Social Icons

Pages

(J.R.R. TOLKIEN) THE LORD OF THE RING 2: DUA MENARA BUKU 3 BAB 11/11 PALANTIR

<<< SEBELUMNYA
Matahari sedang terbenam di belakang lengan panjang sisi barat pegunungan ketika Gandalf dan para pendampingnya, serta Raja dan para Penunggang-nya, berangkat lagi dari Isengard. Gandalf berkuda dengan Merry di belakangnya, dan Aragorn dengan Pippin. Dua pengikut Raja berjalan lebih dulu, menunggang kuda dengan cepat, dan segera hilang dari pandangan, masuk ke lembah. Yang lain mengikuti dengan langkah sedang.
Para Ent berdiri dalam barisan khidmat, seperti patung di gerbang, lengan mereka yang panjang diangkat ke atas, tapi mereka tidak mengeluarkan suara. Merry dan Pippin menoleh ke belakang, ketika sudah melaju agak jauh melewati jalan yang berbelok-belok. Matahari masih bersinar di langit, tapi ada bayang-bayang panjang yang menjulur sampai ke Isengard: puing-puing kelabu yang jatuh ke dalam kegelapan. Treebeard berdiri sendirian di sana, seperti tunggul batang pohon yang jauh: kedua hobbit teringat pertemuan pertama mereka di bentangan dataran cerah, jauh di perbatasan Fangorn.

Mereka sampai di pilar Tangan Putih. Pilar itu masih berdiri, tapi patung tangannya sudah jatuh dan pecah berkeping-keping. Tepat di tengah jalan tergeletak sebuah jari telunjuk panjang putih dalam cahaya senja, kukunya yang merah menggelap menjadi hitam.
"Para Ent memperhatikan setiap detail!" kata Gandalf.Mereka terus melaju, dan senja semakin larut di lembah.
"Apa kita akan pergi jauh malam ini, Gandalf?" tanya Merry setelah beberapa saat. "Aku tidak tahu bagaimana perasaanmu memboncengi aku, tapi bajingan kecil ini sudah letih dan akan senang berhenti menjuntai juntai begini. Aku ingin berbaring."
"Hmm, kau mendengar rupanya?" kata Gandalf "Jangan sakit hati! Bersyukurlah tak ada lagi kata-kata yang dilontarkan kepadamu. Dia mengamatimu. Aku yakin saat ini kau dan Pippin lebih memenuhi pikirannya daripada yang lain-lain di antara kita. Siapa kalian; bagaimana kalian sampai ke sana, dan mengapa; apa yang kalian ketahui; apakah kalian tertangkap, dan kalau begitu, bagaimana kalian lolos ketika semua Orc tewas teka-teki seperti itulah yang saat ini memenuhi : otak Saruman. Ejekan dan dia, Meriadoc, adalah pujian, kalau kau merasa bangga dengan perhatiannya."
"Terima kasih!" kata Merry. "Tapi lebih terhormat menjuntai dari ekormu, Gandalf. Setidaknya, dalam posisiku ini, aku punya kesempatan bertanya untuk kedua kali. Apakah kita akan pergi jauh malam ini?" Gandalf tertawa. "Kau memang hobbit yang susah dipuaskan! Semua Penyihir perlu mempunyai satu-dua hobbit dalam asuhannya untuk mengajari mereka arti kata 'bajingan kecil' itu, dan mengoreksi mereka. Aku minta maaf. Tapi aku sudah memikirkan hal-hal sekecil itu sekalipun. Kita masih meneruskan perjalanan selama beberapa jam, perlahan-lahan, sampai tiba di ujung lembah. Besok kita harus maju lebih cepat."
"Sebelumnya, kita berencana untuk pergi langsung dari Isengard ke istana Raja di Edoras, melalui padang-padang, perjalanan naik kuda selama beberapa hari. Tapi kami sudah memikirkannya lagi dan mengubah rencana. Utusan-utusan sudah pergi lebih dahulu ke Helm's Deep, untuk mengabarkan bahwa Raja akan kembali besok. Dari sana dia akan pergi bersama banyak anak buahnya ke Dunharrow, melalui jalan di antara perbukitan. Mulai sekarang, hanya dua-tiga orang boleh berkuda bersama-sama secara terbuka melintasi daratan, baik siang maupun malam, kalau bisa dihindari."
