Social Icons

Pages

(J.R.R. TOLKIEN) THE LORD OF THE RING 3: KEMBALINYA SANG RAJA BUKU 5 BAB 9/10 PERBINCANGAN TERAKHIR

<<< SEBELUMNYA
Pagi setelah pertempuran ternyata cerah, dengan awan-awan ringan dan angin yang bertiup ke arah barat. Legolas dan Gimli sudah bangun pagi-pagi sekali, dan minta izin masuk ke Kota; mereka sudah tak sabar ingin bertemu Merry dan Pippin.

"Senang sekali mereka ternyata masih hidup," kata Gimli, "demi mereka kita sudah bersusah payah melewati padang Rohan, dan aku tak ingin jerih payah semacam itu terbuang sia-sia." Bersama-sama, Peri dan Kurcaci masuk ke Minas Tirith, dan orang-orang yang melihat mereka kagum sekali memandang keduanya; karena wajah Legolas sangat elok, melampaui ukuran manusia, dan ia menyanyikan lagu Peri dengan suara jernih sambil berjalan di pagi hari itu; Gimli berjalan kaku di sampingnya, mengelus-elus janggutnya dan melihat-lihat sekeliling.
"Cukup banyak karya batu bagus di sini," katanya sambil memandangi tembok-tembok, "tapi juga banyak yang kurang bagus, dan jalan jalan sebenarnya bisa dibuat lebih baik. Kalau Aragorn sudah menerima takhta yang menjadi haknya, aku akan menawarkan jasa para pengrajin batu dari pegunungan kepadanya, dan kami akan membuat kota ini patut dibanggakan." .
"Mereka butuh lebih banyak kebun," kata Legolas.
"Rumah-rumah di sini mati, terlalu sedikit yang bertumbuh dan bersuka ria. Kalau Aragorn sudah menerima kembali takhta warisannya, penduduk Hutan akan membawakannya burung-burung yang bernyanyi dan pohon-pohon yang tidak akan mati."
Akhirnya mereka bertemu Pangeran Imrahil. Legolas memandangnya dan membungkuk rendah, karena ia melihat bahwa darah Peri memang mengalir dalam diri pria itu.
"Hidup, Lord!" katanya.
"Sudah lama orang-orang Nimrodel meninggalkan hutan-hutan Lorien, tapi ternyata belum semua berlayar pergi dari pelabuhan Amroth ke barat, melintasi lautan."
"Begitulah kabarnya dalam kisah-kisah kuno negeriku," kata sang pangeran, "tapi sudah bertahun-tahun di sana tak lagi terlihat salah satu bangsa Peri yang elok. Dan aku kagum sekali melihat satu di sini sekarang, di tengah-tengah duka dan peperangan. Apa yang kaucari?"
"Aku salah satu dari Sembilan Pejalan Kaki yang berangkat bersama Mithrandir dari Imladris," kata Legolas, "dan bersama Kurcaci ini, temanku, aku datang bersama Lord Aragorn. Tapi kini kami ingin menjumpai kawan-kawan kami, Meriadoc dan Peregrin, yang berada di bawah kekuasaanmu, begitulah kami dengar."
"Kalian akan menemukan mereka di Rumah Penyembuhan, dan aku akan mengantar kalian ke sana," kata Imrahil.
"Sudah cukup bila kau mengirim salah seorang pemandu untuk mengantar kami, Lord," kata Legolas.
"Sebab Aragorn mengirimkan pesan ini padamu. Dia tidak mau masuk lagi ke Kota kali ini. Tapi para kapten perlu segera berunding, dan dia memohon agar kau dan Eomer datang ke kemahnya sesegera mungkin. Mithrandir sudah berada di sana."
"Kami akan datang," kata Imrahil; dan mereka berpisah dengan kata-kata sopan.
"Dia seorang bangsawan gagah dan kapten hebat," kata Legolas.
"Kalau Gondor mempunyai orang-orang seperti dia di masa sedang surut kejayaannya, pasti kegemilangan mereka luar biasa di masa jaya."
"Dan pasti karya-karya batu yang bagus berasal dari zaman yang lebih lama, dan dibuat dalam masa pembangunan pertama," kata Gimli.
"Selalu begitu halnya dengan benda-benda yang diawali oleh Manusia: ada embun beku di Musim Semi, atau kutukan di Musim. Panas, dan mereka tak bisa memenuhi janji mereka."
"Tapi mereka jarang gagal dalam pembenihan," kata Legolas.
"Benihnya akan tersembunyi dalam debu dan membusuk, kemudian muncul lagi di saat dan di tempat yang tak terduga. Perbuatan-perbuatan Manusia akan melampaui masa hidup kita, Gimli."
"Tapi kuduga pada akhirnya tidak akan menghasilkan apa pun, kecuali kemungkinan-kemungkinan yang tidak terbukti," kata si Kurcaci.
"Bangsa Peri tidak tahu jawaban atas ucapan itu," kata Legolas.
