Social Icons

Pages

(J.R.R. TOLKIEN) THE LORD OF THE RING 2: DUA MENARA BUKU 3 BAB 10/11 SUARA SARUMAN

<<< SEBELUMNYA
Mereka melewati terowongan yang sudah hancur dan berdiri di atas timbunan batu, memandang karang gelap Orthanc dan jendelanya yang banyak, yang masih merupakan ancaman di tengah kegersangan sekitarnya. Sekarang hampir seluruh air sudah surut. Di sana-sini beberapa genangan air masih ada, tertutup sampah dan puing-puing, tapi sebagian besar lingkaran luas itu sudah terbuka lagi, sebuah belantara lumpur dan batu jatuh, berlubang-lubang gelap, penuh bertebaran dengan tiang-tiang dan tonggak-tonggak yang bersandar condong ke segala arah, seolah mabuk. Di pinggiran mangkuk yang pecah terletak lereng-lereng dan gundukan luas, seperti keping-keping yang diangkat oleh badai besar; di luarnya, lembah yang hijau dan kusut menghampar sampai ke jurang panjang di antara lengan-lengan pegunungan. Di seberang kegersangan, mereka melihat penunggang-penunggang kuda memilih jalan; mereka datang dari sisi utara, dan sudah semakin dekat ke Orthanc.
"Itu Gandalf, dan Theoden serta anak buahnya!" kata Legolas. "Mari kita pergi menyambut mereka!"

"Hati-hati berjalan!" kata Merry. "Banyak batu lepas yang mungkin naik dan melemparkanmu masuk ke lubang, kalau kau tidak hati-hati."
Mereka mengikuti jalan yang tersisa dari gerbang sampai ke Orthanc, melangkah perlahan, karena batu-batunya retak-retak dan berlumpur.
Melihat mereka menghampiri, para penunggang itu berhenti di bawah bayangan batu karang, dan menunggu. Gandalf maju menyambut mereka.
"Well, Treebeard dan aku sudah mengadakan diskusi menarik, dan membuat beberapa rencana," katanya, "dan kami semua sudah istirahat sesuai kebutuhan. Sekarang kita harus pergi lagi. Kuharap kawan-kawanmu juga sudah istirahat dan menyegarkan diri?"
"Sudah," kata Merry. "Tapi diskusi kami dimulai dan diakhiri dengan asap. Tapi setidaknya perasaan tak senang kami terhadap Saruman sudah berkurang."
"O ya?" kata Gandalf. "Well, aku tidak. Aku punya tugas terakhir sebelum pergi: aku harus mengunjungi Saruman untuk pamit. Berbahaya, dan mungkin tidak berguna, tapi harus dilakukan. Siapa yang mau, boleh ikut denganku tapi waspadalah! Dan jangan bergurau! Ini bukan saatnya."
"Aku akan ikut," kata Gimli. "Aku ingin melihatnya, dan ingin tahu apakah dia memang mirip denganmu."
"Bagaimana kau akan tahu itu, Master Kurcaci?" kata Gandalf. "Saruman bisa tampak seperti aku di matamu, kalau itu yang dia niatkan. Dan apakah kau sudah cukup bijak untuk mencium semua tipuannya? Well, akan kita lihat, barangkali. Mungkin dia akan malu menunjukkan dirinya kepada banyak mata sekaligus. Tapi aku sudah menyuruh semua Ent untuk tidak menunjukkan diri, jadi mungkin kita bisa membujuk Saruman keluar."
"Apa bahayanya?" tanya Pippin. "Apakah dia akan menembak kita, dan menyemburkan api dari jendelanya? Atau dia bisa menyihir kita semua dari jarak jauh?"
"Yang terakhir itu lebih mungkin, kalau kau mendekati pintunya dengan hati ringan," kata Gandalf. "Tapi kita tidak tahu apa yang bisa dilakukannya, atau akan dicobanya. Hewan liar yang terjebak tidak aman untuk didekati. Dan Saruman punya kekuatan yang tak bisa ditebak. Waspadalah terhadap suaranya!"
Sekarang mereka sampai ke kaki Orthanc. Menara itu hitam, batuannya mengilap seolah basah. Permukaan batuan itu banyak mempunyai ujung-ujung tajam, seolah baru dipahat. Beberapa goresan dan keping kecil seperti serpihan dekat dasarnya, hanya itu bekas-bekas kemarahan para Ent yang tampak.
Di sisi timur, di sudut antara dua dermaga, ada pintu besar dan tinggi di atas tanah; di atasnya ada jendela berpenutup, membuka ke sebuah balkon yang dipagari jeruji besi. Sebuah tangga dengan dua puluh tujuh anak tangga naik sampai ke ambang pintu, dipahat dari batu hitam yang sama. Ini satu-satunya pintu masuk ke menara; tapi banyak jendela tinggi dipahat dengan relung-relung dalam pada dinding yang menjulang: mengintai jauh di atas mereka, seperti mata-mata kecil pada wajah terjal batu karang.
DI kaki menara, Gandalf dan Raja turun dari kuda. "Aku akan naik," kata Gandalf "Aku sudah pernah berada di dalam Orthanc, dan sudah tahu bahayanya."
