Social Icons

Pages

(J.R.R. TOLKIEN) THE LORD OF THE RING 2: DUA MENARA BUKU 3 BAB 8/11 JALAN KE ISENGARD

<<< SEBELUMNYA


Demikianlah, di pagi hari yang cerah, Raja Theoden dan Gandalf sang Penunggang Putih bertemu lagi di bentangan rumput hijau di samping Sungai Deeping. Di sana juga ada Aragorn putra Arathorn, Legolas sang Peri, Erkenbrand dari Westfold, dan para bangsawan dari Istana Emas. Di sekitar mereka berkumpul kaum Rohirrim, para Penunggang dari Mark. Kebahagiaan mereka karena memperoleh kemenangan digantikan oleh rasa heran, dan mata mereka tertuju ke hutan.

Mendadak ada teriakan keras, dan dari Dike datang rombongan yang sudah didesak mundur ke Deep. Tampak Gamling Tua, Eomer putra Eomund, dan di sebelah mereka berjalan Gimli si Kurcaci. Ia tidak memakai topi baja, kepalanya terikat pita linen bernoda darah, tapi suaranya lantang dan nyaring.
"Empat puluh dua, Master Legolas!" teriaknya. "Sayang! Kapakku penyok: korban keempat puluh memakai kalung besi di lehernya. Bagaimana denganmu?"
"Nilaimu lebih tinggi satu daripada aku," jawab Legolas. "Tapi aku tidak sakit hati, aku begitu gembira melihatmu berjalan kaki!"
"Selamat datang, Eomer, putra saudaraku!" kata Theoden. "Kini, setelah melihatmu selamat, aku benar-benar bahagia."
"Hidup, Penguasa Mark!" kata Eomer. "Malam gelap sudah lewat, dan pagi kembali datang. Tapi pagi hari membawa kabar-kabar aneh." ia membalikkan tubuh dan menatap keheranan, mula-mula ke hutan, kemudian ke Gandalf. "Sekali lagi kau datang saat dibutuhkan, tanpa terduga," katanya.
"Tanpa terduga?" kata Gandalf. "Aku sudah bilang akan kembali dan menemuimu di sini."
"Tapi kau tidak menyebutkan jamnya, juga tidak mengatakan dengan cara apa kau akan datang. Sungguh ajaib bantuan yang kaubawa. Kau hebat dalam sihir, Gandalf sang Putih!"
"Mungkin. Tapi aku belum menunjukkannya. Aku baru sekadar memberikan saran bagus dalam menghadapi bahaya, dan memanfaatkan kecepatan Shadowfax. Keberanianmu lebih banyak berbicara, begitu pula kaki-kaki kokoh orang-orang Westfold yang berjalan sepanjang malam." Kemudian mereka semua memandang Gandalf dengan lebih heran lagi. Beberapa melirik cemas ke arah hutan, dan menyeka dahi dengan tangan, seolah mengira mata mereka melihat sesuatu yang lain.
Gandalf tertawa panjang dan gembira. "Pohon-pohon itu?" katanya. "Bukan, aku juga melihat hutan itu, sama jelasnya seperti kalian. Tapi itu bukan perbuatanku. Ini sudah di luar bayangan kaum bijak. Lebih bagus daripada rencanaku, bahkan apa yang terjadi ini lebih bagus daripada harapanku."
"Kalau itu bukan sihirmu, lantas sihir siapa?" kata Theoden. "Bukan Saruman, itu jelas. Apakah ada orang bijak hebat yang belum kami kenal?"
"Ini bukan sihir, tapi suatu kekuatan yang jauh lebih tua," kata Gandalf, "suatu kekuatan yang mengembara di bumi, sebelum para Peri bernyanyi atau palu Kurcaci berdentang."
"Sebelum besi ditemukan atau pohon ditumbangkan, Saat gunung-gunung masih muda di bawah rembulan; Sebelum cincin dibentuk, atau kesengsaraan dijelang, Dia menjelajahi hutan sudah lama berselang. "
"Dan apa jawaban atas teka-tekimu?" kata Theoden.
"Kalau kau ingin tahu, kau harus ikut aku ke Isengard," jawab Gandalf.
"Ke Isengard?" mereka berteriak.
"Ya," kata Gandalf. "Aku akan kembali ke Isengard, dan siapa yang mau, boleh ikut denganku. Di sana kita akan melihat hal-hal ajaib."
"Tapi tidak cukup orang di Mark, meski semua dikumpulkan dan disembuhkan dari luka dan keletihan, untuk menyerang benteng Saruman," kata Theoden.
"Meski begitu, aku tetap akan pergi ke Isengard," kata Gandalf. "Aku tidak akan lama di sana. Jalanku sekarang ke timur. Tunggulah aku di Edoras, sebelum bulan menghilang!"
"Tidak!" kata Theoden. "Di saat gelap sebelum fajar aku ragu, tapi sekarang kita tidak akan berpisah. Aku akan ikut denganmu, kalau kau menyarankan begitu."
"Aku ingin berbicara dengan Saruman, sesegera mungkin," kata Gandalf, "dan karena dia sudah melukaimu sangat dalam, pantaslah kalau kau berada di sana juga. Tapi seberapa cepat kau bisa naik kuda?"
"Anak buahku letih karena bertempur," kata Raja, "aku sendiri pun demikian. Karena aku berjalan jauh dan hanya sedikit tidur. Sayang
sekali! Usia tuaku bukan dibuat-buat atau hanya akibat bisikan-bisikan Wormtongue. Ini penyakit yang tak bisa disembuhkan sepenuhnya oleh dokter, tidak juga oleh Gandalf."
"Kalau begitu, siapa yang akan ikut denganku biar beristirahat dulu," kata Gandalf. "Kita akan berjalan di bawah keremangan senja.
Sebaiknya begitu. Kusarankan semua kepergian dan kedatangan kita lakukan serahasia mungkin, mulai sekarang. Tapi jangan terlalu banyak membawa orang bersamamu, Theoden. Kita akan pergi ke perundingan, bukan pertempuran." Maka Raja pun memilih orang-orang yang tidak terluka dan mempunyai kuda yang cepat. Ia mengirim mereka menyebarkan berita kemenangan itu ke setiap lembah di Mark; mereka juga membawa pesannya, meminta semua laki-laki, tua-muda, agar segera datang ke Edoras.
Di sana Penguasa Mark akan mengadakan pertemuan dengan semua yang bisa memanggul senjata, di hari kedua setelah bulan purnama.
Untuk ikut bersamanya ke Isengard, Raja memilih Eomer dan dua puluh orang dari istananya. Bersama Gandalf ikut pula Aragorn, Legolas, dan Gimli. Meski cedera, Kurcaci itu tak mau ditinggal.
"Aku hanya kena pukulan ringan, dan topi bajaku mementalkannya," kata Gimli. "Aku tidak mau ditinggal, cuma gara-gara kena sedikit goresan Orc."
"Aku akan merawat lukamu, sementara kau istirahat," kata Aragorn.