Setelah berkata begitu, pelayan Pangeran datang dan mengantar mereka ke Rumah Penyembuhan; teman-teman mereka ada di kebun, dan pertemuan mereka sangat menggembirakan. Untuk beberapa saat mereka berjalan-jalan dan bercakap-cakap, bercengkrama sejenak dalam kedamaian pagi hari jauh tinggi di atas, di lingkar Kota yang berkelok-kelok itu. Ketika Merry letih, mereka pergi duduk di atas tembok, halaman hijau Rumah Penyembuhan terhampar di belakang; jauh di depan mereka, di sebelah selatan, Sungai Anduin kemilau dalam cahaya matahari, mengalir jauh hingga di luar batas penglihatan Legolas, sampai ke tanah datar dan kabut hijau Lebennin serta Ithilien Selatan.
Kini Legolas terdiam, sementara yang lain terus berbincang-bincang. Ia memandang menerawang menentang cahaya matahari, dan ketika itu Ia melihat burung-burung laut putih terbang di atas Sungai.
"Lihat!" teriaknya.
"Burung camar! Mereka terbang jauh ke darat. Mengherankan sekaligus menyusahkan hati. Sepanjang hidupku belum pernah aku melihat mereka, sampai kita tiba di Pelargir, dan di sana aku mendengar mereka berteriak-teriak di udara ketika kita pergi ke pertempuran kapal-kapal. Lalu aku berdiri diam, lupa perang di Dunia Tengah; sebab suara mereka yang melengking kelu bercerita padaku tentang Laut. Laut! Sayang sekali! Aku belum pernah melihatnya. Tapi jauh di dalam hatiku dan semua saudaraku, ada kerinduan mendalam kepada Laut, yang berbahaya kalau dikobarkan. Sayang sekali! Gara-gara burung-burung camar itu, aku takkan bisa menemukan kedamaian lagi di bawah pohon elm maupun pohon beech."
"Jangan berbicara begitu!" kata Gimli.
"Masih banyak hal yang tak terhitung banyaknya untuk dilihat di Dunia Tengah, dan banyak perbuatan besar masih perlu dilakukan. Tapi kalau semua bangsa elok pergi ke Havens, dunia akan menjadi sangat menjemukan bagi mereka yang terpaksa tetap tinggal."
"Menjemukan dan suram!" kata Merry.
"Jangan pergi ke Havens, Legolas. Akan selalu ada orang-orang, besar maupun kecil, bahkan kurcaci bijak seperti Gimli, yang membutuhkanmu. Setidaknya aku berharap begitu. Meski aku merasa bagian terburuk peperangan ini masih harus terjadi. Aku sangat berharap semua ini sudah berlalu, dan berlalu dengan baik!"
"Jangan murung begitu!" seru Pippin.
"Matahari bersinar, dan kita masih berkumpul, setidaknya untuk sehari dua hari. Aku ingin mendengar lebih banyak tentang kalian semua. Ayo, Gimli! Kau dan Legolas sudah sering sekali menyebut-nyebut perjalanan kalian yang aneh bersama Strider, sepanjang pagi ini. Tapi kau belum menceritakan pun tentang itu. Matahari bersinar di sini," kata Gimli, "tapi banyak kenangan jalan-jalan dalam kegelapan itu yang tak ingin kuingat kembali. Seandainya aku tahu apa yang menunggu di depanku, kurasa aku takkan mau mengambil Jalan Orang-Orang Mati, biar demi perbuatan mana pun."
"Jalan Orang-Orang Mati?" kata Pippin.
"Aku mendengar Aragorn mengatakan itu, dan aku bertanya-tanya apakah artinya. Tidakkah kau mau menceritakan lebih banyak?"
"Tidak dengan senang hati," kata Gimli.
"Sebab di jalan itu aku dipermalukan: Gimli putra Gloin, yang menganggap dirinya lebih tabah daripada Manusia, dan lebih ulet di bawah tanah daripada Peri. Tapi aku tak bisa membuktikan keduanya; aku tetap bertahan di jalan hanya karena dorongan tekad Aragorn."
"Juga karena rasa sayangmu padanya," kata Legolas.
"Semua yang mengenalnya, menyayangi dia apa adanya, bahkan perawan dingin dari Rohirrim itu. Pagi-pagi sekali, di hari sebelum kau datang ke sana, Merry, ketika kami meninggalkan Dunharrow dan ketakutan mencekam semua orang, tak ada yang mau mengantar keberangkatan kami kecuali Lady Eowyn, yang sekarang cedera dan berbaring di Rumah Penyembuhan di bawah. Banyak duka dalam perpisahan itu, dan aku sedih melihatnya."
"Aduh! Ternyata aku hanya memperhatikan diriku sendiri," kata Gimli.