"Aku juga akan naik," kata Raja. "Aku sudah tua, dan tidak takut bahaya lagi. Aku ingin bicara dengan musuh yang sudah begitu banyak merugikanku. Eomer akan ikut aku, mengawasi agar kakiku yang tua tidak terhuyung-huyung."
"Terserah kau," kata Gandalf. "Aragorn akan ikut denganku. Biar yang lain menunggu di kaki tangga. Mereka akan melihat dan mendengar cukup, kalau ada yang bisa dilihat atau didengar."
"Tidak!" kata Gimli. "Legolas dan aku ingin melihat dari dekat. Hanya kami yang mewakili bangsa kami. Kami juga ikut di belakangmu."
"Ayolah kalau begitu!" kata Gandalf, lalu ia menaiki tangga, Theoden ikut di sampingnya.
Para Penunggang Rohan duduk gelisah di atas kuda mereka, di kedua sisi tangga, dan menatap muram ke menara besar, khawatir apa yang
akan terjadi pada raja mereka. Merry dan Pippin duduk di tangga paling bawah, merasa tidak penting dan tidak aman.
"Setengah mil dari sini sampai ke gerbang!" gerutu Pippin. "Kuharap aku bisa menyelinap kembali ke ruang jaga, tanpa terlihat. Untuk apa kita ikut? Kita tidak dibutuhkan." Gandalf berdiri di depan pintu Orthanc dan memukulnya dengan tongkatnya. Bunyinya bergema. "Saruman! Saruman!" teriaknya dengan suara keras bernada memerintah. "Saruman, keluarlah!" Untuk beberapa saat tidak ada jawaban. Akhirnya jendela di atas pintu dibuka palangnya, tapi tidak terlihat siapa pun di ambangnya yang gelap.
"Siapa itu?" kata sebuah suara. "Apa yang kauinginkan?" Theoden kaget. "Aku kenal suara itu," katanya, "dan terkutuklah hari ketika pertama kali aku mendengarkannya."
"Pergi dan jemput Saruman, karena kau sudah jadi pelayannya, Grima Wormtongue!" kata Gandalf. "Jangan buang-buang waktu kami!" Jendela tertutup. Mereka menunggu. Mendadak sebuah suara lain berbicara, rendah berirama, bunyinya sangat memukau. Mereka yang mendengarkan dengan tidak waspada jarang bisa menceritakan kata-kata yang mereka dengar; kalaupun bisa, mereka heran, karena kekuatan mereka sendiri hampir lenyap. Mereka hanya ingat bahwa sangat menyenangkan mendengar suara itu berbicara, semua yang dikatakannya terdengar bijak dan masuk akal, dan dalam diri mereka timbul gairah seketika untuk tampak bijak juga. Bila orang lain berbicara, kedengarannya keras dan kasar, sangat kontras; dan kalau mereka menyangkal suara itu, timbul kemarahan dalam hati mereka yang terpengaruh sihirnya. Untuk beberapa orang, sihir itu hanya bertahan selama suara itu berbicara pada mereka, dan ketika ia berbicara pada yang lain, mereka tersenyum, seperti orang yang tahu tipu muslihat seorang pesulap, sementara yang lain melongo menyaksikannya. Bagi banyak orang, bunyi suara itu saja sudah cukup untuk membuat mereka tetap terpengaruh sihirnya; dan bagi mereka yang terkalahkan olehnya, sihir itu tetap mengikuti ketika mereka sudah jauh, dan mereka selalu mendengar suara lembut itu berbisik dan mendesak. Tapi tak ada yang tidak tersentuh; tak ada yang menolak permohonan dan perintahnya tanpa upaya keras dari kehendak dan pikiran, selama tuannya bisa mengendalikannya.
"Well?" kata suara itu sekarang, dengan pertanyaan lembut. "Mengapa kau harus mengganggu istirahatku? Apa kau sama sekali tak mau memberiku kedamaian, siang maupun malam?" Nadanya seperti keluar dari hati ramah yang sedih karena dilukai secara tak pantas.
Mereka menengadah dengan kaget, karena sama sekali tidak mendengar kedatangannya; mereka melihat sebuah sosok berdiri di birai tangga, menatap ke bawah, ke arah mereka; sosok laki-laki tua dalam jubah besar yang warnanya sulit disebut, karena berubah-ubah bila mereka menggerakkan mata atau ia bergerak. Wajahnya panjang, dengan dahi tinggi, matanya dalam dan gelap, sulit ditebak, meski tatapannya muram dan penuh kebajikan, serta agak letih. Rambut dan janggutnya putih, namun helai-helai rambut hitam masih terlihat dekat bibir dan telinganya.
"Mirip, tapi tidak mirip," gerutu Gimli.
