesekali menusuknya dengan garpu, dan mencicipi kaldunya.
Ketika menganggap semua sudah matang, ia mengangkat panci dari atas api, dan merangkak menghampiri Frodo. Frodo setengah membuka mata ketika Sam berdiri di sampingnya, kemudian ia terbangun dari mimpi: satu lagi mimpi lembut yang damai, yang tak mungkin diingat kembali.
"Halo, Sam!" katanya. "Tidak istirahat? Apakah ada masalah? Jam berapa sekarang?"
"Sekitar beberapa jam setelah fajar," kata Sam, "dan hampir jam setengah sembilan menurut jam di Shire, mungkin. Tapi tidak ada masalah.
Meski bukan keadaan yang bisa kusebut benar: tidak ada persediaan, tidak ada bawang, tidak ada kentang. Aku punya sedikit rebusan untukmu, dan sedikit kaldu, Mr. Frodo. baik untukmu. Kau harus memakannya dalam cangkirmu; atau langsung dari panci, kalau sudah agak dingin. Aku tidak bawa mangkuk, atau yang lain yang pantas." Frodo menguap dan meregangkan badannya. "Seharusnya kau istirahat, Sam," katanya. "Lagi pula, berbahaya menyalakan api di wilayah ini.
Tapi aku memang lapar. Hmmm! Apakah aku bisa menciumnya dari sini? Apa yang kaurebus?"
"Pemberian Smeagol," kata Sam, "sepasang kelinci muda; kurasa sekarang Gollum menyesal. Tapi tak ada yang bisa disantap dengan kelinci ini, kecuali beberapa bumbu."
Sam dan majikannya duduk dalam kerumunan pakis dan makan rebusan dari panci, berbagi garpu dan sendok tua. Mereka menjatahkan diri masing-masing setengah potong roti pemberian kaum Peri. Rasanya seperti pesta.
"Hull! Gollum!" Sam memanggil dan bersiul pelan. "Ayo! Masih ada waktu untuk berubah pikiran. Masih ada sisa, kalau kau mau mencoba kelinci rebus." Tak ada jawaban.
"Oh, ya sudah, kurasa dia pergi mencari makanan untuk dirinya sendiri. Kita habiskan ini," kata Sam.
"Setelah itu, kau harus tidur dulu," kata Frodo.
"Jangan tidur sementara aku mengantuk, Mr. Frodo. Aku tidak terlalu mempercayainya. Masih banyak bagian Stinker Gollum yang jahat, maksudku dalam dirinya, dan sudah mulai menguat lagi. Meski kupikir dia akan mencoba mencekikku lebih dulu. Kami tidak bersahabat, dan dia tidak suka pada Sam, oh tidak, sayangku, sama sekali tak suka."
Mereka selesai makan, dan Sam pergi ke sungai untuk mencuci peralatannya. Ketika bangkit berdiri untuk kembali, ia menoleh ke atas lereng. Ia melihat matahari muncul ke atas bau busuk, atau kabut, atau bayangan gelap, atau apa pun itu, yang selalu menggantung di sebelah timur, dan mengirimkan berkas sinarnya yang keemasan ke atas pepohonan dan lapangan sekitarnya. Lalu ia memperhatikan sebuah spiral tipis asap kelabu-biru, jelas terlihat ketika menangkap cahaya matahari, naik dari semak di atasnya. Dengan kaget ia menyadari itu asap dari api masaknya yang kecil, yang lupa dipadamkannya.
"Itu tidak baik! Aku tak mengira akan kelihatan seperti itu!" ia menggerutu, dan mulai berlari kembali. Mendadak ia berhenti dan mendengarkan. Bunyi siulankah itu? Atau bukan? Atau panggilan seekor burung asing? Kalau itu siulan, datangnya bukan dari arah Frodo.
Nah, itu siulan lagi dari tempat lain! Sam mulai berlari sebisa mungkin, mendaki bukit.
la menemukan sebuah kayu kecil menyala, yang terbakar sampai ke ujungnya, dan telah menyulutkan api ke beberapa pakis. Pakis yang berkobar membuat tanah berumput berasap. Lekas-lekas ia menginjak-injak api yang tersisa, menyebarkan abunya, dan menempatkan tanah berumput di atas lubangnya. Lalu ia merangkak kembali ke Frodo.