"Sudah, sudah, jangan! Aku tidak mau membicarakan perjalanan itu." Ia terdiam, tapi Pippin dan Merry begitu bergairah ingin mendengar kisahnya, sampai akhirnya Legolas berkata, "Aku akan menceritakan secukupnya demi ketenangan kalian; sebab aku tidak merasakan kengerian, dan tidak takut pada bayangan manusia, karena kuanggap mereka tak berdaya dan lemah." Dengan cepat Ia menceritakan jalan angker dan berhantu di bawah pegunungan, pertemuan gelap di Erech, dan perjalanan berkuda yang panjang sesudahnya, sembilan puluh tiga league ke Pelargir di Anduin.
"Empat hari empat malam, terus sampai malam kelima, kami berkuda dari Batu Hitam," katanya.
"Dan aneh! Justru dalam kegelapan Mordor harapanku bangkit; sebab dalam kegelapan itu Pasukan Bayangan malah semakin kuat dan lebih mengerikan untuk dilihat. Kulihat beberapa di antara mereka berkuda, beberapa berjalan kaki, tapi semuanya bergerak dengan kecepatan tinggi yang sama. Mereka di air, tapi mata mereka bersinar-sinar. Di dataran tinggi Lamedon mereka menyusul kuda-kuda kami, dan berjalan di sekitar kami, dan sudah akan mendahului kami kalau tidak dilarang oleh Aragorn."
"Atas perintahnya mereka menahan langkah sampai berjalan di belakang kami. Bahkan bayang-bayang Manusia pun menaati kehendak Aragorn, begitu pikirku. Mungkin mereka masih akan berguna untuk melayaninya!"
"Kami meneruskan perjalanan di suatu hari yang penuh cahaya, kemudian datanglah hari tanpa fajar, dan kami masih terus melaju, melintasi Ciril dan Ringlo; hari ketiga kami sampai ke Linhir di atas mulut Gilrain. Di sana orang-orang Lamedon sedang memperebutkan arungan dengan orang-orang jahat dari Umbar dan Harad yang berlayar di sungai. Tapi pembela dan musuh sama-sama menghentikan pertempuran dan melarikan diri ketika kami datang, sambil berteriak bahwa Raja Kematian menyerang mereka. Hanya Angbor, Penguasa Lamedon, yang berani mematuhi kami; dan Aragorn memintanya mengumpulkan rakyatnya dan mengikuti kami, kalau berani, setelah Pasukan Kelabu lewat."
"'Di Pelargir, pewaris Isildur membutuhkanmu,"' katanya.
"Jadi kami melintasi Gilrain, mendorong sekutu-sekutu Mordor bergerak mundur di depan kami; lalu kami istirahat sebentar. Tapi tak lama kemudian Aragorn bangkit, sambil berkata, 'Lihat! Minas Tirith sudah diserbu. Aku khawatir dia sudah jatuh sebelum kita sampai ke sana.' Maka kami berangkat lagi sebelum malam lewat, dan pergi dengan kecepatan paling tinggi, sekuat kuda kami bisa bertahan di padangpadang Lebennin." Legolas diam sejenak dan mengeluh, sambil menengok ke selatan perlahan Ia bernyanyi,
Bagai perak mengalir sungai dari Celos ke Erui Di padang hijau Lebennin!
Rumput tinggi tumbuh di sana. Dalam tiupan angin Laut Bunga lili putih bergoyang, Dan lonceng-lonceng emas pun berguguran Di padang-padang hyau Lebennin Dalam embusan angin dari Laut!
"Padang-padang itu hijau dalam lagu-lagu bangsaku; tapi saat itu ternyata warnanya gelap, tanah gersang kelabu dalam kegelapan di depan kami. Dan melintasi daratan luas, sambil menginjak rumput dan bunga tanpa peduli, kami memburu musuh sehari semalam, sampai akhirnya kami tiba di Sungai Besar."
"Dalam hati kupikir kami sudali mendekati Laut; sebab dalam kegelapan airnya tampak sangat luas, burung-burung laut yang tak terhitung banyaknya berteriak di pantainya. Aduh, ratapan burung-burung camar! Bukankah sang Lady sudah memperingatkan aku untuk waspada terhadapnya? Dan kini aku tak bisa melupakannya."
"Kalau aku, aku tidak memperhatikan mereka," kata Gimli, "sebab akhirnya kami terlibat pertempuran serius. Di Pelargir armada utama Umbar berlabuh, lima puluh kapal besar dan kapal-kapal lebih kecil yang tak terhitung banyaknya. Banyak di antara mereka yang kami kejar sudah mencapai pelabuhan lebih dulu, dengan membawa serta perasaan takut mereka; beberapa kapal sudah berangkat, berupaya lolos lewat sungai atau untuk mencapai pantai seberang; banyak kapal yang lebih kecil sudah terbakar. Tapi kaum Haradrim, yang sekarang sudah terdorong sampai ke tebing, tetap bertahan, dan dalam keputusasaan mereka menjadi sangat garang; mereka menertawakan kami ketika melihat kami, karena pasukan mereka masih besar sekali."