Raja sekarang kembali ke Homburg, dan tidur, tidur dengan tenang hal yang sudah bertahun-tahun tidak dialaminya. Sisa rombongannya juga beristirahat. Tapi yang lain, semua yang tidak cedera atau terluka, memulai kerja keras; karena banyak yang tewas dalam pertempuran dan tergeletak mati di padang atau di Deep.
Tidak ada Orc yang masih hidup; mayat mereka tak terhitung banyaknya. Tapi banyak manusia bukit menyerahkan diri; mereka ketakutan, dan berteriak minta ampun.
Orang-Orang Mark melucuti senjata mereka, dan menyuruh mereka bekerja.
"Sekarang bantu memulihkan akibat kejahatan kalian," kata Erkenbrand. "Setelah itu kalian harus bersumpah tidak akan pernah lagi melewati Ford-ford Isen dengan bersenjata, juga tidak berbaris bersama musuh Manusia; maka kalian akan bebas kembali ke negeri kalian.
Sebab kalian telah ditipu Saruman. Kepercayaan kalian kepadanya hanya berbuah kematian; seandainya kalian menang pun, upah kalian tidak akan lebih baik." Orang-orang Dunland keheranan, karena Saruman menceritakan pada mereka bahwa Orang-Orang Rohan kejam dan suka membakar hiduphidup tawanan mereka.
Di tengah padang di depan Homburg dibuat dua gundukan, dan di bawahnya dibaringkan semua Penunggang dari Mark yang gugur dalam pertempuran; yang dari East Dales di, satu sisi, dan yang dari Westfold di sisi lainnya. Dalam sebuah kuburan yang dibuat terpisah di bawah bayangan Homburg berbaring Hama, kapten para pengawal Raja. Ia tewas di depan Helm's Gate.
Para Orc ditumpuk dalam tumpukan besar, jauh dari gundukan Manusia, tidak jauh dari atap hutan. Dan orang-orang merasa gelisah, karena tumpukan bangkai itu terlalu besar untuk dikubur atau dibakar. Mereka hanya punya sedikit kayu untuk api, dan tidak ada yang berani menebang pohon-pohon aneh itu, walau seandainya Gandalf tidak memperingatkan mereka untuk tidak mencederai kulit maupun dahan yang akan membahayakan mereka.
"Biarkan para Orc menggeletak di situ," kata Gandalf "Mungkin kita bisa menemukan solusinya besok pagi." Siang hari rombongan Raja bersiap-siap berangkat. Pekerjaan penguburan baru saja dimulai; Theoden berduka atas kematian Hama, kaptennya, dan melemparkan bongkah tanah pertama ke atas kuburannya.
"Saruman sudah melukai aku dan negeri ini," katanya, "dan aku akan ingat itu, kalau kami bertemu." Matahari sudah mendekati perbukitan di barat Coomb, ketika akhirnya Theoden, Gandalf, dan para pendamping mereka melaju turun dari Dike. Di belakang mereka berkumpul pasukan besar para Penunggang dan orang-orang Westfold, tua-muda, wanita dan anak-anak, yang keluar dari gua-gua. Mereka mengumandangkan nyanyian kemenangan dengan suara jernih; lalu mereka diam, bertanya-tanya apa yang akan terjadi, karena mata mereka kini memandang pohon-pohon, dan mereka merasa takut.
Sampai di hutan, para Penunggang berhenti; kuda dan manusia, mereka enggan masuk. Pepohonan itu tampak kelabu mengancam, berselimutkan entah kabut atau bayangan. Ujung-ujung dahan mereka yang panjang menggantung seperti jemari yang mencari-cari, akar-akar mereka berdiri di atas tanah seperti anggota tubuh monster aneh, dan lubang-lubang gelap menganga di bawahnya. Tapi Gandalf maju terus, memimpin rombongan, dan di pertemuan antara jalan dari Homburg dengan pepohonan, mereka melihat lubang seperti lengkungan gerbang di bawah dahan-dahan besar; Gandalf lewat di bawahnya, dan mereka mengikutinya. Lalu dengan keheranan mereka mendapati jalan itu terus membentang, Sungai Deeping ada di sampingnya; langit di atas terbuka dan dipenuhi cahaya keemasan. Tetapi barisan pepohonan di kedua sisi sudah terselubung senja, menjulur masuk ke dalam keremangan tak tertembus; di sana mereka mendengar keriut dan raungan dahan-dahan, teriakan-teriakan samar, serta hiruk-pikuk suara-suara tanpa kata, menggerutu marah. Tak ada Orc atau makhluk hidup lain yang terlihat.
Legolas dan Gimli sekarang menunggang satu kuda bersama-sama; mereka tetap dekat di samping Gandalf, karena Gimli takut pada hutan
itu.
"Panas sekali di dalam sini," kata Legolas pada Gandalf "Aku merasakan kemarahan besar di sekitarku. Tidakkah kau merasakan udara berdenyut di telingamu?"
"Ya," kata Gandalf.
"Apa yang terjadi dengan Orc-Orc malang itu?" kata Legolas. "Kurasa takkan pernah ada yang tahu," kata Gandalf.
Selama beberapa saat mereka melaju dalam keheningan, tapi Legolas selalu menoleh ke kiri-kanan, dan sering hendak berhenti untuk mendengarkan bunyi-bunyian hutan, kalau Gimli membolehkannya.
"Ini pepohonan paling aneh yang pernah kulihat," kata Legolas, "padahal aku sudah sering melihat pohon ek tumbuh sejak dari biji hingga tua. Kalau saja aku bisa santai berjalan-jalan di antara mereka: mereka mempunyai suara, dan pada saatnya aku mungkin bisa memahami pikiran mereka."
"Jangan, jangan!" kata Gimli. "Mari kita tinggalkan mereka! Aku sudah menduga pikiran mereka: kebencian pada semua yang berjalan dengan dua kaki; dan pembicaraan tentang menghancurkan dan mencekik."
"Tidak semua yang berjalan dengan dua kaki," kata Legolas. "Kukira kau salah. Orc-lah yang mereka benci. Karena mereka tidak semestinya berada di sini, dan tidak tahu banyak tentang Peri dan Manusia. Jauh sekali lembah-lembah tempat asal mereka. Dan lembahlembah dalam di Fangorn, Gimli, kurasa dari sanalah mereka datang."
"Itu hutan paling berbahaya di Dunia Tengah," kata Gimli. "Aku bersyukur atas peran yang sudah mereka mainkan, tapi aku tidak mencintai mereka. Mungkin kau menganggap mereka indah, tapi aku sudah melihat keindahan yang lebih hebat di negeri ini, lebih indah daripada hutan atau padang yang pernah ada; dan hatiku masih dipenuhi olehnya."
"Cara berpikir Manusia aneh sekali, Legolas! Di sini mereka mempunyai salah satu keajaiban Dunia Utara, tapi apa yang mereka katakan tentang itu? Gua, kata mereka! Gua! Lubang-lubang untuk bersembunyi di masa perang, untuk menyimpan makanan di dalamnya! Legolas yang budiman, tahukah kau bahwa gua-gua Helm's Deep begitu luas dan indah? Kaum Kurcaci akan berdatangan tak henti-henti hanya untuk mengamati gua-gua itu, kalau keberadaannya diketahui. Ya, mereka pasti bersedia membayar dengan emas murni, sekadar untuk melihat sekilas saja!"