"Ini benar-benar khas gayamu!" kata Merry. "Yang kupikirkan malam ini cuma tempat tidur. Di mana dan apa Helm's Deep dan semua yang lainnya? Aku sama sekali tidak tahu apa-apa tentang negeri ini."
"Kalau begitu, sebaiknya kau belajar sesuatu, kalau ingin memahami apa yang sedang terjadi. Tapi jangan sekarang, dan bukan dari aku: terlalu banyak pikiran mendesak yang harus kuhadapi sekarang:"
"Baiklah, aku akan bertanya pada Strider di api unggun nanti: dia agak lebih sabar. Tapi kenapa harus begitu rahasia? Kukira kita sudah memenangkan pertempuran!"
"Ya, kita menang, tapi hanya kemenangan pertama, dan itu memperbesar bahaya kita. Ada hubungan yang belum berhasil kutebak antara Isengard dan Mordor. Bagaimana mereka bertukar berita, aku belum yakin; tapi mereka melakukannya. Mata Barad-dur akan mengamati Lembah Penyihir dengan tak sabar; dan ke arah Rohan. Semakin sedikit yang dilihatnya, semakin baik."
Jalan berlalu dengan lambat, meliuk-liuk menuruni lembah. Kadang-kadang jauh, kadang-kadang dekat, Sungai Isen mengalir dalam palungnya yang berbatu. Malam turun dari pegunungan. Seluruh kabut sudah hilang. Angin dingin berembus. Bulan sudah membulat, mengisi langit timur dengan sinar pucat dan dingin. Bahu pegunungan di sebelah kanan mereka menurun ke bukit-bukit gundul. Padang-padang luas terbentang kelabu di depan.
Akhirnya mereka berhenti, lalu membelok meninggalkan jalan raya, dan memasuki tanah kering berumput lagi. Berjalan ke arah barat sejauh satu mil, mereka sampai di sebuah lembah kecil. Lembah itu membuka ke selatan, bersandar ke lereng Dol Baran yang bundar, bukit terakhir
dari pegunungan utara, berkaki hijau, dimahkotai semak heather. Sisi lembah kecil itu kusut dengan pakis tahun lalu; di antara pakis-pakis, daun-daun musim semi yang keriting rimbun baru saja, muncul dan tanah yang harum. Semak berduri tumbuh lebat di atas tebing-tebing rendah, dan di bawahnya mereka menyiapkan perkemahan, sekitar dua jam sebelum tengah malam. Mereka menyalakan api dalam sebuah cekungan, di bawah akar hawthorn yang menyebar, tinggi seperti pohon, keriput karena usia, tapi ranting-rantingnya kuat segar. Kuncupkuncup bertebaran di setiap ujung ranting.
Penjaga disiagakan, dua orang setiap giliran. Setelah makan malam, yang lainnya menyelubungi diri dengan jubah dan selimut, kemudian tidur. Kedua hobbit berbaring di suatu pojok, di atas setumpuk pakis lama. Merry sudah mengantuk, tapi Pippin tampak resah. Pakis itu berdesir dan berkerut saat ia berputar dan menggeliat.
"Ada apa?" tanya Merry. "Kau tidur di atas sarang semut?"
"Bukan," kata Pippin, "tapi aku merasa tidak nyaman. Aku ingin tahu, sudah berapa lama aku tidak tidur di ranjang lagi?" Merry menguap. "Hitung saja dengan jarimu!" katanya. "Tapi kau harus tahu, berapa lama sejak kita meninggalkan Lorien."
"Oh, itu!" kata Pippin. "Maksudku tempat tidur di kamar tidur."
"Well, kalau begitu Rivendell," kata Merry. "Tapi aku bisa tidur di mana saja malam ini."
"Kau beruntung, Merry," kata Pippin perlahan, setelah diam sejenak. "Kau naik kuda bersama Gandalf"
"Memangnya kenapa?"
"Apa kau mendapat berita atau keterangan darinya?"
"Ya, lumayan. Lebih dari biasanya. Tapi kau juga sudah mendengar hampir semuanya; kau kan dekat kami, dan kami tidak membicarakan rahasia. Tapi kau boleh ikut dia besok, kalau menurutmu kau bisa mengorek lebih banyak cerita darinya dan kalau dia mau membawamu."
"Bisakah aku? Bagus! Tapi dia tertutup, kan? Sama sekali tidak berubah."