"Tapi Aragorn berhenti dan berteriak lantang, 'Sekarang maju! Demi Batu Hitam aku memanggil kalian!' Dan mendadak Pasukan BayangBayang yang berjalan di belakang selama ini, muncul bagai gelombang pasang kelabu, menyapu bersih semua yang menghalangi. Aku mendengar teriakan samar-samar, dan gumaman seperti suara-suara dari jauh, bagai gema pertempuran yang sudah terlupakan di TahunTahun Kegelapan lama berselang. Pedang-pedang pucat dihunus, tapi aku tidak tahu apakah mata pedang itu masih bisa menusuk, sebab Orang-Orang Mati tidak membutuhkan senjata apa pun kecuali rasa takut. Tak ada yang bisa bertahan melawan mereka."
"Mereka mendekati setiap kapal yang sedang berlayar, lalu mengarungi air untuk mendekati kapal-kapal yang tertambat; semua pelaut terserang kegilaan karena ngeri dan mereka pun melompat keluar, kecuali para budak yang terikat pada dayung-dayung. Dengan nekat kami melaju menerobos musuh-musuh yang berlarian, mendorong mereka bagai daun-daun, sampai kami tiba di pantai. Lalu Aragorn mengirim satu Dunedain ke setiap kapal yang masih tertinggal, dan mereka menenangkan tawanan-tawanan yang ada di atasnya, meminta para tawanan menghilangkan rasa takut dan membebaskan diri."
"Sebelum hari gelap itu berakhir, tak ada lagi musuh tersisa yang akan melawan kami; semuanya sudah tenggelam, atau lari ke selatan dengan harapan akan sampai ke negeri mereka sendiri dengan berjalan kaki. Menurutku aneh dan hebat sekali bahwa rencana Mordor malah dikalahkan oleh hantu-hantu ketakutan dan kegelapan. Dengan senjatanya sendiri dia digulingkan."
"Memang aneh sekah," kata Legolas.
"Saat itu aku menatap Aragorn dan berpikir bahwa dia bisa menjadi penguasa hebat dan dahsyat dengan kehendaknya yang kuat, seandainya dia mengambil cincin itu untuk dirinya sendiri. Bukan tanpa alasan Mordor takut kepadanya.
Tapi jiwanya lebih mulia daripada yang bisa dipahami Sauron; sebab bukankah dia keturunan Luthien? Garis keturunan itu takkan pernah gagal, meski zaman bergulir tanpa akhir."
"Ramalan-ramalan semacam itu ada di luar kemampuan mata kaum Kurcaci," kata Gimli.
"Tapi memang Aragorn hari itu sangat hebat.
Lihat! Seluruh armada hitam ada di tangannya; dia memilih kapal terbesar untuk dirinya sendiri, dan dia naik ke dalamnya. Lalu dia menyuruh bunyikan sederet terompet yang direbut dari musuh; dan Pasukan Bayang-Bayang mundur ke pantai. Di sana mereka berdiri diam, nyaris tak tampak, kecuali sinar merah di mata mereka yang menangkap nyala api yang membakar kapal-kapal. Dan Aragorn berbicara dengan suara nyaring kepada Orang-orang Mati; teriaknya,"
"Dengarkan sekarang kata-kata Pewaris Isildur! Sumpahmu sudah terpenuhi. Kembalilah dan jangan pernah mengganggu lembah lagi! Pergilah dan istirahatlah dengan tenang!"
"Setelah itu Raja Orang-Orang Mati berdiri di depan pasukannya, mematahkan tombaknya dan membuangnya. Lalu Ia membungkuk dan membalikkan badan; dengan cepat seluruh pasukan kelabu pergi, menghilang bagai kabut ditiup angin mendadak; dan aku merasa seperti terbangun dari mimpi."
"Malam itu kami istirahat sementara yang lainnya bekerja keras. Banyak tawanan dibebaskan, dan banyak budak dilepaskan, yang pernah menjadi penduduk Gondor dan diangkut ketika terjadi serangan-serangan; segera saja banyak orang dari Lebennin dan Ethir berkumpul, dan Angbor dari Lamedon datang bersama semua orang berkuda yang bisa dikumpulkannya. Ketika ketakutan pada Orang-Orang Mati sudah hilang, mereka datang untuk membantu kami dan untuk melihat Pewaris Isildur; sebab selentingan tentang nama itu sudah menjalar seperti nyala api dalam gelap."
"Kita hampir sampai ke akhir cerita. Karena sepanjang sore dan malam itu banyak kapal dipersiapkan dan dipenuhi awak kapal; di pagi hari berangkatlah armada itu. Rasanya sudah lama berlalu, padahal baru pagi sebelum kemarin, hari keenam sejak kami berangkat dari Dunharrow. Tapi Aragorn masih khawatir bahwa waktu sudah terlalu pendek."
"'Masih empat puluh league dari Pelargir sampai ke dermaga Sarlonct, Katanya. bagaimanapun, kita harus sampai ke Hariond besok, atau gagal sama sekali."