"Dan aku rela memberi emas agar dibolehkan tidak ikut," kata Legolas, "dan lebih banyak lagi emas agar dibiarkan keluar, seandainya aku tersesat masuk!"
"Kau belum melihat gua-gua itu, jadi kumaafkan kelakarmu," kata Gimli. "Tapi kau bicara seperti orang bodoh. Kaupikir balairung-balairung tempat rajamu tinggal di Mirkwood itu indah? Kaum Kurcaci membantu membangunnya di masa silam. Itu hanya gubuk kalau dibandingkan gua-gua yang kulihat di sini: balairung luas tak terhingga, diisi musik abadi air yang berdenting ke dalam kolam-kolam, seindah Kheledzaram di bawah sinar bintang."
"Dan, Legolas, kalau obor-obor sudah dinyalakan dan orang berjalan di lantainya yang berpasir, di bawah kubah-kubah yang bergema, ah! Saat itulah, Legolas, permata, kristal, dan urat-urat logam mulia berharga berkilauan di dinding-dinding yang dipoles; cahaya bersinar melalui manner berlapis, seperti kerang, tembus cahaya bagaikan tangan Ratu Galadriel. Di sana ada pilar-pilar putih, kuning, dan merah muda, Legolas, bergalur dan dipilin menjadi wujud-wujud seperti dalam mimpi; mereka muncul dari lantai beraneka warna, bersambung dengan gantungan-gantungan bersinar dari atap: sayap-sayap, tambang-tambang, tirai-tirai sehalus awan beku; tombak-tombak, panji-panji, menaramenara istana gantung! Telaga-telaga yang tenang memantulkan bayangan mereka: sebuah dunia berkilauan menatap ke atas dari kolamkolam gelap berlapiskan kaca jernih; kota-kota yang tak mungkin dibayangkan Durin dalam tidumya, menghampar melalui jalan-jalan dan pelataran berpilar-pilar, terus sampai ke relung-relung gelap yang tak tertembus cahaya. Lalu … pling! Setitik tetesan perak jatuh, dan kerutkerut bundar pada kaca membuat semua menara membungkuk dan bergoyang, seperti rumput dan koral di gua dalam lautan. Lalu malam datang: mereka memudar dan padam; obor-obor masuk ke ruangan dan impian lain. Ada banyak sekali ruangan, Legolas, lorong demi lorong, kubah demi kubah, tangga setelah tangga; dan jalan yang berbelok-belok masih menuju jantung pegunungan. Gua-gua! Gua-gua Helm's Deep! Sungguh bahagia aku telah didorong ke sana oleh nasib! Dan aku ingin menangis saat harus meninggalkannya."
"Kalau begitu, kudoakan kau selamat kembali dari perang, dan bisa kemari untuk melihatnya lagi," kata Legolas. "Tapi jangan ceritakan penemuanmu itu pada seluruh saudaramu! Kelihatannya tinggal sedikit yang bisa mereka kerjakan, kalau mendengar ceritamu. Mungkin orang-orang negeri ini cukup bijak untuk tidak bicara banyak: satu keluarga Kurcaci yang sibuk dengan palu dan pahat bisa merusak lebih banyak daripada menghasilkan."
"Tidak, kau tidak mengerti," kata Gimli. "Tak ada Kurcaci yang tidak terharu melihat keindahan seperti itu. Takkan ada bangsa Durin yang menambang gua-gua itu untuk batu atau logam mulia, meski berlian dan emas bisa didapatkan di sana. Apakah kau akan menebang pohonpohon yang berbuah di musim semi untuk dijadikan kayu bakar? Kami akan merawat padang-padang yang berbunga batu, bukan menggalinya. Dengan terampil dan hati-hati, ketukan demi ketukan hanya menetak sepotong kecil batu, mungkin, dalam satu hari yang penuh kerja keras agar kami bisa bekerja, dan setelah tahun-tahun berlalu, kami akan membuka jalan-jalan baru, memamerkan ruangan ruangan yang masih gelap, yang sekilas hanya seperti retakan dalam batu. Dan cahaya, Legolas! Kami akan membuat lampu-lampu, seperti yang pernah bersinar di Khazad-dum; dan bila kami mau, bisa kami usir malam yang sudah menggantung di sana sejak bukit-bukit diciptakan; kalau menginginkan istirahat, akan kami biarkan malam kembali datang."
"Kau menyentuh hatiku, Gimli," kata Legolas. "Belum pernah aku mendengarmu berbicara seperti ini. Kau hampir membuatku menyesal tidak melihat gua-gua ini. Ayo! Mari kita membuat perjanjian kalau kita berdua keluar dengan selamat dari bahaya-bahaya yang menunggu, kita akan berkelana bersama untuk beberapa saat. Kau akan mengunjungi Fangorn bersamaku, lalu aku akan ikut denganmu untuk melihat Helm's Deep."
"Itu bukan jalan kembali yang akan kupilih," kata Gimli. "Tapi aku mau mengunjungi Fangorn, kalau kau berjanji untuk kembali ke gua-gua itu dan berbagi keindahannya denganku."
"Aku berjanji," kata Legolas. "Tapi sayang sekali! Sekarang kita harus meninggalkan gua maupun hutan, untuk sementara. Lihat! Kita sudah sampai ke akhir pepohonan. Seberapa jauh jarak ke Isengard, Gandalf?"
"Sekitar lima belas league, menurut ukuran burung-burung hitam Saruman," kata Gandalf "Lima league dari mulut Deeping-coomb sampai ke Ford-Ford; lalu sepuluh league lagi dari sana ke gerbang-gerbang Isengard. Tapi kita tidak akan berjalan terus malam ini."
"Dan kalau kita sudah sampai di sana, apa yang akan kita lihat?" tanya Gimli. "Kau mungkin tahu, tapi aku tak bisa menebaknya."
"Aku sendiri tidak begitu pasti," jawab Gandalf. "Aku ada di sana saat senja kemarin, tapi mungkin sudah banyak yang terjadi sejak itu. Tapi kurasa kau tidak akan mengatakan perjalanan ini sia-sia meskipun gua-gua Aglarond yang berkilauan telah kautinggalkan di belakang."
Akhirnya rombongan itu berjalan melalui pepohonan, dan sampai di dasar Coomb, di mana jalan dari Helm's Deep bercabang, satu ke timur ke Edoras, dan yang lain ke utara ke Ford-ford Isen. Ketika mereka berjalan keluar dari bawah atap hutan, Legolas berhenti dan menoleh ke belakang dengan menyesal. Tiba-tiba ia berteriak.
"Ada mata!" katanya. "Mata-mata memandang dari balik bayangan dahan-dahan! Aku belum pernah melihat mata seperti itu." Yang lain berhenti dan berputar, kaget karena teriakannya, tapi Legolas mulai berbalik arah.
"Tidak, tidak!" teriak Gimli. "Berbuatlah sesuka hatimu dalam kegilaanmu, tapi turunkan dulu aku dari kuda ini! Aku tidak mau melihat mata!"