"Nah," kata suara lembut itu. "Setidaknya aku kenal dua di antara kalian. Gandalf hampir pasti tidak berniat mencari bantuan atau nasihat dari sini. Tapi kau, Theoden, penguasa Mark Rohan, aku mengenalimu dari perlengkapanmu yang mulia, dan terutama dari roman muka elok Istana Eorl. Oh, putra Thengel yang tersohor dan mulia, mengapa kau tidak datang sebelumnya, sebagai sahabat? Aku sangat ingin bertemu denganmu, raja terhebat dari negeri-negeri barat, terutama di tahun-tahun belakangan ini, untuk menyelamatkanmu dari nasihat-nasihat jahat dan tidak bijak yang menguasaimu! Apakah sudah terlambat? Meski semua kerugian yang kuderita ini sebagian diakibatkan peran manusia Rohan, aku masih ingin menyelamatkanmu dan mengeluarkanmu dari keruntuhan yang semakin dekat dan tak mungkin ditolak, kalau kau menapaki jalan yang kaupilih. Bahkan hanya aku yang bisa membantumu sekarang." Theoden membuka mulutnya, seolah akan berbicara, tapi tidak mengatakan apa pun. Ia menatap wajah Saruman yang memandangnya dengan matanya yang gelap dan suram, kemudian menatap Gandalf di sampingnya; kelihatannya ia ragu. Gandalf tidak memberi isyarat, hanya berdiri diam seperti batu, seperti orang yang dengan sabar menunggu giliran. Para Penunggang bergerak sedikit, menggumam setuju dengan kata-kata Saruman; lalu mereka juga terdiam, seperti kena sihir. Rasanya Gandalf belum pernah berbicara sebagus dan sesopan itu pada raja mereka. Kini semua pembicaraannya dengan Theoden tampak kasar dan angkuh. Hati mereka mulai dirayapi bayang-bayang, ketakutan akan suatu bahaya besar: akhir dari Mark di dalam kegelapan, ke mana Gandalf sedang mendorong mereka, sementara Saruman berdiri di samping pintu pembebasan, membiarkannya setengah terbuka, hingga seberkas cahaya masuk. Ada keheningan yang berat.
Tiba-tiba Gimli bersuara. "Penyihir ini memutarbalikkan kata-kata," ia menggeram, memegang erat gagang kapaknya. "Dalam bahasa Orthanc, bantuan berarti kehancuran, dan menyelamatkan berarti membunuh, itu jelas. Tapi kami tidak datang kemari untuk memintaminta."
"Damai!" kata Saruman, sekilas suaranya tidak begitu lembut, matanya berkilat-kilat sejenak, lalu kembali redup. "Aku belum berbicara padamu, Gimli putra Gloin," katanya. "Rumahmu jauh sekali, dan kesulitan-kesulitan negeri ini bukan urusanmu. Tapi bukan karena rencanamu sendiri kau terlibat di dalamnya, jadi aku tidak akan menyalahkan peran yang kaumainkan peran berani, itu tidak kuragukan. Tapi kumohon, izinkan aku berbicara dengan Raja Rohan, tetanggaku yang dulu sahabatku."
"Apa katamu, Raja Theoden? Maukah kau berdamai denganku, dan menerima bantuan yang bisa kuberikan berkat pengetahuanku yang
dibangun selama tahun-tahun yang panjang? Apakah kita akan bersatu menghadapi masa buruk, dan memperbaiki kerusakan dengan niat baik, sampai kedua negeri kita berkembang lebih indah daripada sebelumnya?" Theoden masih belum menjawab. Entah ia berjuang melawan kemarahan atau keraguan, tak ada yang tahu. Eomer yang berbicara. "Tuanku, dengarkan aku!" katanya. "Sekarang kita sedang menghadapi bahaya yang sudah diperingatkan pada kita. Apakah kita maju Perang dan merebut kemenangan hanya untuk terpukau pada akhirnya oleh seorang pembohong tua bermulut manis dengan lidah bercabang? Begitulah serigala yang terjebak berbicara kepada anjing pemburu, kalau bisa. Bantuan apa yang bisa dia berikan sebenamya? Dia hanya ingin meloloskan diri dari keadaannya yang buruk. Apakah kau mau berembuk dengan pelaku pengkhianatan dan pembunuhan? Ingat Theodred di Ford-ford, dan kuburan Hama di Helm's Deep!"
"Omong-omong tentang lidah beracun, apa katamu tentang lidahmu sendiri, ular muda?" kata Saruman, kilatan kemarahan di matanya terlihat jelas. "Tapi Eomer, putra Eomund!" lanjutnya dengan suara lembut kembali, "Setiap orang punya peran masing-masing. Keberanian dalam pertempuran bersenjata adalah peranmu, dan kau memenangkan kehormatan tinggi dalam bidang itu. Bunuhlah mereka yang disebut musuh oleh rajamu, dan puaslah. Jangan campuri politik yang tidak kaupahami. Mungkin, kalau kau menjadi raja, kau akan menyadari bahwa dia harus memilih teman-temannya dengan hati-hati. Persahabatan Saruman dan kekuatan Orthanc tak bisa dengan enteng dikesampingkan, meski mungkin di belakangnya terdapat dendam, baik nyata atau khayal. Kau memenangkan pertempuran, tapi bukan perangitu pun berkat bantuan yang sekarang tak bisa lagi kauharapkan. Mungkin kau akan menemukan Bayang-Bayang Hutan di depan rumahmu setelah ini: dia suka melawan, tidak berakal, dan tidak mencintai Manusia."