"Memang!" kata Merry, agak terbangun, dan mulai heran apa yang sebenarnya mengganggu temannya. "Dia sudah lebih matang, atau semacamnya. Dia bisa lebih ramah, tapi juga lebih mengagetkan, lebih gembira, tapi juga lebih serius daripada dulu. Dia sudah berubah; tapi kita belum punya kesempatan banyak untuk melihatnya. Tapi ingat bagian terakhir pembicaraan dengan Saruman! Ingat bahwa dulu kedudukan Saruman lebih tinggi daripada Gandalf: ketua Dewan Penasihat, atau apa namanya. Dia dulu Saruman si Putih. Sekarang Gandalf yang menjadi Putih. Saruman datang ketika disuruh, dan tongkatnya diambil; lalu dia diperintahkan pergi, dan dia pergi!"
"Well, kalau ada perubahan dalam diri Gandalf, perubahannya adalah dia justru makin tertutup, itu saja," kata Pippin. "Misalnya bola kaca itu. Dia tampak sangat puas dengan benda itu. Dia tahu atau menduga sesuatu tentang benda itu. Tapi apakah dia menceritakan pada kita, apa sebenarnya benda itu? Tidak, tidak satu kata pun. Padahal aku yang memungutnya, dan aku menyelamatkannya agar tidak menggelinding jatuh ke dalam genangan air. Sini, aku yang akan membawa itu, anakku itu saja yang dikatakannya. Aku ingin tahu, benda apa itu? Rasanya berat sekali." Suara Pippin menjadi sangat pelan, seolah berbicara pada dirinya sendiri.
"Halo!" kata Merry. "Jadi itu yang mengganggu pikiranmu? Nah, Pippin anakku, jangan lupa pepatah Gildor yang selalu dikutip Sam: Jangan mencampuri urusan Penyihir, karena mereka berperangai halus dan cepat marah. "
"Tapi selama berbulan-bulan ini kita sudah banyak mencampuri urusan Penyihir," kata Pippin. "Aku ingin memperoleh sedikit keterangan, bukan cuma bahaya. Aku ingin melihat bola itu."
"Tidurlah!" kata Merry. "Kau akan mendapat keterangan, cepat atau lambat. Pippin-ku yang baik, biasanya rasa ingin tahu seorang Brandybuck tak bisa dikalahkan oleh seorang Took, tapi kali ini mungkin berbeda. Benarkah begitu?"
"Baiklah! Apa salahnya kuceritakan padamu apa yang kuinginkan? Aku ingin mengamati batu itu. Aku tahu aku tak bisa melakukannya berhubung Gandalf mendudukinya seperti induk ayam mengerami telurnya. Tapi setidaknya kau bisa memberi komentar yang lebih menghibur, daripada cuma bilang, 'Kau tidak bisa melakukannya, jadi tidur lah!"
"Well, apa lagi yang bisa kukatakan?" kata Merry. "Maaf, Pippin, tapi kau benar-benar harus menunggu sampai pagi. Aku juga pasti ingin tahu nanti, setelah sarapan, dan aku akan membantumu sedapat mungkin untuk memancing-mancing penyihir itu. Tapi sekarang mataku sudah berat. Kalau aku menguap lagi, wajahku akan pecah sampai ke telinga. Selamat malam!"
Pippin tidak berbicara lagi. Ia berbaring diam sekarang, tapi tetap tidak merasa mengantuk; ia kesal mendengar bunyi pelan napas Merry yang segera tertidur setelah mengucapkan selamat malam. Pikiran tentang bola gelap itu semakin kuat ketika suasana semakin sepi. Ia seolah bisa merasakan lagi berat bola itu di tangannya, dan melihat lagi kedalaman merah misterius yang ditatapnya sekejap. Ia bergulak-gulik gelisah dan mencoba memikirkan hal lain.