"Berhenti, Legolas Greenleafl" kata Gandalf "Jangan kembali ke dalam hutan, jangan dulu! Belum saatnya." Bahkan saat ia berbicara, dari dalam hutan muncul tiga sosok aneh. Mereka setinggi troll, dua belas kaki atau lebih tingginya; tubuh mereka kuat, gagah seperti pohon muda, dan sepertinya mengenakan pakaian atau kulit yang sangat pas, berwarna kelabu dan cokelat. Anggota tubuh mereka panjang, tangan mereka berjari banyak; rambut mereka kaku, dan janggut mereka hijau-kelabu seperti lumut. Mereka memandang dengan mata serius, tapi tidak menatap para penunggang; mata mereka terarah ke utara. Mendadak mereka mengangkat tangan ke mulut dan mengeluarkan bunyi nyaring jernih seperti nada-nada terompet, tapi lebih berirama dan beraneka ragam. Panggilan itu dijawab.
Ketika menoleh lagi, para penunggang melihat makhluk-makhluk lain yang sejenis datang mendekat, melangkah di rumput. Mereka datang dari Utara dengan langkah cepat, berjalan dengan gaya burung bangau mengarungi air, tapi kaki mereka memukul lebih cepat daripada sayap burung bangau. Para penunggang berteriak keras keheranan, beberapa meletakkan tangan ke pangkal pedang.
"Kalian tidak membutuhkan senjata," kata Gandalf "Mereka hanya penggembala. Mereka bukan musuh, bahkan mereka sama sekali tidak memedulikan kita." Rupanya memang begitu; sebab saat ia berbicara, sosok-sosok tinggi itu masuk ke dalam hutan dan menghilang, tanpa melihat kepada para penunggang tersebut.
"Penggembala!" kata Theoden. "Di mana kawanan domba mereka? Siapakah mereka, Gandalf? Karena bagimu setidaknya mereka tak asing lagi."
"Mereka penggembala pohon," jawab Gandalf "Kapan terakhir kali kau mendengar dongeng anak-anak? Ada anak-anak di negerimu yang, dari benang-benang kusut dongeng, bisa mencari jawaban atas pertanyaanmu. Yang kaulihat tadi adalah Ent, oh Raja, Ent-Ent dari Hutan Fangorn, yang dalam bahasamu kausebut Entwood. Apa kaupikir nama itu hanya diberikan secara iseng? Bukan, Theoden, justru sebaliknya: bagi mereka, kau hanyalah dongeng yang akan berlalu; tahun-tahun sejak Eorl Muda sampai Theoden Tua tidak berarti bagi mereka; dan semua perbuatan istanamu hanya masalah kecil." Raja terdiam. "Ent!" katanya akhirnya. "Dari balik bayangan legenda aku mulai memahami keajaiban pepohonan, kukira. Aku telah menyaksikan saat-saat yang ajaib. Sudah lama kami merawat ternak dan padang-padang kami, membangun rumah-rumah kami, menempa alat-alat kami, atau pergi naik kuda untuk membantu peperangan di Minas Tirith. Dan itulah yang kami sebut kehidupan Manusia, peristiwa dunia. Kami tidak memedulikan apa yang ada di luar perbatasan negeri kami. Kami punya lagu-lagu yang mengisahkan hal-hal ini, tapi kami mulai melupakannya, hanya mengajarkan lagu-lagu itu pada anak-anak, sebagai adat-istiadat sambil lalu. Dan kini lagu-lagu itu sudah mewujudkan diri di antara kami, muncul dari tempat-tempat aneh, berjalan nyata di bawah Matahari."
"Seharusnya kau gembira, Raja Theoden," kata Gandalf. "Sebab bukan hanya kehidupan sepele kaum Manusia yang terancam, tapi juga
kehidupan hal-hal yang kauanggap legenda. Kau bukan tanpa sekutu, meski kau tidak kenal mereka."
"Tapi aku tetap merasa sedih," kata Theoden. "Sebab bagaimanapun akhir peperangan ini, banyak hal indah dan hebat akan lenyap selamanya dari Dunia Tengah. Bukankah begitu?"
"Mungkin begitu," kata Gandalf. "Kejahatan Sauron tak bisa sepenuhnya disembuhkan, dan tak bisa dibuat seolah tak pernah ada. Tapi memang kita sudah ditakdirkan menjalani masa seperti itu. Mari kita teruskan perjalanan yang telah kita mulai!"
Rombongan itu pergi dari lembah dan hutan, mengambil jalan menuju Ford-ford. Legolas mengikuti dengan enggan. Matahari sudah terbenam, turun di balik ujung dunia; tapi ketika mereka melaju keluar dari bayangan bukit-bukit dan memandang ke Celah Rohan di sebelah barat, langit masih tampak merah, semburat menyala di bawah awan-awan yang melayang. Di depannya terbang berputar-putar sosok gelap burung-burung bersayap hitam. Beberapa terbang melintas dengan teriakan sedih, kembali ke rumah mereka di antara batu-batu karang.
"Burung-burung pemakan bangkai sudah sibuk di sekitar medan pertempuran," kata Eomer.
Sekarang mereka melaju dengan kecepatan sedang; malam kelam turun di sekitar mereka. Bulan mulai naik dengan lamban, sekarang membesar hampir penuh, di bawah cahayanya yang dingin keperakan padang-padang rumput luas naik-turun bagai lautan luas kelabu.
Setelah hampir empat jam berkuda dari percabangan jalan, mereka akhirnya mendekati Ford-ford. Lereng-lereng panjang berlarian cepat ke bawah, di mana sungai mengalir dengan arus berbatu-batu di antara tebing-tebing tinggi berumput. Bunyi lolongan serigala terbawa angin.
Hati mereka berat, teringat banyaknya orang yang tewas dalam pertempuran di tempat itu.
Jalan itu menurun tajam di antara tebing-tebing tanah kering yang curam, mengukir arahnya sampai ke ujung sungai, dan naik lagi di sisi seberang. Ada tiga baris batu injakan datar menyeberangi aliran sungai, dan di antaranya bagian dangkal untuk kuda, yang membentang dari kedua tebing sampai ke pulau kecil gersang di tengah. Para penunggang menatap perlintasan itu, dan merasa aneh. Ford-ford itu dulu sebuah tempat penuh desiran dan celotehan air di atas batu, tapi kini suasananya begitu hening. Dasar sungai hampir kering, tanahnya gersang berpasir kelabu dan berkeping-keping.
"Tempat ini sudah menjadi tempat muram," kata Eomer. "Penyakit apa yang telah menyerang sungai? Banyak hal indah yang dirusak Saruman: apakah dia juga melahap mata air Isen?" "Kelihatannya begitu," kata Gandalf.
"Aduh!" kata Theoden. "Apakah kita harus melewati jalan ini, di mana burung-burung pemakan bangkai melahap begitu banyak Penunggang baik dari Mark?"