"Kau mendengar siulan, dan balasannya?" tanyanya. "Beberapa menit yang lalu. Kuharap hanya burung, tapi bunyinya tidak seperti itu: lebih seperti orang meniru siulan burung, kukira. Dan aku khawatir apiku berasap. Bisa timbul kesulitan, dan aku tidak akan pernah memaafkan diriku sendiri. Dan mungkin juga tidak akan punya kesempatan untuk itu!"
"Hus!" bisik Frodo. "Rasanya aku mendengar suara-suara."
Kedua hobbit mengikat ransel mereka yang kecil, memasangnya agar siap lari, kemudian merangkak lebih jauh ke dalam gerombolan pakis.
Di sana mereka berjongkok mendengarkan.
Kini suara-suara itu sudah jelas. Mereka berbicara dengan nada rendah.dan sembunyi-sembunyi, tapi mereka dekat, dan semakin mendekat.
Kemudian mendadak satu suara berbicara sangat dekat.
"Di sini! Dari sini asap datang!" katanya. "Pasti dekat sini. Di dalam pakis, pasti. Kita tangkap seperti kelinci dalam jebakan. Lalu kita akan tahu makhluk macam apa itu."
"Ya, dan apa yang diketahuinya!" kata suara kedua.
Segera empat orang datang memasuki pakis dari arah berbeda beda. Karena melarikan diri dan bersembunyi sudah tak mungkin lagi, Frodo dan Sam melompat berdiri, saling memunggungi dan mengeluarkan pedang kecil mereka.
Kalau mereka kaget dengan apa yang mereka lihat, penangkap mereka bahkan lebih kaget lagi. Empat Manusia jangkung berdiri di sana. Dua memegang tombak berujung lebar dan tajam. Dua membawa busur besar, hampir sama tinggi dengan tubuh mereka, dan tempat panah besar penuh panah panjang berbulu hijau. Semua membawa pedang, dan berpakaian hijau dan cokelat dalam berbagai nada warna, seolah hendak menyembunyikan kehadiran mereka di padang-padang Ithilien. Sarung tangan hijau menutupi tangan mereka, wajah mereka berkerudung dan bertopeng hijau, kecuali mata mereka yang tajam cerah. Frodo langsung teringat Boromir, karena Manusia-Manusia ini mirip dia dalam sosok dan sikap, dan gaya bicara mereka.
"Kami tidak menemukan apa yang kami cari," kata salah satu. "Tapi apa yang kami temukan?"
"Bukan Orc," kata yang lain, melepas pangkal pedangnya, yang sudah dipegangnya ketika ia melihat kilauan Sting di tangan Frodo. "Peri?" kata yang ketiga, ragu.
"Bukan! Bukan Peri," kata yang keempat, yang paling jangkung, dan rupanya pemimpin mereka. "Peri tidak mengembara di Ithilien pada zaman ini. Dan Peri sangat elok dipandang, kabarnya begitu."
"Maksudnya kami tidak elok, aku paham," kata Sam. "Terima kasih banyak. Dan kalau kalian sudah selesai memperbincangkan kami, mungkin kalian akan memberitahu kami, siapa kalian, dan mengapa kalian tak bisa membiarkan dua pengembara beristirahat." Orang yang jangkung hijau tertawa. "Aku Faramir, Kapten dari Gondor," katanya. "Tapi di daratan ini tidak ada pengembara: yang ada hanya para pelayan Menara Kegelapan, atau pelayan sang Putih."
"Tapi kami bukan dua-duanya," kata Frodo. "Dan kami memang pelancong, apa pun yang dikatakan Kapten Faramir."
"Kalau begitu, cepatlah ungkapkan siapa dirimu dan apa tugasmu," kata Faramir. "Kami punya pekerjaan, dan ini bukan tempat maupun waktu untuk tebak-tebakan atau berembuk. Ayo! Di mana anggota ketiga rombongan kalian?"