"Kini dayung-dayung sudah dikayuh oleh orang-orang bebas, dan mereka bekerja keras; namun kami mengarungi Sungai Besar dengan sangat lambat, karena kami melawan arus, dan meski arusnya tidak begitu deras di Selatan, tak ada bantuan angin. Kalau saja Legolas tidak tertawa mendadak, hatiku sebenarnya terasa berat sekali, meski semua kemenangan sudah kami raih di pelabuhan."
"Ayo tegakkan janggutmu, putra Durin!" katanya.
"Sebab ada ungkapan begini: Sering harapan lahir ketika semua sudah hilang. Tapi harapan apa yang sudah dilihatnya dari jauh, dia tidak mau katakan. Ketika malam tiba, kegelapan malah semakin pekat, dan hati kami sangat panas, sebab jauh di Utara kami melihat cahaya merah di bawah awan, dan Aragorn berkata, 'Minas Tirith terbakar.’"
"Tapi tengah malam harapan baru timbul. Pelaut-pelaut dari Ethir yang memandang ke selatan, mengatakan ada perubahan dengan datangnya angin segar dan Laut. Jauh sebelum fajar kapal-kapal membentangkan layar, dan kecepatan kami bertambah, sampai fajar memutihkan buih di haluan kapal kami. Dan demikianlah, seperti sudah kauketahui, kami datang di jam ketiga pagi hari dengan angin bagus dan membawa matahari, dan kami pun menggelar panji besar dalam pertempuran. Hari dan jam yang hebat, apa pun yang akan terjadi sesudahnya."
"Apa pun yang akan terjadi nanti, perbuatan besar tidak berkurang nilainya," kata Legolas.
"Menapaki Jalan Orang-Orang Mati adalah perbuatan besar, dan tetap akan besar, meski takkan ada orang tersisa di Gondor yang bisa menyanyikan lagu tentang itu di masa-masa mendatang."
"Dan itu sangat mungkin terjadi," kata Gimli.
"Karena wajah Aragorn dan Gandalf sangat suram. Aku sangat ingin tahu apa yang dibahas di tenda-tenda di bawah. Aku sendiri, seperti mereka, sangat berharap bahwa dengan kemenangan ini perang sudah berakhir. Tapi apa pun yang masih harus dilakukan, aku berharap masih bisa berperan serta, demi kehormatan bangsa dari Gunung Sunyi."
"Dan aku, demi bangsa dari Hutan Besar," kata Legolas, "dan demi cinta kepada Pohon Putih." Lalu para sahabat itu terdiam, tapi untuk beberapa saat mereka duduk saja di tempat tinggi itu, masing-masing asyik merenung sendiri, sernentara para Kapten berembuk.
Ketika Pangeran Imrahil berpisah dengan Legolas dan Gimli, ia segera memanggil Eomer; berdua mereka keluar dari Kota, dan datang ke kemah Aragorn yang didirikan di padang tak jauh dari tempat Raja Theoden jatuh. Di sana mereka berembuk dengan Gandalf dan Aragorn serta putra-putra Elrond.
"Tuan-Tuan," kata Gandalf, "dengarkan kata-kata Pejabat Gondor sebelum dia meninggal: Mungkin kau menang di padang Pelennor untuk sehari, tapi melawan Kekuatan yang sekarang sudah bangkit, takkan ada kemenangan. Aku tak meminta kalian putus asa seperti dia, tapi kuminta renungkanlah kebenaran yang terkandung dalam kata-kata itu.
"Batu Penglihatan tidak berbohong, bahkan Penguasa Barad-dur tak bisa memaksa mereka melakukannya. Dengan kehendaknya dia bisa memilih hal-hal yang bisa terlihat oleh pikiran yang lebih lemah, atau menyebabkan mereka salah paham tentang makna hal yang mereka lihat. Namun tak diragukan lagi bahwa ketika Denethor melihat kekuatan besar sudah disusun di Mordor untuk menentangnya, dan lebih banyak lagi kekuatan sedang dikumpulkan, dia memang melihat yang sebenarnya terjadi."
"Kekuatan kita nyaris tak cukup untuk menepis serangan besar pertama. Yang berikutnya akan lebih besar. Kalau begitu perang ini tanpa harapan, seperti dilihat Denethor. Kemenangan tak bisa dicapai dengan senjata, entah kau duduk di sini untuk menahan serangan demi serangan, atau maju keluar sampai kewalahan di seberang sungai. Kau hanya punya pilihan yang semuanya buruk; kalau kau bijaksana, kau akan memperkuat tempat-tempat pertahanan kuat yang sudah kaupunyai, dan menunggu serangan di sana; dengan demikian kau punya waktu lebih panjang menjelang akhir."
"Kalau begitu maksudmu kita harus mundur ke Minas Tirith, atau Dol Amroth, atau ke Dunharrow, dan duduk di sana seperti anak-anak kecil di atas istana pasir sementara gelombang pasang sudah datang?" kata Imrahil.
"Itu bukan saran baru," kata Gandalf.