"Tapi, Penguasa Rohan, adilkah kalau aku disebut pembunuh, karena manusia-manusia pemberani sudah gugur dalam pertempuran? Kalau kau pergi berperang dengan sia-sia sebab aku sendiri tidak menginginkannya sudah pasti banyak yang akan terbunuh. Tapi kalau dengan begitu aku dianggap pembunuh, maka seluruh Istana Eorl pun sudah ternoda oleh pembunuhan; karena mereka sudah banyak berperang, dan menyerang banyak orang yang menentang mereka. Meski begitu, dengan beberapa pihak mereka akhirnya berdamai, karena alasan politis.
Karena itu, Theoden Raja, tidakkah sebaiknya kita berdamai dan bersahabat? Keputusan ini kitalah yang menentukan."
"Kita akan berdamai," kata Theoden akhirnya, dengan upaya keras. Beberapa Penunggang berteriak gembira. Theoden mengangkat tangannya. "Ya, kita akan berdamai," katanya dengan suara jelas, "kita akan berdamai bila kau dan seluruh karyamu sudah hancur dan karya majikanmu yang gelap, kepada siapa kau berniat menyerahkan kami. Kau pembohong, Saruman, dan perusak hati manusia. Kauulurkan tanganmu padaku, tapi yang kulihat adalah cakar Mordor. Kejam dan dingin! Walau seandainya kau punya alasan untuk memerangiku meski kenyataannya tidak, dan walau seandainya kau sepuluh kali lebih bijak pun, kau tetap tidak berhak memerintah aku dan rakyatku demi keuntunganmu sendiri-apa alasanmu menebarkan obor-obormu di Westfold hingga menewaskan anak-anak di sana? Dan mereka masih juga memukuli tubuh Hama di depan gerbang Homburg, setelah dia tewas. Kalau kau sudah tergantung-gantung di jendelamu dan menjadi mangsa burung-burung hitammu, barulah aku akan berdamai denganmu dan Orthanc. Begitu pula halnya seisi Istana Eorl. Mungkin aku bukan yang terhebat dari keturunan raja-raja hebat, tapi aku tak perlu menjilat jarimu. Bicaralah dengan orang lain. Tapi kurasa suaramu sudah kehilangan pesonanya." Para Penunggang itu memandang Theoden seperti orang-orang yang terbangun kaget dari mimpi. Suara raja mereka terdengar kasar seperti burung gagak dibandingkan suara Saruman yang bernada musik. Untuk beberapa saat, Saruman sangat marah. Ia bersandar melewati birai, seolah akan memukul Raja dengan tongkatnya. Bagi beberapa orang, tiba-tiba ia tampak seperti ular yang membelitkan diri, siap menyerang.
"Tiang gantungan dan burung-burung hitam!" desisnya, dan mereka gemetar melihat perubahan mendadak itu. "Tua pikun! Istana Eorl hanya gubuk jerami untuk perampok-perampok berlumuran bau busuk, dan anak-anak mereka yang berguling-guling di lantai di tengah-tengah anjing. Sudah terlalu lama mereka lolos dari tiang gantungan. Tapi jerat itu akan datang, ditarik perlahan-lahan, erat dan keras pada akhirnya.
Gantunglah aku kalau kau mau!" Sekarang suaranya berubah, setelah ia bisa mengendalikan diri. "Heran, kenapa aku sabar berbicara denganmu. Toh aku tidak membutuhkanmu, atau rombongan kecil penunggangmu yang cepat maju dan cepat kabur, Theoden Tuan Kuda.
Dulu aku menawarimu sebuah negeri, melampaui jasa jasa dan kecerdasanmu. Aku sudah menawarkannya lagi, agar mereka yang kau kelabu-labui bisa melihat dengan jelas pilihan jalan yang ada. Tapi kau malah memberiku bualan dan aniaya. Ya sudah. Kembalilah ke gubuk gubukmu!"