"Yang ketiga?"
"Ya, makhluk yang mengendap-endap, yang kami lihat dengan hidungnya di dalam kolam di bawah sana. Dia kelihatan jahat. Semacam mata-mata keturunan Orc, kuduga, atau pengikut mereka. Tapi dia mengecoh kami dengan tipu muslihat."
"Aku tidak tahu di mana dia," kata Frodo. "Dia hanya kebetulan kami jumpai dalam perjalanan kami, dan aku tidak bertanggung jawab atasnya. Kalau kau menemukannya, amankan dia. Bawalah atau kirim dia pada kami. Dia hanya makhluk malang, tapi untuk sementara aku melindunginya. Kami sendiri adalah Hobbit dari Shire, jauh di Utara dan Barat, di seberang banyak sungai. Frodo putra Drogo namaku, dan bersamaku adalah Samwise putra Hamfast, seorang hobbit mulia yang melayaniku. Kami sudah melakukan perjalanan jauh sekali berangkat dari Rivendell, atau beberapa orang menyebutnya Imladris." Mendengar itu Faramir kaget, dan mulai penuh perhatian. "Kami punya tujuh pendamping: Satu hilang di Moria, yang lain kami tinggalkan di Parth Galen di atas Rauros: dua dari keluargaku; satu Kurcaci juga ada, dan seorang Peri, dan dua Manusia. Mereka adalah Aragorn; dan Boromir, yang mengatakan bahwa dia datang dari Minas Tinith, kota di Selatan."
"Boromir!" keempat orang itu berseru.
"Boromir putra Lord Denethor?" kata Faramir, pandangan aneh dan keras tampak di wajahnya. "Kau berjalan bersamanya? Ini betul-betul berita, kalau benar. Ketahuilah, orang asing kecil, bahwa Boromir putra Denethor adalah Pengawal Tinggi di Menara Putih, dan Kapten Jenderal kami: kami sangat kehilangan dia. Kalau begitu, siapa kau, dan apa urusanmu dengannya? Cepatlah, karena matahari semakin tinggi!"
"Apa kau tahu kata-kata teka-teki yang dibawa Boromir ke Rivendell?" jawab Frodo.
Carilah Pedang yang sudah Patah.
Di Imladris dia berada.
"Aku kenal kata-kata itu," kata Faramir dengan kaget. "Itu salah satu bukti kebenaranmu bahwa kau juga tahu kata-kata itu."
"Aragorn yang tadi kusebut-sebut adalah penyandang Pedang yang sudah Patah," kata Frodo. "Dan kamilah Halfling yang disebut dalam sajak itu."
"Bisa kulihat itu," kata Faramir sambil merenung. "Atau bahwa kemungkinan itu ada. Apa itu Kutukan Isildur?"
"Itu rahasia," jawab Frodo. "Akan dijelaskan pada saatnya."
"Kami perlu tahu lebih banyak tentang ini," kata Faramir, "dan mencari tahu hal apa yang membawamu begitu jauh ke timur, di bawah bayangan itu" ia menunjuk, namun tidak menyebutkan nama. "Tapi tidak sekarang. Kau dalam bahaya, dan kau tak bisa pergi jauh lewat ladang atau jalan hari ini. Akan ada pertempuran keras dekat sini sebelum siang. Lalu kematian, atau pelarian cepat kembali ke Anduin. Aku akan meninggalkan dua orang untuk menjagamu, demi kebaikanmu dan kebaikanku. Di daratan ini, orang bijak tidak mempercayai pertemuan kebetulan di jalan. Setelah aku kembali, aku akan bicara lebih banyak denganmu."
"Selamat berpisah" kata Frodo sambil membungkuk rendah. "Apa pun yang kaupikir, aku adalah sahabat semua musuh dan musuh yang satu.
Kami akan ikut denganmu, kalau kami bisa berharap melayanimu, manusia-manusia yang tampak begitu gagah berani dan kuat, dan seandainya tugasku menyisakan kesempatan. Semoga cahaya menyinari pedang-pedangmu!"