"Inilah jalan kita," kata Gandalf "Memang menyedihkan kejatuhan anak buahmu, tapi akan kaulihat setidaknya serigala dari pegunungan tidak memakan mereka. Mereka berpesta pora memakan kawan-kawan mereka, para Orc: begitulah persahabatan di antara jenis mereka! Ayo!" Mereka melaju sampai ke sungai; ketika mereka datang, para serigala berhenti melolong dan pergi. Mereka ketakutan melihat Gandalf di bawah sinar bulan, dan Shadowfax kudanya bersinar seperti perak. Para penunggang itu melintas sampai ke pulau kecil, mata-mata yang bersinar-sinar mengawasi mereka dengan lemah dari keremangan di tebing-tebing.
"Lihat!" kata Gandalf. "Kawan-kawan kita sudah bekerja keras di sini." Di tengah pulau mereka melihat sebuah gundukan berdiri, dilingkari batu-batu, dan dipenuhi deretan tombak yang berdiri tegak.
"Di sini berbaring Orang-Orang Mark yang tewas di dekat tempat ini," kata Gandalf.
"Biarlah mereka beristirahat di sini!" kata Eomer. "Saat tombak-tombak ini sudah berkarat membusuk, semoga gundukan mereka masih berdiri menjaga Ford-ford Isen!"
"Apakah ini juga pekerjaanmu, kawan?" kata Theoden. "Banyak sekali yang telah kaulakukan dalam satu sore dan malam!"
"Dengan bantuan Shadowfax dan yang lain," kata Gandalf. "Aku melaju cepat dan jauh. Tapi di sini, di samping kuburan ini, kukatakan ini demi penghiburanmu: banyak yang tewas dalam pertempuran di Fordford, tapi lebih sedikit dari yang didesas-desuskan. Lebih banyak yang tercerai-berai daripada terbunuh; aku mengumpulkan semua yang bisa kutemukan. Beberapa orang kukirim bersama Grimbold dari Westfold untuk bergabung dengan Erkenbrand. Beberapa kusuruh membuat kuburan ini. Mereka sekarang sudah mengikuti marsekalmu, Elfhelm. Aku mengirim dia dengan sejumlah besar Penunggang ke Edoras. Aku tahu Saruman sudah mengirim kekuatan penuh untuk melawanmu; anakanak buahnya sudah meninggalkan tugas-tugas lain dan pergi ke Helm's Deep tampaknya daratan ini kosong dari musuh, tapi aku khawatir para penunggang serigala dan perampok akan menuju Meduseld yang tidak dijaga. Tapi sekarang kukira kau tak perlu cemas: rumahmu masih akan berdiri untuk menyambut kedatanganmu kembali."
"Dan aku akan bahagia melihatnya lagi," kata Theoden, "meski sekarang aku tak ragu bahwa aku takkan lama berada di sana." Dengan itu rombongan tersebut meninggalkan pulau dan kuburan, melintasi sungai, dan mendaki tebing seberangnya. Lalu mereka melaju terus, senang sudah meninggalkan Ford-ford yang murung. Ketika mereka pergi, lolongan serigala terdengar lagi.
Ada jalan kuno yang membentang dari Isengard sampai ke penyeberangan. Hingga jarak tertentu jalan itu menyusuri sungai, ikut membelok ke timur dan utara, namun akhirnya menjauh dan menjulur lurus menuju gerbang Isengard; gerbang ini letaknya di bawah sisi pegunungan di barat lembah, sekitar enam belas mil atau lebih dari mulutnya. Mereka mengikuti jalan ini, tapi tidak berkuda di atasnya, sebab tanah di
sebelahnya kokoh dan datar, tertutup lapisan rumput kering pendek dan lentur sejauh beberapa mil. Sekarang mereka melaju lebih cepat, dan sekitar tengah malam Ford-ford itu sudah kira-kira lima league di belakang. Lalu mereka berhenti, mengakhiri perjalanan malam mereka, karena Raja lelah. Mereka sudah sampai di kaki Pegunungan Berkabut, lengan-lengan panjang Nan Curunir menjulur ke bawah untuk menyambut mereka. Lembah di depan mereka diliputi kegelapan, karena bulan sudah bergeser ke Barat, cahayanya tersembunyi oleh bukitbukit. Tapi dari bayangan kelam lembah itu muncul menara asap dan uap, menangkap berkas sinar bulan yang sedang terbenam di atas sana, menyebar dalam gelombang-gelombang bersinar, hitam dan perak, ke segenap penjuru langit berbintang.
"Menurutmu apakah itu, Gandalf?" tanya Aragorn. "Seolah-olah seluruh Lembah Penyihir sedang terbakar."
"Selalu ada asap di atas lembah akhir-akhir ini," kata Eomer, "tapi belum pernah aku melihat yang seperti ini. Ini lebih menyerupai uap daripada asap. Saruman sedang meramu sihir untuk menyambut kita. Mungkin dia memasak seluruh air yang ada di Isen; itu sebabnya sungai menjadi kering."
"Mungkin begitu," kata Gandalf. "Besok kita akan tahu apa yang sedang dia lakukan. Sekarang mari kita istirahat sejenak, kalau bisa." Mereka berkemah di sisi Sungai Isen; sungai itu masih diam dan kosong. Beberapa di antara mereka tidur sebentar. Tapi larut malam para penjaga berteriak, dan semua terbangun. Bulan sudah lenyap. Bintang-bintang bersinar di atas; tapi di tanah mengalir sebuah kegelapan yang lebih kelam daripada malam. Ia mengalir ke arah mereka di kedua sisi sungai, menuju utara.
"Diam di tempat!" kata Gandalf "Jangan hunus senjata! Tunggu! Ini akan berlalu!" Kabut menebal di sekitar mereka. Di atas mereka, beberapa bintang masih bersinar redup, tapi di kedua sisi menjulang tembok-tembok muram tak tertembus; mereka berada di tengah jalur sempit antara menara-menara bayangan yang bergerak. Mereka mendengar suara-suara, bisikan dan erangan, dan bunyi desir tak terputus; burru bergetar di bawah mereka. Lama sekali rasanya mereka duduk ketakutan; tapi akhirnya kegelapan dan bunyi ribut itu berlalu, menghilang di antara lengan-lengan pegunungan.
Jauh di Homburg, di tengah malam, orang-orang mendengar bunyi keras seperti angin di lembah, dan bumi bergetar; semuanya takut dan tidak berani pergi. Tapi di pagi hari mereka keluar dan terkejut; mayat-mayat Orc sudah hilang, juga pepohonan. Jauh di bawah, di lembah Deep, rumput-rumput sudah cokelat terinjak, seolah gembala-gembala raksasa sudah menggiring kawanan besar temak di sana; tapi ada lubang besar satu mil di bawah Dike, di atasnya batu-batu ditumpuk membukit. Orang-orang percaya bahwa para Orc yang tewas sudah dikubur di sana; tapi tak ada yang tahu apakah mereka yang lari ke dalam hutan ada di dalam lubang itu juga, sebab tak ada yang berani menginjak bukit itu. Setelah itu bukit tersebut dinamakan Death Down, dan tak ada rumput yang mau tumbuh di sana. Tapi pohon-pohon aneh itu tak pernah terlihat lagi di Deeping-coomb; mereka sudah kembali di malam hari, dan pergi jauh ke lembah gelap Fangorn. Dengan demikian, mereka sudah membalas dendam kepada para Orc.