"Tapi kau, Gandalf! Bagimu setidaknya aku sedih. Bisa kuhayati rasa malu yang kauderita. Bagaimana mungkin kau tahan didampingi rombongan seperti ini? Karena kau angkuh, Gandalf dan bukan tanpa alasan, sebab kau memiliki watak mulia dan mata berpandangan jauh ke depan. Sekarang pun kau tak mau mendengarkan nasihatku?" Gandalf bergerak dan menengadah. "Adakah perkataanmu yang belum kauucapkan pada pertemuan kita yang terakhir?" tanyanya. "Atau mungkin ada hal-hal yang mau kauralat?" Saruman terdiam. "Ralat?" ia merenung, seolah heran. "Ralat? Aku berupaya keras menasihatimu, demi kebaikanmu sendiri, tapi kau hampir tidak mendengarkan. Kau angkuh dan tidak menyukai nasihat, karena kau memang punya segudang pengetahuan. Tapi pada kesempatan waktu itu kau keliru, sengaja menyalah artikan niatku. Mungkin aku hilang sabar karena terlalu bersemangat membujukmu. Aku menyesali itu. Karena aku tidak berniat jahat terhadapmu; bahkan sekarang pun tidak, meski kau kembali padaku dengan didampingi rombongan orang orang bengis dan dungu. Bagaimana aku bisa? Bukankah kita berdua anggota kelompok tinggi dan kuno yang paling istimewa di Dunia Tengah? Persahabatan kita akan menguntungkan masing-masing. Masih banyak yang bisa kita capai bersama-sama, untuk menyembuhkan kekacauan dunia. Biarlah kita saling memahami, dan menghilangkan orang-orang rendahan ini dari pikiran kita! Biar mereka melayani keputusan-keputusan kita! Demi kebaikan bersama, aku bersedia menebus masa lalu, dan menerimamu. Kau tidak mau berembuk denganku? Kau tidak mau naik ke sini?" Begitu hebat kekuatan yang digunakan Saruman dalam upayanya yang terakhir ini, sampai semua yang mendengar jadi terharu. Tapi sekarang sihirnya sama sekali berbeda. Mereka seolah mendengar keluhan seorang raja yang ramah terhadap seorang menteri yang berbuat salah, namun sangat disayangi. Tapi mereka terhalang masuk di depan pintu, mendengarkan kata-kata yang tidak ditujukan pada mereka: anak-anak yang tidak sopan atau pelayan-pelayan dungu yang menguping percakapan orangtua mereka yang sulit ditangkap, dan bertanya-tanya pengaruh percakapan tersebut pada nasib mereka. Kedua penyihir itu termasuk golongan yang lebih mulia: terhormat dan bijaksana.
Sudah jelas mereka akan bersekutu. Gandalf akan naik ke dalam menara, untuk mendiskusikan hal-hal pelik di luar pernahaman mereka di ruang tinggi di Orthanc. Pintu akan tertutup, dan mereka akan ditinggal di luar, disuruh pergi untuk menunggu tugas atau hukuman yang akan dibagikan. Bahkan dalam pikiran Theoden sudah mulai terbentuk keraguan: "Dia akan mengkhianati kami; dia akan pergi-kami akan kalah." Lalu Gandalf tertawa. Dan khayalan itu sirna bagai kepulan asap.
"Saruman, Saruman!" kata Gandalf, masih tertawa. "Saruman, kau sudah tersesat di jalanmu. Seharusnya kau menjadi badut raja, dan mencari nafkahmu dengan meniru penasihat-penasihatnya. Aduh!" ia berhenti, berusaha menahan kegeliannya. "Saling memahami? Aku khawatir kau tak bisa memahami aku. Tapi kau, Saruman, bisa kupahami dengan sangat jelas kini. Ingatanku tentang alasan-alasan dan perbuatanmu lebih jelas daripada yang kauduga. Ketika terakhir aku mengunjungimu, kau menjadi kepala penjara Mordor, dan akan mengirimku ke sana. Tidak, tamu yang sudah lolos lewat atap akan berpikir dua kali sebelum masuk kembali melalui pintu. Tidak, aku tidak akan naik. Tapi dengar, Saruman, untuk terakhir kalinya! Tidakkah kau mau turun? Isengard tidak sekuat yang kauharapkan dan khayalkan.
Begitu pula hal-hal lain yang masih kaupercayai. Tidakkah lebih baik meninggalkannya untuk sementara? Mungkin untuk mengalihkan perhatian pada hal-hal baru? Pikirkan baik-baik, Saruman! Tidakkah kau mau turun." Wajah Saruman tersaput bayang-bayang, kemudian menjadi pucat pasi. Sebelum ia bisa menyembunyikannya, mereka telah melihat menembus topeng itu, dan bisa merasakan pergolakan batinnya; enggan untuk tetap di sana, tapi juga takut meninggalkan tempat perlindungannya. Sekejap ia ragu, dan tak ada yang bernapas. Lalu ia berbicara, suaranya nyaring dan dingin. Kesombongan dan kebencian menguasai dirinya.
"Apakah aku akan turun?" ia mengejek. "Apakah orang yang tidak bersenjata akan turun untuk berbicara dengan perampok-perampok di luar pintu? Aku mengerti betul maksudmu. Aku tidak bodoh, dan aku tidak mempercayaimu, Gandalf. Mereka memang tidak berdiri secara terbuka di tanggaku, tapi aku tahu di mana hantu-hantu hutan liar bersembunyi, di bawah perintahmu."
"Para pengkhianat selalu penuh curiga," jawab Gandalf dengan letih. "Tapi kau tak perlu khawatir atas nyawamu. Aku tak ingin membunuhmu, atau melukaimu, dan seharusnya kau tahu hal itu, kalau kau benar-benar memahami aku. Aku punya kekuatan untuk melindungimu. Aku memberimu kesempatan terakhir: Kau bisa meninggalkan Orthanc, bebas-kalau kau memilih."
"Kedengarannya bagus," ejek Saruman. "Benar-benar gaya Gandalf si Kelabu: begitu merendahkan diri, dan begitu bermurah hati. Aku tidak ragu kau akan menganggap Orthanc sangat luas, dan kepergianku tepat. Tapi untuk apa aku memilih pergi? Dan apa maksudmu dengan 'bebas'? Pasti ada syarat-syarat, kukira?"