"Kaum Halfling memang bangsa yang sangat sopan," kata Faramir. "Selamat berpisah!"
Kedua hobbit itu duduk lagi, tapi tidak saling mengungkapkan pikiran dan keraguan mereka. Dekat sekali, tepat di bawah bayangan bebercak pepohonan bay yang gelap, dua orang tetap berjaga. Mereka melepaskan topeng mereka sesekali, untuk mendinginkannya, sementara panas siang semakin terik. Frodo melihat mereka orang-orang yang lumayan, berkulit pucat, berambut gelap, dengan mata kelabu serta wajah sedih dan angkuh. Mereka berbicara berdua dengan suara lembut, mula-mula menggunakan Bahasa Umum, tapi dengan gaya zaman kuno, kemudian beralih ke bahasa mereka sendiri. Dengan heran Frodo menyadari bahwa mereka berbicara bahasa Peri, atau bahasa yang hampir sama; dan ia memandang mereka dengan takjub, karena ia jadi tahu bahwa mereka pasti kaum Dunedain dari Selatan, orang-orang keturunan para Penguasa Westernesse.
Setelah beberapa saat, ia mengajak mereka berbicara; tapi mereka lambat dan berhati-hati dalam menjawab. Mereka menyebut diri mereka Mablung dan Damrod, tentara dari Gondor, dan mereka adalah Penjaga Hutan di Ithilien, karena mereka keturunan bangsa yang dulu tinggal di Ithilien, sebelum dijajah. Dan antara orang-orang seperti itulah Lord Denethor memilih para prajuritnya, yang menyeberangi Anduin dengan sembunyi-sembunyi (bagaimana dan di mana, mereka tidak mau mengatakan) untuk mengganggu para Orc dan musuh musuh lain yang berkeliaran antara Ephel Duath dan Sungai.
"Sekitar hampir sepuluh league dari sini ke pantai timur Anduin," kata Mablung, "dan kami jarang pergi sejauh ini. Tapi kami punya tugas
baru dalam perjalanan ini: kami datang untuk menyergap Manusia dari Harad. Terkutuklah mereka!"
"Ya, terkutuklah bangsa Southron!" kata Damrod. "Katanya sejak zaman dulu ada hubungan antara Gondor dan kerajaan-kerajaan Harad di Selatan Jauh; meski tak pernah ada persahabatan. Di masa itu, perbatasan kami ada di selatan, di seberang mulut Anduin. Umbar, wilayah terdekat mereka, mengakui kekuasaan kami. Tapi itu sudah lama berlalu. Sudah banyak masa kehidupan Manusia berlalu sejak ada hubungan di antara kami. Belakangan ini kami dengar Musuh datang kepada mereka, dan mereka menyeberang ke pihak Dia, atau kembali pada Dia mereka selalu siap menaatinya seperti banyak yang lain di Timur. Aku tidak ragu bahwa Gondor sudah mendekati akhir kejayaannya, dan tembok-tembok Minas Tirith akan jatuh, begitu besar kekuatan dan kekejian-Nya."
"Meski begitu, kami tidak duduk diam membiarkan Dia berbuat semaunya," kata Mablung. "Bangsa Southron terkutuk ini sekarang datang berbaris melalui jalan kuno, untuk memperbesar pasukan Menara Kegelapan. Yah, melalui jalan yang justru merupakan hasil karya Gondor.
Dan mereka semakin seenaknya, mengira kekuatan majikan mereka yang baru cukup hebat, sehingga bayangan bukit-bukit-Nya saja sudah melindungi mereka. Kami datang untuk memberi pelajaran. Kami mendapat laporan bahwa mereka datang dengan kekuatan besar, berbaris ke utara. Menurut perhitungan kami, salah satu resimen mereka akan segera lewat menjelang tengah hari-di jalan di atas, di bagian yang melewati celah yang dipahat. Tapi mereka tidak bakal bisa lewat! Tidak, selama Faramir masih menjadi kapten. Dia sekarang memimpin dalam semua petualangan berbahaya. Tapi dia bernasib baik, atau takdir menyelamatkannya untuk tujuan lain."