Raja dan rombongannya tidak tidur lagi malam itu; tapi mereka tak melihat dan mendengar hal aneh lain, kecuali satu: sungai di samping mereka tiba-tiba bersuara lagi. Ada desiran air memburu turun di antara bebatuan, dan sesudahnya Isen mengalir dan bergelembung lagi di palungnya, seperti sediakala.
Di saat fajar mereka bersiap-siap pergi. Cahaya muncul kelabu dan pucat, dan mereka tidak melihat terbitnya matahari. Udara di atas berat oleh kabut, bau busuk menggantung di atas daratan sekitar mereka. Mereka maju dengan lambat, sekarang di atas jalan raya. Jalan itu lebar dan keras, dan terpelihara baik. Samar-samar, melalui kabut, mereka bisa melihat lengan-lengan panjang pegunungan menjulang di sebelah kiri. Mereka sudah masuk ke Nan Curunir, Lembah Penyihir. Sebuah lembah terlindung, hanya terbuka ke arah Selatan. Dulu tempatnya hijau dan indah, dan Sungai Isen mengalir melaluinya, sudah dalam dan deras sebelum mencapai padang-padang, karena diisi banyak mata air serta sungai-sungai kecil di antara perbukitan yang banyak dihujani, dan di sekitarnya terbentang tanah subur dan nyaman.
Tapi sekarang tidak demikian lagi keadaannya. Di bawah tembok-tembok Isengard masih ada tanah luas yang dipakai bercocok tanam oleh budak-budak Saruman; tapi sebagian besar lembah sudah menjadi belantara rumput liar dan tanaman berduri. Tanaman bramble menjulur di tanah, atau memanjat semak dan tebing, membentuk gua-gua berbulu kusut tempat binatang-binatang kecil bersarang. Tak ada pohon tumbuh di sana, tapi di antara rumput tinggi masih terlihat tunggul-tunggul pohon lama yang sudah dibakar dan ditebang dengan kapak.
Daratan itu muram sekali, dan hening. Hanya terdengar bunyi air mengalir di atas bebatuan. Asap dan uap melayang berbentuk awan murung dan bersembunyi di lembah-lembah. Para penunggang itu tidak berbicara. Banyak yang merasa ragu dalam hati, bertanya-tanya apa tujuan akhir perjalanan mereka yang suram.
Setelah mereka melaju beberapa mil, jalan raya itu menjadi jalan lebar berlapis batu-batu besar datar, berbentuk persegi dan dipasang dengan terampil; tak ada selembar rumput pun pada sambungan-sambungannya. Parit-parit dalam, berisi air mengalir, menjulur di kedua sisinya.
Mendadak sebuah tiang tinggi menjulang di depan mereka. Warnanya hitam, di atasnya terletak sebuah batu besar, diukir dan dilukis menyerupai Tangan Putih panjang. Jarinya menunjuk ke utara. Mereka tahu kini, gerbang-gerbang Isengard sudah tak jauh lagi, dan hati mereka terasa berat; tapi mata mereka tak bisa menembus kabut di depan.
Di bawah lengan gunung di dalam Lembah Penyihir, sejak bertahun-tahun silam berdiri tempat kuno yang oleh Manusia disebut Isengard.
Sebagian terbentuk saat pegunungan diciptakan, tapi karya hebat Orang-Orang Westemesse sudah hadir sejak dulu di sana; dan Saruman sudah lama tinggal di sana, tidak tinggal diam.
Begitulah keadaannya, ketika Saruman sedang dalam puncak kejayaannya, disegani sebagai pemimpin kaum Penyihir. Sebuah dinding lingkaran dari bebatuan, seperti batu karang yang menjulang, menjorok keluar dari naungan sisi pegunungan. Hanya satu jalan masuknya, suatu lengkungan besar yang digali di dinding selatan. Di sini telah dibuat sebuah terowongan, kedua ujungnya ditutup dengan pintu besi besar. Pintu-pintu ini ditempa dan dipasang pada engsel-engsel besar, pasak-pasak baja ditanamkan ke dalam batu yang hidup, sehingga bila palangnya dilepas, pintu-pintu ini bisa digerakkan tanpa suara, dengan sentuhan ringan saja. Siapa yang masuk dan akhirnya keluar dari terowongan bergema itu akan melihat sebuah pelataran, sebuah lingkaran besar, agak cekung seperti mangkuk besar yang dangkal: ukurannya satu mil dari pinggir ke pinggir. Dulu tempat itu hijau dan penuh jalan raya serta gerombolan pohon berbuah, diairi sungai-sungai yang mengalir dari pegunungan ke sebuah telaga. Tapi di masa Saruman tak ada tanaman hijau tumbuh di sana. Jalan-jalan dilapisi batu-batu pipih, gelap dan keras; dan di sisi-sisinya bukan pohon yang berdiri tegak, melainkan barisan tiang, beberapa dari marmer, beberapa dari tembaga dan besi, disambung dengan rantai berat.
Banyak sekali rumah di sana, ruangan-ruangan, aula-aula, dan selasar, dipahat masuk di dinding sebelah dalam, sehingga pelataran terbuka itu dikelilingi jendela dan pintu gelap yang tak terhitung banyaknya. Ribuan orang bisa tinggal di sana pekerja, pelayan, budak, dan pejuang dengan gudang senjata besar; serigala-serigala diberi makan dan dikandangi di bawah tanah. Pelataran itu juga digali dan dilubangi.
Cerobong-cerobong ditanam jauh ke dalam tanah; ujung atasnya ditutupi gundukan rendah dan kubah batu, sehingga di bawah sinar bulan Lingkaran Isengard tampak seperti kuburan yang resah. Tanahnya bergetar. Cerobong-cerobong itu turun melalui banyak lereng dan tangga spiral ke gua-gua jauh di bawah; di sana Saruman mempunyai gudang harta, gudang perlengkapan, senjata, bengkel pandai besi, dan tungkutungku besar. Roda-roda besi berputar tak henti-hentinya di sana, dan palu-palu berdentam. Di malam hari untaian uap mengalir dari lubang hawa, yang diterangi dari bawah dengan cahaya merah, biru, atau hijau racun.
Semua jalan di antara rantai-rantai pemisah itu menuju ke pusat. Di sana berdiri sebuah menara dengan bentuk menakjubkan. Menara itu dibuat oleh para pembangun zaman dulu, yang membuat mulus Lingkaran Isengard, tapi menara itu tidak tampak seperti buatan tangan Manusia, melainkan tumbuh dari tulang-tulang bumi di masa kesengsaraan perbukitan di masa lampau. Ia merupakan puncak dan pulau batu karang, hitam dan mengilap tajam: empat tiang besar dari batu bersisi banyak dilas menjadi satu, namun di dekat puncaknya mereka membuka menjadi tanduk menganga, ujung-ujungnya tajam seperti ujung tombak, bersisi tajam bagai pisau. Di antaranya ada ruang sempit, dan di sana di lantai batu yang dipoles dan dipenuhi tulisan lambang-lambang aneh, orang bisa berdiri lima ratus kaki di atas pelataran. Inilah Orthanc, benteng Saruman, dan nama itu mempunyai dua makna (entah direncanakan atau kebetulan); karena dalam bahasa Peri, orthanc berarti Gunung Taring, tapi dalam bahasa Mark kuno berarti Otak Cerdik.