"Alasan untuk pergi bisa kaulihat dari jendelamu," jawab Gandalf. "Yang lain akan terpikir sendiri olehmu. Pelayan-pelayanmu sudah hancur dan tercerai-berai; tetanggamu sudah menjadi musuhmu; dan kau mengkhianati majikanmu yang baru, atau mencoba mengkhianatinya.
Kalau matanya mengarah kemari, mata itu akan penuh kemarahan. Saat aku mengatakan 'bebas', yang kumaksud memang 'bebas': bebas dari ikatan, dari rantai, atau perintah: pergi ke mana pun kau mau, bahkan ke Mordor, Saruman, kalau kau mau. Tapi pertama-tama kau harus menyerahkan Kunci ke Orthanc, dan tongkatmu. Sebagai ikrarmu atas kelakuanmu, yang akan dikembalikan di kemudian hari, kalau kau sudah pantas memperolehnya lagi." Wajah Saruman menjadi pucat, menyeringai penuh kemarahan, cahaya merah menyala di matanya. Ia tertawa liar. "Di kemudian hari!" teriaknya, suaranya membesar menjadi teriakan. "Di kemudian hari! Ya, kalau kau juga sudah mempunyai Kunci Barad-dur, kukira; serta mahkota tujuh raja, dan tongkat Lima Penyihir, dan sudah membeli sepasang sepatu bot beberapa ukuran lebih besar daripada yang kaupakai sekarang! Rencana bersahaja. Di dalamnya bantuanku tidak diperlukan! Aku punya banyak tugas lain. Jangan bodoh. Kalau kau ingin berembuk denganku sementara kau masih punya kesempatan, pergilah, dan kembalilah kalau kau sudah waras! Tinggalkan pembunuhpembunuh dan bajingan kecil yang menggantungi ekormu! Selamat siang!" ia membalikkan badan dan meninggalkan balkon.
"Kembali, Saruman!" kata Gandalf dengan suara memerintah. Dengan heran yang lain menyaksikan Saruman berbalik lagi, dan seolah diseret melawan kehendaknya, ia kembali perlahan-lahan ke pagar besi, bersandar di situ dengan napas terengah-engah. Wajahnya bergurat dan mengerut. Tangannya mencengkeram tongkatnya yang hitam berat, seperti cakar.
"Aku belum memberimu izin untuk pergi," kata Gandalf keras. "Aku belum selesai. Kau jadi bodoh, Saruman, tapi juga sangat memelas.
Sebenarnya kau bisa memalingkan diri dari kejahatan dan kebodohan, dan bisa bermanfaat. Tapi kau memilih untuk tetap tinggal dan menggerogoti ujung-ujung rencanamu yang lama. Kalau begitu tinggallah! Tapi kuperingatkan, kau tidak akan mudah keluar lagi. Tidak, sampai tangan-tangan gelap dari Timur terulur untuk mengambilmu. Saruman!" teriaknya, suaranya semakin mengandung kekuatan dan kekuasaan. "Lihat, aku bukan Gandalf si Kelabu yang kaukhianati. Aku Gandalf sang Putih yang sudah kembali dari kematian. Kau tidak punya warna sekarang, dan aku membuangmu dari ordo dan Dewan Penasihat." Gandalf mengangkat tangannya, dan berbicara perlahan dengan suara jernih dan dingin. "Saruman, tongkatmu sudah patah." Ada bunyi keretakan, dan tongkat itu terbelah hancur remuk di tangan Saruman, kepalanya terjatuh di depan kaki Gandalf. "Pergi!" kata Gandalf.
Sambil berteriak Saruman mundur dan merangkak pergi. Pada saat itu, sebuah benda berat bercahaya jatuh terlempar dari atas. Benda itu terpental pada pagar besi, persis ketika Saruman meninggalkannya, dan lewat dekat kepala Gandalf, menghantam tangga tempat Gandalf berdiri. Pagar besi berdering dan terbelah. Tangga berderak pecah menjadi serpihan bercahaya. Tapi bola itu tidak cedera: ia menggelinding dari tangga, bola kristal, gelap, dengan inti api menyala. Ketika bola itu meluncur terus sampai ke genangan air, pippin berlari mengejarnya dan memungutnya.
"Bajingan pembunuh!" teriak Eomer. Tapi Gandalf tak bergerak. "Tidak, itu bukan dilempar oleh Saruman," katanya, "juga bukan atas perintahnya, kukira. Asalnya dari jendela jauh di atas. Satu tembakan perpisahan dari Master Wormtongue, kukira, tapi sasarannya meleset."
"Sasarannya mungkin meleset, karena dia tak bisa memutuskan siapa yang lebih dibencinya, Saruman atau kau," kata Aragorn.
"Mungkin," kata Gandalf. "Mereka berdua tidak akan banyak saling menghibur: mereka akan saling menggerogoti dengan kata-kata. Tapi itu hukuman yang pantas. Kalau Wormtongue bisa keluar hidup-hidup dari Orthanc, itu sudah lebih dari yang pantas diperolehnya."