Pembicaraan mereka berhenti menjadi kesunyian sambil mendengarkan. Semua tampak diam dan waspada. Sam, yang meringkuk di pinggiran gerombolan pakis, mengintip keluar. Dengan mata hobbit-nya yang tajam, ia bisa melihat banyak Manusia di sekitarnya. Ia bisa melihat mereka diam-diam mendaki lereng-lereng, satu-satu atau dalam barisan panjang, selalu bernaung di bawah bayangan semak atau belukar, atau merangkak, hampir tak tampak dalam pakaian hijau-cokelat mereka, melewati rumput dan pakis. Semuanya berkerudung dan bertopeng, memakai sarung tangan, bersenjata seperti Faramir dan pendamping pendampingnya. Tak lama kemudian, mereka semua lewat dan menghilang. Matahari naik sampai mendekati Selatan. Bayangan-bayangan mengerut.
"Aku ingin tahu di mana si Gollum terkutuk itu," pikir Sam ketika merangkak kembali ke dalam bayangan yang lebih gelap. "Bisa-bisa dia dipanggang karena disangka Orc, atau terbakar Wajah Kuning. Tapi mungkin dia bisa menjaga dirinya sendiri." ia berbaring di samping Frodo dan mulai mengantuk.
la bangun, merasa mendengar bunyi terompet ditiup. Ia bangkit duduk. Sekarang sudah tengah hari. Para penjaga berdiri waspada dan tegang di bawah bayangan pohon. Mendadak terompet-terompet berbunyi lebih keras dan jelas sekali dari atas, di puncak lereng. Sam merasa mendengar pekikan dan teriakan liar juga, tapi bunyinya redup, seolah datang dari gua yang jauh. Kemudian terdengar bunyi pertempuran pecah di dekat mereka, persis di atas tempat persembunyian mereka. Ia bisa mendengar dengan jelas denting garutan baja pada baja, pedang pada topi besi, pukulan tumpul mata pedang pada perisai; orang-orang berteriak dan menjerit, dan sebuah suara keras yang jelas meneriakkan Gondor! Gondor!
"Kedengarannya seperti, seratus pandai besi bersama-sama menempa besi," kata Sam pada Frodo. "Mereka sudah terlalu dekat sekarang."
Tapi suara berisik itu semakin mendekat. "Mereka datang!" teriak Damrod. "Lihat! Beberapa kaum Southron sudah lolos dari jebakan dan lari dari jalan. Itu mereka! Orang-orang kami mengejar mereka, dipimpin oleh Kapten." Sam, yang ingin sekali melihat lebih banyak, pergi bergabung dengan para pengawal. Ia mendaki sedikit ke dalam salah satu kerumunan pohon bay yang lebih besar. Untuk beberapa saat, ia melihat sekilas orang-orang berkulit agak gelap, berpakaian merah, berlarian menuruni lereng agak jauh dari sana, dikejar oleh pejuang-pejuang berpakaian hijau yang menumbangkan mereka sementara mereka berlari. Panahpanah memenuhi udara. Tiba-tiba seseorang jatuh langsung dari pinggir tebing tempat mereka berlindung, menerobos pepohonan yang ramping, hampir menimpa mereka. Ia terhenti di gerombolan pakis beberapa meter dari sana, wajah terngkurap, bulu panah hijau mencuat dari lehernya, di bawah kerahnya yang keemasan. Pakaiannya yang merah robek-robek, rompinya yang terbuat dari keping-keping kuningan koyak koyak tergores, sedangkan rambut hitamnya yang dikepang dengan emas basah oleh darah. Tangannya yang cokelat masih memegang pangkal pedang yang patah.