"Bukankah ini yang kaulakukan, dan tak lebih daripada itu di masa pemerintahan Denethor? Tapi tidak! Tadi kukatakan ini tindakan bijaksana. Tapi aku bukan menyarankan kebijaksanaan. Kukatakan bahwa kemenangan tak bisa diraih dengan senjata. Aku masih mengharapkan kemenangan, tapi bukan dengan senjata. Karena di tengah semua rencana ini ada Cincin Kekuasaan, fondasi Barad-dur, dan harapan Sauron."
"Tentang benda ini, Tuan-Tuan, sekarang kalian semua sudah tahu cukup banyak untuk memahami keadaan kita, dan keadaan Sauron. Kalau dia berhasil mengambilnya kembali, maka keberanian kalian sia-sia, dan kemenangannya akan cepat dan sempurna: begitu sempurna sehingga tak ada yang bisa meramal akhirnya, sementara dunia ini masih bertahan. Kalau Cincin itu dihancurkan, dia akan jatuh; dan kejatuhannya akan begitu rendah sampai tak ada yang bisa meramal kebangkitannya lagi. Dia akan kehilangan bagian terbesar kekuatan aslinya yang dia miliki pada awalnya, dan semua yang dibuat atau diawali dengan kekuatan itu akan runtuh, dan dia akan runtuh selamanya, menjadi roh jahat yang menggerogoti dirinya sendiri dalam kegelapan, tapi tak bisa lagi tumbuh atau mengambil wujud. Dengan demikian kejahatan besar di dunia ini akan tersingkir."
"Masih ada kejahatan lain yang bisa datang; karena Sauron sendiri hanya seorang pelayan atau utusan. Tapi bukan peran kita untuk menguasai semua gelombang pasang dunia ini; cukuplah kita bertindak sesuai kemampuan demi membantu masa di mana kita ditempatkan, membasmi kejahatan di padang-padang yang kita kenal, agar mereka yang hidup setelah kita bisa mengolah tanah yang bersih. Cuaca apa yang akan mereka alami, sudah bukan lagi dalam kekuasaan kita."
"Sauron sudah tahu semua ini, dan dia tahu bahwa benda berharga yang hilang darinya sudah ditemukan; tapi dia belum tahu di mana benda itu berada, atau begitulah harapanku. Jadi, sebenamya dia bimbang. Sebab kalau kita sudah menemukan benda ini, maka di antara kita ada yang memiliki kekuatan cukup besar untuk menggunakannya. Kalau aku tidak salah duga, Aragorn, kau sudah menunjukkan dirimu padanya dalam Batu Orthanc?"
"Benar, sebelum aku pergi ke Hornburg," jawab Aragorn.
"Kuanggap sudah saatnya, dan bahwa batu itu datang padaku untuk tujuan itu.
Waktu itu sudah sepuluh hari sejak Pembawa Cincin pergi ke timur dari Rauros, dan kupikir Mata Sauron harus ditarik keluar dari negerinya sendiri. Terlalu jarang dia ditantang sejak dia kembali ke Menara-nya. Meski seandainya aku tahu betapa cepat serbuannya datang sebagai balasan, mungkin aku takkan berani menunjukkan diri. Sangat singkat waktu yang diberikan padaku untuk datang membantumu."
"Tapi bagaimana ini?" tanya Eomer.
"Semuanya sia-sia, katamu, kalau dia memegang Cincin. Mengapa bukan dia yang berpikir semua akan sia-sia kalau kita yang memegang Cincin?"
"Dia belum yakin," kata Gandalf, "dan dia tidak membangun kekuatannya dengan menunggu sampai semua musuhnya menjadi kuat, seperti yang kita lakukan. Begitu juga kita tak mungkin belajar bagaimana menggunakan kekuatan itu sepenuhnya dalam waktu singkat. Memang kekuatan itu hanya bisa digunakan oleh satu penguasa, bukan oleh banyak pihak sekaligus; dan dia akan mencari saat pertikaian, sebelum salah satu orang hebat di antara kita menjadikan dirinya penguasa dan mencampakkan yang lainnya. Di saat seperti itu, Cincin bisa membantunya, kalau dia bertindak mendadak."
"Dia sedang memperhatikan. Dia melihat dan mendengar banyak; Nazgul-nya masih berkeliaran. Mereka melintasi padang ini sebelum matahari terbit, meski hanya sedikit di antara yang letih dan tidur yang menyadari kehadiran mereka. Dia mempelajari tanda-tanda: Pedang yang merebut hartanya sudah ditempa kembali; angin keberuntungan berbalik menguntungkan kita, dan kekalahan tak terduga menimpanya dalam serangannya yang pertama; kejatuhan Kapten-nya yang hebat."
"Keraguannya akan semakin bertambah, bahkan saat kita berbincang di sini. Matanya sekarang tertuju ke arah kita, hampir buta terhadap semua hal lain yang bergerak. Kita harus berusaha mempertahankan situasi ini. Di situlah terletak harapan kita. Begini saranku, Cincin itu tak ada pada kita. Entah bijaksana atau bodoh, kita sudah mengirimkannya untuk dihancurkan, agar benda itu tidak menghancurkan kita.