"Hai, anakku, berikan padaku benda itu! Aku tidak memintamu menanganinya," teriak Gandalf, membalikkan badannya dengan cepat dan melihat Pippin naik tangga perlahan-lahan, seolah membawa benda yang sangat berat. Gandalf membungkuk untuk mendekati Pippin, dan dengan terburu-buru mengambil bola itu darinya, menyembunyikannya dalam lipatan jubahnya. "Aku akan mengurus benda ini;" katanya.
"Kurasa Saruman tidak mau kehilangan benda ini, sebenamya."
"Tapi mungkin dia akan melemparkan benda-benda lain," kata Gimli. "Kalau perdebatan kalian sudah berakhir, mari kita menyingkir dari sini, supaya tidak terkena lemparan lagi!"
"Sudah berakhir," kata Gandalf. "Mari kita pergi." Mereka memunggungi pintu Orthanc dan turun. Para penunggang menyambut Raja dengan gembira, dan memberi hormat pada Gandalf.
Sihir Saruman sudah patah: mereka sudah melihatnya datang kalau dipanggil, dan merangkak pergi saat diperintah.
"Nah, sudah beres,", kata Gandalf. "Sekarang aku harus mencari Treebeard dan menceritakan jalannya peristiwa."
"Pasti dia sudah menduganya," kata Merry. "Mungkinkah peristiwa ini berakhir dengan cara lain?"
"Kemungkinan besar tidak," jawab Gandalf, "meski nyaris saja. Tapi aku punya alasan untuk mencoba; sebagian karena perasaan iba, dan sebagian lagi bukan. Pertama-tama, aku ingin memperlihatkan pada Saruman bahwa pesona suaranya sudah memudar. Dia tak bisa sekaligus menjadi lalim dan juga penasihat. Ketika rencana sudah matang, hal itu bukan lagi rahasia. Meski begitu, dia jatuh juga ke dalam perangkap, dan mencoba tawar-menawar dengan korban-korbannya sedikit demi sedikit, sementara yang lain mendengarkan. Lalu aku memberinya pilihan terakhir dan adil: melepaskan Mordor dan rencana rencananya sendiri, dan memperbaikinya dengan membantu kita dalam kesulitan.
Dia tahu kesulitan kita, sangat tahu. Dia bisa sangat membantu, tapi dia memilih tidak mau bekerja sama. Dia memilih untuk mempertahankan kekuatan Orthanc. Dia tidak mau melayani, hanya mau memerintah. Sekarang dia hidup di bawah teror Mordor, namun masih bermimpi akan menunggang badai. Si bodoh yang malang! Dia akan dilahap habis kalau kekuatan dari Timur menjulurkan tangannya ke Isengard. Kita tak bisa menghancurkan Orthanc dari luar, tapi Sauron siapa tahu apa yang mampu dilakukannya?"
"Dan bagaimana kalau Sauron tidak mengalahkannya? Apa yang akan kaulakukan padanya?" tanya Pippin.
"Aku? Tidak ada!" kata Gandalf. "Aku tidak akan melakukan apa pun padanya. Aku tidak menginginkan kekuasaan. Apa yang akan terjadi dengannya? Aku tidak tahu. Aku sedih bahwa begitu banyak hal yang dulu baik sekarang membusuk di menara. Bagaimanapun, bagi kita keadaan tidak terlalu buruk. Ajaib sekali perputaran nasib! Sering kali kebencian mencederai dirinya sendiri! Dugaanku, meski kita berhasil masuk, kita tidak akan menemukan harta yang lebih berharga di dalam Orthanc daripada benda yang dilemparkan Wormtongue pada kita." Mendadak terdengar teriakan melengking yang sekonyong-konyong terpotong, dari jendela terbuka jauh di atas.
"Tampaknya Saruman juga berpikir begitu," kata Gandalf "Mari kita tinggalkan mereka!"
Mereka kembali ke reruntuhan pintu gerbang. Baru saja mereka keluar dari bawah lengkungan, dari bayangan timbunan batu-batu tempat mereka tadi berdiri, muncul Treebeard dan selusin Ent lain. Aragorn, Gimli, dan Legolas memandang mereka dengan kagum.
"Ini tiga dari kawan-kawanku, Treebeard," kata Gandalf. "Aku sudah cerita tentang mereka, tapi kau belum melihat mereka." ia menyebutkan nama mereka satu per satu.
Ent tua itu memandang mereka dengan saksama, lalu berbicara bergantian pada mereka. Terakhir ia berbicara pada Legolas. "Jadi, kau
datang dari Mirkwood yang jauh, Peri yang baik? Hutan itu luas sekali!"
"Dan masih tetap luas," kata Legolas. "Tapi kami yang tinggal di sana tidak jemu melihat pohon baru. Aku ingin sekali mengembara di Hutan Fangorn. Aku hanya sampai ke tonjolan atapnya, dan aku sebenarnya tak ingin meninggalkannya." Mata Treebeard bersinar-sinar gembira. "Semoga keinginanmu terkabul, sebelum bukit-bukit ini semakin tua," katanya.
"Aku akan datang, kalau nasib membawaku ke sana," kata Legolas. "Aku sudah membuat perjanjian dengan temanku bahwa kalau semua berjalan baik, kami akan mengunjungi Fangorn bersama-sama dengan seizinmu."