Baru pertama kali itu Sam menyaksikan pertempuran Manusia lawan Manusia, dan ia tidak begitu menyukainya. Ia senang tak bisa melihat wajah orang mati itu. Ia bertanya-tanya, siapa nama orang itu, dari mana asalnya, apakah ia benar-benar jahat, atau kebohongan dan ancaman apa yang membawanya menempuh perjalanan panjang dari kampung halamannya; dan apakah ia tidak lebih suka tetap tinggal di rumah dengan damai semua pikiran itu muncul sekilas, namun segera terusir dari benaknya. Sebab, tepat ketika Mablung berjalan maju ke arah tubuh yang jatuh itu, ada bunyi berisik yang sangat hebat. Teriakan dan jeritan keras. Di tengahnya Sam mendengar embusan atau tiupan terompet melengking nyaring. Kemudian bunyi gedebukan dan tabrakan, seperti pelantak-pelantak besar menghantam lantai.
"Awasi Hati-hati!" teriak Damrod pada kawannya. "Mudah-mudahan Valar bisa membelokkannya! Mumak! Mumak!" Dengan kaget dan ketakutan, tapi juga dengan sukacita, Sam melihat sebuah sosok besar menerobos keluar dari pepohonan, dan datang berlari dengan liar menuruni lereng. Sebesar rumah, jauh lebih besar daripada rumah, di mata Sam, seperti bukit kelabu yang bergerak.
Ketakutan dan kekaguman, mungkin, membuat sosok itu kelihatan lebih besar di mata sang hobbit, tapi Mumak dari Harad memang hewan yang sangat besar, dan binatang sejenisnya sekarang tak ada lagi di Dunia Tengah; saudara-saudaranya yang masih hidup di masa kemudian tak bisa menandingi ukuran dan kebesarannya. Ia melaju terus, langsung menuju para penonton, kemudian membelok tepat pada waktunya, melewati mereka pada jarak hanya beberapa meter, menggetarkan tanah di bawah kakinya: kakinya sebesar pohon, telinganya besar seperti layar mengembang, moncongnya panjang seperti ular besar yang siap mematuk, matanya yang kecil merah mengamuk. Taringnya yang mencuat ke atas seperti tanduk, diikat pita-pita emas dan bercucuran darah. Pakaiannya yang berwarna merah dan emas sudah sobek-sobek dan berkibaran liar. Di punggung mereka ada reruntuhan seperti menara perang, terbanting ketika ia melaju garang melalui hutan; dan tinggi di atas lehernya ada sebuah sosok kecil berpegangan erat tubuh seorang pejuang besar, raksasa di antara kaum Swerting.
Hewan besar itu melaju terus, menabrak kolam dan semak belukar dalam kemarahannya yang membabi-buta. Panah-panah melompat berdesing tanpa melukainya di sekitar kulit panggulnya yang berlapis tiga. Orang-orang dari kedua belah pihak melarikan diri dari depannya, tapi banyak yang terkejar dan terinjak. Tak lama kemudian, ia sudah menghilang dari pandangan, masih meraung-raung dan berlari mengentakkan kaki. Apa yang terjadi dengannya Sam tak pernah tahu: entah ia lolos dan mengembara di belantara untuk sementara, sampai tewas jauh dari rumahnya, atau terjebak dalam lubang dalam; ataukah ia mengamuk terus sampai terjun masuk ke Sungai Besar dan tenggelam.
Sam menarik napas panjang. "Itu Oliphaunt!" katanya. "Jadi, memang ada Oliphaunt dan aku sudah melihatnya. Pengalaman hebat! Tapi di rumah takkan ada yang percaya padaku. Well, kalau semua sudah selesai, aku ingin tidur dulu."
"Tidurlah selagi masih sempat," kata Mablung. "Tapi Kapten akan kembali, kalau dia tidak terluka; dan kalau dia sudah datang, kami akan segera berangkat. Kami akan dikejar begitu berita tentang perbuatan kami sampai ke telinga Musuh, dan itu tidak akan lama lagi."
"Pergilah diam-diam kalau perlu!" kata Sam. "Tak usah mengganggu tidurku. Aku sudah berjalan terus sepanjang malam." Mablung tertawa. "Kurasa Kapten tidak akan meninggalkanmu di sini, Master Samwise," katanya. "Tapi kaulihat sajalah nanti."
BERSAMBUNG KE BAB 5/10 >>> 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
Blogger Templates