Dulu Isengard merupakan tempat kuat dan indah, dan lama sekali keindahannya bertahan; di sana para penguasa agung pernah tinggal, para pemelihara Gondor di sebelah Barat, dan orang-orang bijak yang mengamati bintang-bintang. Tapi Saruman perlahan-lahan mengubahnya sesuai dengan tujuannya sendiri, membuatnya lebih baik, begitu pikirnya, karena ia tertipu. Sebab semua keahlian dan sihir halus yang membuat ia meninggalkan pengetahuan dan kebijakannya yang lama, dan yang dikiranya berasal dari dirinya sendiri, sebenarnya hanya berasal dari Mordor; sehingga apa yang dibuatnya sekadar tiruan kecil contoh untuk anak kecil atau hanya bagus untuk budak-dari benteng luas, persenjataan, penjara, dan tungku berkekuatan hebat itu Barad-dur, Menara Kegelapan yang tak bisa ditandingi dan menertawakan sanjungan, menunggu waktunya, kokoh dalam keangkuhan dan kekuatannya yang tak terukur.
Itulah benteng Saruman, seperti disebarkan oleh kemasyhurannya. Dalam ingatan makhluk hidup, Orang-Orang Rohan belum pernah masuk ke gerbangnya, kecuali beberapa, seperti Wormtongue, yang masuk secara rahasia dan tidak menceritakan pada siapa pun apa yang mereka lihat.
Sekarang Gandalf maju ke tiang Tangan yang besar, dan melewatinya; ketika ia melakukan itu, para penunggang melihat dengan heran bahwa Tangan itu tidak lagi kelihatan putih, melainkan seperti temoda darah kering; dan ketika mengamati lebih dekat, mereka melihat kukukukunya merah. Tanpa menghiraukannya, Gandalf melaju terus ke dalam kabut dan dengan enggan mereka mengikutinya. Sekarang di sekitar mereka seolah ada banjir tiba-tiba, genangan-genangan air luas terhampar di samping jalan, mengisi cekungan-cekungan, dan sungaisungai kecil mengalir di antara bebatuan.
Akhirnya Gandalf berhenti dan memanggil mereka dengan isyarat; mereka datang, dan melihat bahwa di depannya kabut sudah hilang, cahaya matahari pucat bersinar. Tengah hari sudah lewat. Mereka sudah sampai di gerbang-gerbang Isengard.
Tapi pintu-pintu gerbang itu sudah terlempar dan terpelintir di lantai. Di sekitarnya, bebatuan yang sudah pecah dan menyerpih menjadi keping-keping bergerigi tak terhitung banyaknya, bertebaran di mana mana atau tertumpuk dalam timbunan puing. Lengkungan besar masih berdiri, tapi sekarang membuka ke sebuah jurang tak beratap: terowongan terbuka, dinding-dinding yang seperti batu karang sudah retakretak dan terkoyak-koyak; menara-menaranya sudah hancur lebur menjadi debu. Seandainya Samudra sudah naik dengan marah dan jatuh
seperti badai di atas bukit-bukit, kehancuran yang diakibatkannya tak mungkin lebih besar.
Lingkaran di seberang terisi air mendidih: kawah mendidih yang di dalamnya melayang dan mengambang puing-puing balok dan tiang, petipeti dan kotak serta peralatan pecah. Tiang-tiang yang terpilin dan condong miring mengangkat batang-batang mereka yang pecah-pecah ke atas air bah, tapi semua jalan terendam. Jauh di sana, setengah terselubung dalam awan yang berputar-putar, menjulang pulau batu karang itu. Masih gelap dan tinggi, tidak hancur oleh badai, menara Orthanc masih berdiri. Air yang tampak pucat menerpa pelan kakinya.
Raja dan seluruh rombongannya duduk diam di atas kuda mereka, terheran-heran menyadari bahwa kekuatan Saruman sudah ditaklukkan; bagaimana caranya, mereka tak bisa mereka-reka. Kini mereka mengarahkan pandang ke lengkungan dan gerbang yang runtuh. Di sana, di dekat gerbang, mereka melihat timbunan puing; mendadak mereka menyadari ada dua sosok kecil berbaring nyaman di atasnya, berpakaian kelabu, hampir tidak kelihatan di antara bebatuan. Ada botol-botol dan mangkuk serta piring-piring di samping mereka, seolah mereka baru saja makan sepuasnya, dan sekarang sedang beristirahat dari pekerjaan mereka. Satu orang tampaknya tertidur; satunya lagi, dengan kaki disilangkan dan lengan di belakang kepala, bersandar ke batu yang pecah, dari mulutnya mengembus untaian panjang serta cincin-cincin kecil asap biru tipis.
Untuk beberapa saat, Theoden, Eomer, dan semua anak buahnya memandang dengan heran. Di tengah seluruh reruntuhan Isengard, pemandangan paling aneh bagi mereka. Tapi sebelum Raja bisa berbicara, sosok kecil yang sedang merokok itu mendadak melihatnya, sementara mereka duduk diam di batas kabut. Ia melompat berdiri. Ia tampak seperti seorang pemuda, meski tingginya hanya separuh tinggi manusia; kepalanya yang berambut keriting cokelat tidak bertopi, tapi ia mengenakan jubah yang sudah lusuh, warna dan bentuknya sama dengan yang dikenakan para pendamping Gandalf ketika mereka berkuda ke Edoras. Ia membungkuk rendah sekali, sambil meletakkan tangannya di dada. Lalu, seolah tidak melihat kehadiran Gandalf dan teman-temannya, ia berbicara pada Eomer dan Raja.
"Selamat datang di Isengard, Tuan-Tuan!" katanya. "Kami para penjaga pintu. Meriadoc, putra Saradoc, namaku; dan kawanku, yang sayang sekali, sedang kelelahan" ia menendang temannya dengan kakinya "adalah Peregrin, putra Paladin, dari keluarga Took. Jauh di Utara rumah kami. Lord Saruman ada di dalam, tapi saat ini dia sedang berdua dengan Wormtongue; kalau tidak, pasti dia ada di sini untuk menyambut tamu-tamu terhormat seperti ini."
"Sudah pasti!" tawa Gandalf. "Dan Saruman jugakah yang memerintahkanmu menjaga pintu-pintunya yang rusak, serta menunggu kedatangan tamu-tamu, bila perhatianmu bisa dialihkan dari piring dan botol?"
"Tidak, Sir, masalah itu lolos dari perhatiannya," jawab Merry dengan serius. "Dia sibuk sekali. Perintah kami datang dari Treebeard, yang sudah mengambil alih pengelolaan Isengard. Dia menyuruhku menyambut Penguasa Rohan dengan kata-kata yang pantas. Aku sudah berusaha sebaik mungkin."