Tanpa Cincin itu kita tak bisa mengalahkan kekuatannya dengan kekuatan juga. Tapi bagaimanapun kita harus mengalihkan matanya dari bahaya yang sebenarnya mengancam dia. Kita tak bisa meraih kemenangan dengan senjata, tapi dengan senjata kita bisa memberikan kesempatan satu-satunya pada Pembawa Cincin, meski lemah sekali."
"Seperti sudah dimulai oleh Aragorn, dengan cara itulah kita harus melanjutkannya. Kita harus mendesak Sauron sampai ke lemparan dadunya yang terakhir. Kita harus menarik keluar kekuatannya yang tersembunyi, agar dia mengosongkan negerinya. Kita harus segera pergi menantangnya. Kita harus memasang diri kita sebagai umpan, meski rahangnya akan dia katupkan untuk menelan kita. Dia pasti akan menangkap umpan itu, dengan penuh harap dan keserakahan, karena dia akan mengira bahwa Penguasa Cincin yang baru, dengan penuh kesombongan akan bertindak sembrono, dan dia akan berkata, 'Nah! Dia sudah terlalu berani dan terlalu cepat menjulurkan lehernya. Biarkan dia maju terus, dan lihat saja nanti, aku akan menjebaknya ke dalam perangkap, dan dia takkan bisa lolos. Lalu aku akan menghancurkannya, dan apa yang sudah diambilnya dengan begitu kurang ajar, akan menjadi milikku lagi selamanya."
"Kita harus masuk ke dalam jebakan itu dengan mata terbuka, dengan keberanian, tanpa banyak harapan bagi diri kita sendiri. Sebab, TuanTuan, sangat mungkin terjadi bahwa kita sendiri akan binasa dalam pertempuran berat, jauh dari negeri orang-orang hidup; kalaupun Baraddur hancur, kita pun takkan hidup untuk menyaksikan zaman baru. Tapi menurutku inilah tugas kita. Dan lebih baik begitu, daripada binasa tanpa perlawanan kita akan binasa kalau hanya duduk di sini dan menyadari di saat kematian bahwa takkan ada zaman baru."
Mereka diam selama beberapa saat. Akhirnya Aragorn berbicara.
"Aku akan meneruskan apa yang sudah kumulai. Sekarang kita sudah sampai ke ujung, di mana harapan dan keputusasaan menjadi sama. Bila ragu, kita akan jatuh. Janganlah kita menolak saran-saran Gandalf, di saat upaya kerasnya untuk menentang Sauron akan diuji. Kalau bukan karena dia, semuanya sudah sejak lama binasa. Tapi aku tidak memerintah siapa pun. Silakan memilih sesuai kehendak masing-masing." Lalu Elrohir berkata, "Kami datang dari Utara dengan tujuan ini, dan Elrond ayah kami juga memberikan saran yang sama. Kami tidak akan mundur."
"Kalau menyangkut diriku," kata Eomer, "aku tak punya cukup pengetahuan tentang masalah-masalah berat seperti ini; tapi sebenarnya aku tidak membutuhkannya. Sudah cukup bagiku bahwa temanku Aragorn membantuku dan rakyatku, maka aku akan membantunya bila dia memintaku. Aku akan pergi bersamanya."
"Sedangkan aku," kata Imrahil, "bagiku Lord Aragorn adalah penguasaku yang harus kutaati, entah dia menuntut atau tidak. Bagiku harapannya adalah perintah. Aku juga akan pergi. Tapi untuk sementara ini, aku menggantikan kedudukan Pejabat Gondor, dan pertamatama aku harus memikirkan nasib rakyatnya. Kebijaksanaan masih perlu diperhatikan. Kita harus siap menghadapi segala kemungkinan, baik maupun buruk. Nah, mungkin kita akan memperoleh kemenangan, dan sementara masih ada harapan, Gondor harus dilindungi. Aku tak ingin kita kembali dengan membawa kemenangan ke Kota yang sudah menjadi puing dan negeri yang porak-poranda di belakang kita.
Sedangkan dari kaum Rohirrim kita dengar masih ada pasukan di sisi utara yang belum kita lawan."
"Benar sekali," kata Gandalf.
"Aku tidak menyarankan kau meninggalkan kota tanpa pasukan bersenjata sama sekali. Bahkan kekuatan yang akan kita bawa ke timur tak perlu besar untuk serangan Sungguh-sungguh ke Mordor; cukuplah sekadar untuk menantang bertempur. Dan pasukan itu harus segera bergerak. Karena itu aku bertanya kepada para Kapten: kekuatan macam apa yang bisa kita kerahkan dan berangkatkan paling lambat dalam waktu dua hari?" Mereka haruslah orang-orang tabah yang pergi dengan sukarela, dan tahu bahaya yang mengancam."
"Semuanya letih, banyak sekali yang terluka, ringan ataupun parah," kata Eomer, "kita juga kehilangan sejumlah besar kuda, dan itu sulit diatasi. Kalau kita harus segera pergi, rasanya tak mungkin aku bisa menyertakan dua ribu orang, sekaligus menyiapkan orang sama banyaknya untuk mempertahankan Kota."