"Setiap Peri yang ikut denganmu akan disambut baik," kata Treebeard.
"Teman yang kumaksud ini bukan Peri," kata Legolas. "Yang kumaksud adalah Gimli, putra Gloin ini." Gimli membungkuk rendah, kapaknya tergelincir dari ikat pinggangnya, jatuh dengan berisik ke tanah.
"Huum, hm! Aduh," kata Treebeard, menatap Gimli dengan suram.
"Kurcaci yang membawa kapak! Huum! Aku bersahabat dengan kaum Peri, tapi permintaanmu sulit. Persahabatan yang aneh!"
"Mungkin memang aneh," kata Legolas, "tapi sementara Gimli masih hidup, aku tidak akan datang sendirian ke Fangorn. Kapaknya bukan untuk menebang pohon, tapi untuk menebas leher Orc, oh Fangorn, Master Hutan Fangorn. Empat puluh dua Orc ditaklukkannya dalam pertempuran."
"Hoho! Begitu!" kata Treebeard. "Begitu lebih baik! Nah, nah, kita lihat saja nanti; tak ada gunanya terburu-buru. Tapi untuk sementara kita harus berpisah. Hari sudah hampir berakhir, dan kata Gandalf kalian harus pergi sebelum malam tiba; Penguasa Mark juga sudah merindukan rumahnya."
"Ya, kami harus pergi, dan pergi sekarang," kata Gandalf "Aku terpaksa membawa penjaga gerbangmu. Tapi kau akan baik-baik saja tanpa mereka."
"Mungkin memang begitu," kata Treebeard. "Tapi aku akan merindukan mereka. Kami sudah menjadi sahabat dalam waktu begitu singkat, sampai kupikir aku terlalu terburu-buru-seperti semasa remajaku, barangkali. Tapi begitulah, mereka adalah hal baru pertama yang kulihat di bawah Matahari atau Bulan, setelah sekian lama. Aku tidak akan melupakan mereka. Aku memasukkan nama mereka ke dalam Daftar Panjang. Para Ent akan mengingatnya.
Ent yang lahir di bumi, setua pegunungan yang dihuni, langkahnya lebar, air minumannya; lapar bagai pemburu, si anak-anak Hobbit, kaum mungil ceria, yang gemar tertawa, mereka akan tetap menjadi sahabat, selama dedaunan masih tumbuh lagi. Selamat jalan! Kabari aku kalau mendengar kabar di negerimu yang nyaman, di Shire. Kau tahu maksudku: kabar tentang para Entwives. Datanglah langsung kalau bisa!"
"Akan kami lakukan!" kata Merry dan Pippin berbarengan, lalu mereka memutar badan dengan tergesa-gesa. Treebeard memandang mereka, dan terdiam sejenak, sambil menggelengkan kepala seperti merenung. Lalu ia berbicara dengan Gandalf.
"Jadi, Saruman tak mau pergi?" katanya. "Sudah kuduga. Hatinya sama busuknya dengan hati Huorn hitam. Aku sendiri, seandainya aku dikalahkan dan semua pohonku hancur, aku juga tidak bakal mau keluar kalau masih punya satu lubang gelap untuk bersembunyi."
"Pasti," kata Gandalf "Tapi kau kan tidak mematangkan rencana untuk memenuhi seluruh dunia dengan pepohonanmu dan mencekik semua makhluk hidup lainnya. Jadi, begitulah. Saruman berniat memelihara kebenciannya, dan sekali lagi menjalin jaring-jaring sebisanya. Dia mempunyai Kunci Orthanc, tapi jangan biarkan dia lolos."
"Tidak akan! Kami kaum Ent akan mengawasinya," kata Treebeard. "Saruman tidak akan menginjakkan kakinya di luar menara, tanpa seizinku. Ent-Ent akan mengawasinya."
"Bagus!" kata Gandalf. "Itu yang kuharapkan: Sekarang aku bisa pergi dan mengurus masalah-masalah lain. Satu masalah sudah berkurang.
Tapi kau harus hati-hati. Air sudah surut. Tidak cukup hanya menempatkan pengawal di sekitar menara. Aku yakin banyak terowongan di bawah Orthanc, dan Saruman berharap bisa datang dan pergi tanpa terlihat, tak lama lagi. Kuharap kau memasukkan air lagi, sampai Isengard menjadi telaga tetap, atau mencari lubang-lubang keluar itu. Kalau semua tempat di bawah tanah sudah terendam air, dan lubanglubang keluar sudah ditutup, Saruman akan terpaksa tetap di atas, hanya bisa memandang keluar dari jendela jendela."
"Percayakan saja pada Ent," kata Treebeard. "Kami akan memeriksa lembah dari ujung ke ujung, dan mengintip di bawah setiap batu..
Pohon-pohon sudah datang untuk tinggal di sini, pohon-pohon tua, pohon-pohon liar. Kami akan menyebutnya Watchwood Hutan Jaga.
Seekor tupai pun takkan lolos dari pandanganku. Serahkan kepada para Ent! Kami takkan berhenti mengawasi Saruman, sampai tujuh kali masa dia menyiksa kami berlalu."
BERSAMBUNG KE BAB 11/11 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
Blogger Templates