"Dan bagaimana dengan para pendampingmu? Bagaimana tentang Legolas dan aku?" teriak Gimli, tak bisa menahan diri lagi. "Kalian bajingan, kalian berandal lembek dan lemah! Kalian sudah menjerumuskan kami ke dalam pengejaran hebat! Dua ratus league, melalui daratan basah dan hutan, pertempuran dan kematian, untuk menyelamatkan kalian! Ternyata di sini kami temukan kalian sedang berpesta pora dan menganggur dan merokok! Merokok! Dari mana kalian mendapatkan rumputnya, bajingan! Palu dan jepitan! Aku marah sekaligus senang, dan sungguh ajaib kalau aku tidak meledak!"
"Tepat sekali ucapanmu, Gimli," tawa Legolas. "Tapi aku lebih ingin tahu, dari mana mereka mendapatkan anggur itu."
"Satu hal yang tidak kautemukan dalam perburuanmu, yakni otak yang lebih cerdas," kata Pippin sambil membuka satu matanya. "Kau menemukan kami duduk di medan kemenangan, di tengah barang rampasan milik musuh, dan kau heran dari mana kami mendapatkan beberapa kenikmatan yang pantas sebagai imbalan!"
"Imbalan pantas?" kata Gimli. "Aku tidak percaya itu!" Para Penunggang itu tertawa. "Tak salah lagi, rupanya kami menyaksikan pertemuan antara sahabat-sahabat yang saling menyayangi," kata Theoden. "Jadi, inikah mereka yang hilang dari rombonganmu, Gandalf’? Masa kini sudah ditakdirkan penuh keajaiban. Banyak yang sudah kulihat sejak meninggalkan rumahku, dan sekarang di depan mataku berdiri sosok lain lagi dari bangsa dalam legenda. Bukankah ini para Halfling, yang beberapa di antara kami menyebutnya Holbytlan?"
"Hobbit, Yang Mulia," kata Pippin.
"Hobbit?" kata Theoden. "Bahasamu sudah berubah aneh, tapi nama itu kedengarannya cocok. Hobbit! Laporan yang kudengar selama ini tidak sesuai dengan kenyataan." Merry membungkuk, Pippin juga bangkit berdiri dan membungkuk rendah. "Anda sangat ramah, Yang Mulia, begitu pula kata-kata Anda," katanya. "Dan ini suatu keajaiban lain lagi! Aku sudah mengembara ke banyak negeri, sejak aku meninggalkan rumahku, dan belum pernah aku bertemu orang yang tahu cerita tentang hobbit."
"Bangsaku datang dari Utara, lama berselang," kata Theoden. "Tapi aku tak akan menipumu: kami tidak tahu dongeng-dongeng tentang hobbit. Yang diceritakan di antara kami hanya bahwa jauh sekali, melewati banyak bukit dan sungai, ada bangsa halfling yang tinggal di dalam lubang di bukit pasir. Tapi tak ada legenda tentang perbuatan mereka, karena konon mereka tidak berbuat banyak, dan menghindari
dilihat manusia, mampu menghilang dalam sekejap, dan bisa mengubah suara mereka menyerupai siulan burung. Tapi tampaknya banyak lagi yang bisa diungkapkan."
"Memang, Yang Mulia," kata Merry.
"Salah satunya," kata Theoden, "aku belum mendengar bahwa mereka mengembuskan asap dari mulut mereka."
"Itu tidak mengherankan," jawab Merry, "karena ini seni yang sudah beberapa generasi tidak kami praktekkan. Tobold Hornblower, dari Longbottom di Wilayah Selatan, yang pertama kali menanam tembakau pipa asli di kebunnya, sekitar tahun 1070 menurut hitungan kami.
Bagaimana Old Toby menemukan tanaman itu …"
"Kau belum tahu bahaya yang kauhadapi, Theoden," potong Gandalf. "Hobbit-hobbit ini bisa duduk di ujung reruntuhan dan mendiskusikan kenikmatan makan, atau perbuatan-perbuatan kecil ayah mereka, kakek mereka, kakek buyut mereka, dan sepupu-sepupu jauh dari tingkat kesembilan, kalau kau mau mendengarkan dengan kesabaran luar biasa. Lain kali saja bercerita tentang sejarah merokok ini. Di mana Treebeard, Merry?"
"Di sebelah utara, kukira. Dia pergi minum-minum air bersih. Kebanyakan Ent lain ada bersamanya, masih sibuk bekerja di sana." Merry melambaikan tangannya ke arah kolam yang berasap; ketika memandang ke sana, mereka mendengar bunyi gemuruh dan kertak-kertuk samar, seolah tanah longsor jatuh dari sisi pegunungan. Dari jauh terdengar bunyi huum-hom, seperti bunyi terompet yang ditiup dengan penuh kemenangan.
"Dan apakah Orthanc ditinggal tanpa penjagaan?" tanya Gandalf.
"Kan ada air," kata Merry. "Tapi Quickbeam dan beberapa Ent lain mengawasinya. Tidak semua tiang dan tonggak di pelataran ditanam oleh Saruman. Kurasa Quickbeam ada di dekat batu karang, dekat kaki tangga."
"Ya, ada Ent tinggi kelabu di sana," kata Legolas, "tapi kedua lengannya ada di sampingnya, dan dia berdiri diam seperti kusen pintu."
"Sekarang sudah lewat tengah hari," kata Gandalf," dan kami belum makan sejak pagi tadi. Meski begitu, aku ingin segera bertemu Treebeard. Apakah dia tidak meninggalkan pesan, ataukah piring dan botol sudah mengusir pesan itu dari ingatanmu?"
"Dia meninggalkan pesan," kata Merry, "dan aku baru saja hendak menyampaikannya, tapi aku terhambat banyak pertanyaan. Tadi aku ingin mengatakan bahwa kalau Penguasa Mark dan Gandalf mau pergi ke dinding utara, mereka akan bertemu Treebeard di sana, dan dia akan menyambut mereka. Boleh kutambahkan juga bahwa mereka akan menemukan makanan terbaik di sana, sudah ditemukan dan dipilih oleh pelayanmu yang rendah hati." ia membungkuk.
Gandalf tertawa. "Itu lebih baik!" katanya. "Nah, Theoden, kau mau pergi denganku untuk mencari Treebeard? Kita harus berjalan memutar, tapi tidak begitu jauh. Kalau bertemu Treebeard, kau akan belajar banyak darinya. Sebab Treebeard adalah Fangorn, Ent paling tua dan pemimpin mereka. Berbicara dengannya, kau akan mendengar bahasa makhluk hidup tertua."
"Aku akan ikut denganmu," kata Theoden. "Selamat tinggal, hobbit-hobbit-ku! Semoga kita bertemu lagi di rumahku! Di sana kalian akan duduk di sampingku dan menceritakan semua yang kalian inginkan: perbuatan nenek moyang kalian, sejauh yang bisa kalian ingat; kita juga akan membicarakan Tobold Tua dan pengetahuannya tentang tanaman. Selamat berpisah!" Kedua hobbit membungkuk rendah. "Jadi, itu Raja Rohan!" kata Pippin dengan berbisik. "Orang tua yang sangat ramah. Sangat sopan "
BERSAMBUNG KE BAB9/11 >>> 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
Blogger Templates