"Bukan hanya mereka yang bertempur di padang sini, yang perlu dihitung," kata Aragorn.
"Kekuatan baru sedang dalam perjalanan dari padang-padang selatan, karena pantai-pantai sudah disapu bersih dari musuh. Sudah empat ribu yang kusuruh berjalan dari Pelargir melalui Lossarnach, dua hari yang lalu; dan Angbor si pemberani berjalan di depan mereka. Kalau kita berangkat dua hari lagi, mereka pasti sudah berada dekat sini sebelum kita berangkat. Lagi pula, banyak yang sudah kuminta mengikuti aku mengarungi Sungai, naik kapal apa saja yang bisa mereka kumpulkan; dengan angin ini mereka akan segera tiba, bahkan beberapa kapal sudah tiba di Hariond. Menurut perkiraanku kita bisa mengantar sekitar tujuh ribu yang berkuda maupun berjalan kaki, dan masih bisa meninggalkan Kota dengan pertahanan lebih kuat daripada ketika pertama kali serangan musuh dimulai."
"Gerbang sudah hancur," kata Imrahil, "dan di mana kita bisa menemukan ahli-ahli untuk membangunnya kembali?"
"Di Erebor, di Kerajaan Dain, ada orang-orang yang memiliki keahlian itu," kata Aragorn.
"Kalau semua harapan kita tidak musnah, pada waktunya aku akan mengirim Gimli putra Gloin untuk meminta bantuan tukang-tukang dari pegunungan. Tapi lebih baik mengandalkan manusia daripada gerbang; tak ada gerbang yang bisa bertahan terhadap Musuh kalau orang-orang kita sudah meninggalkannya."
Demikianlah akhir perbincangan para penguasa: bahwa mereka akan berangkat di pagi hari kedua sejak hari itu, dengan tujuh ribu orang, kalau ada; sebagian besar pasukan ini akan berjalan kaki, mengingat keadaan berbahaya di negeri yang akan mereka datangi. Aragon akan mencari sekitar dua ribu orang yang sudah dikumpulkannya di Selatan; Imrahil akan mencari tiga ribu lima ratus; sedangkan Eomer lima ratus dari kaum Rohirrim yang tidak berkuda, tapi layak bertempur dan ia sendiri akan memimpin lima ratus Penunggang terbaiknya dengan berkuda; akan ada satu pasukan lain yang terdiri atas lima ratus kuda, di antaranya adalah putra-putra Elrond bersama kaum Dunedain dan ksatria-ksatria Dol Amroth; seluruhnya berjumlah enam ribu pejalan kaki dan seribu penunggang kuda. Tapi kekuatan utama Rohirrim yang masih berkuda dan mampu bertempur, sekitar tiga ribu di bawah pimpinan Elfhelm, akan mempertahankan Jalan Barat untuk mencegat musuh yang berada di Anorien. Penunggang-penunggang yang bergerak cepat akan segera dikirimkan untuk mengumpulkan berita-berita yang bisa diperoleh di utara; serta di timur mulai dari Osgiliath, dan dari jalan ke Minas Tirith.
Sesudah mereka selesai menghitung seluruh kekuatan dan memikirkan masak-masak perjalanan yang harus dilakukan, serta jalan yang harus dipilih, tiba-tiba Imrahil tertawa keras.
"Ini benar-benar lelucon terbesar sepanjang sejarah Gondor," serunya, "bahwa kita akan maju perang dengan tujuh ribuan orang, yang sangat kurang dibanding barisan terdepan pasukan bersenjata di masa jayanya. Dengan pasukan seperti itu kita akan menyerang pegunungan dan gerbang Negeri Hitam yang tak bisa diterobos! Seperti anak kecil dengan busur panah mainan dari tali dan willow hijau, mengancam seorang ksatria perang berbaju besi! Kalau Penguasa Kegelapan tahu sebanyak yang kaukatakan, Mithrandir, tidakkah dia bakal tersenyum daripada merasa takut, dan dengan jari kelingkingnya dia akan menggerus kita bagai lebah yang mencoba menyengatnya?"
"Tidak, dia akan mencoba menjebak lebah itu dan menerima sengatannya," kata Gandalf.
"Dan di antara kita ada tokoh-tokoh yang lebih berharga daripada seribu ksatria berbaju besi. Tidak, dia tidak akan tersenyum."
"Kita juga tidak akan tersenyum," kata Aragorn.
"Kalau ini sebuah lelucon, maka ini terlalu pahit untuk ditertawakan. Bukan, ini adalah gerakan terakhir dalam keadaan bahaya besar, dan akan merupakan akhir permainan bagi salah satu pihak." Lalu Ia menghunus Anduril, dan pedang itu tampak kemilau ketika Ia mengacungkannya di bawah matahari.
"Kau tidak akan disimpan lagi sampai pertempuran terakhir selesai," katanya.
BERSAMBUNG KE BAB 10/10 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
Blogger Templates