Akhirnya ia tidak tahan lagi. Ia bangun dan melihat sekelilingnya. Hawa dingin sekali, dan ia merapatkan jubahnya. Bulan bersinar dingin dan putih, sampai ke dalam lembah; bayangan semak-semak berwarna hitam. Di mana-mana berbaring sosok-sosok yang tertidur. Kedua penjaga tidak tampak: mungkin mereka ada di atas bukit, atau bersembunyi di tumpukan pakis. Terdorong suatu desakan yang tidak dipahaminya, Pippin berjalan perlahan ke tempat Gandalf berbaring. Ia menatap Gandalf. Penyihir itu tampaknya tidur, tapi kelopak matanya tidak tertutup rapat; ada kilauan mata di bawah bulu matanya yang panjang. Pippin mundur terburu-buru. Tapi Gandalf tidak bergerak;
Pippin maju sekali lagi, setengah melawan kemauannya, merangkak dari balik kepala Gandalf. Gandalf terbungkus dalam selimut, jubahnya ditebarkan di atasnya; di dekatnya, di antara sisi kanan tubuhnya dan lengannya yang ditekuk, ada gundukan kecil, sesuatu yang bulat dibungkus kain gelap; tangannya sepertinya baru saja tergelincir ke tanah dari benda bulat itu.
Hampir tidak bernapas, Pippin merangkak mendekat, sedikit demi sedikit. Akhirnya ia berlutut. Lalu ia mengulurkan tangannya diam-diam, dan perlahan-lahan mengangkat gundukan itu: ternyata tidak seberat yang diduganya. "Mungkin hanya bungkusan tetek-bengek," pikirnya dengan perasaan lega yang aneh; tapi ia tidak meletakkan kembali bungkusan itu. Ia berdiri sejenak sambil memeluknya. Lalu suatu gagasan muncul dalam pikirannya. Ia berjingkat-jingkat pergi mengambil sebuah batu besar, dan kembali.
Dengan cepat ia membuka kain pembungkus, lalu membungkus batu itu, dan meletakkannya kembali di dekat tangan Gandalf. Akhirnya ia memandang benda yang sudah disingkapnya. Itu dia: bola kristal mulus, sekarang gelap dan mati, menggeletak terbuka di depan lututnya.
Pippin mengangkatnya, cepat-cepat menutupinya dengan jubahnya sendiri, dan setengah membalikkan badan untuk kembali ke tempat tidurnya. Saat itu Gandalf bergerak dalam tidurnya, dan menggumamkan beberapa kata: tampaknya dalam bahasa asing; tangannya meraih dan memegang batu yang dibungkus, lalu ia mengeluh dan tidak bergerak lagi.
"Kau tolol sinting!" Pippin menggerutu pada dirinya sendiri, "Kau akan mendapat kesulitan besar sekali. Lekas kembalikan!" Tapi sekarang lututnya gemetar, dan ia tidak berani mendekati Gandalf untuk menggapai bungkusan itu. "Aku tidak akan bisa mengembalikannya tanpa membangunkan dia," pikirnya, "kecuali kalau aku sudah sedikit lebih tenang. Kalau begitu, lebih baik sekalian kulihat saja dulu. Tapi jangan di sini!" ia menjauh diam-diam, dan duduk di atas sebuah bukit hijau kecil, tak jauh dari tempat tidurnya. Bulan mengintip dari atas pinggiran lembah.
Pippin duduk dengan lutut ditarik ke atas, menjepit bola itu. Ia membungkuk rendah di atasnya, seperti anak rakus membungkuk di atas mangkuk penuh makanan, di sebuah pojok terpencil. Ia menyingkap jubahnya dan memandang bola itu. Udara terasa diam dan tegang di sekitarnya. Mula-mula bola itu gelap, hitam pekat, sinar bulan berkilauan di permukaannya. Lalu muncul sinar redup dan gerakan di pusatnya, menahan matanya, sehingga ia tak bisa memandang ke arah lain. Dengan segera keseluruhan bola itu seperti terbakar di dalam; bola itu berputar-putar, atau cahaya di dalamnya berputar. Mendadak cahayanya padam. Pippin terkesiap dan meronta; tapi ia tetap membungkuk, mencengkeram bola itu dengan kedua tangannya. Semakin dekat dan semakin dekat ia membungkuk, lalu ia menjadi kaku; bibirnya bergerak tanpa suara untuk beberapa saat. Lalu dengan teriakan tercekik ia terjatuh dan berbaring diam.
Teriakannya tajam menembus kesunyian. Para penjaga melompat turun dari tebing. Seluruh perkemahan bergerak.
"Jadi, inilah malingnya!" kata Gandalf. Cepat-cepat ia menyelubungkan jubahnya ke atas bola itu, di tempat benda tersebut tergeletak. "Kau, pippin! Menyedihkan sekali!" ia berlutut dekat tubuh Pippin: hobbit itu berbaring telentang, kaku, menatap langit dengan mata kosong.
"Jahanam! Kekacauan apa yang diakibatkannya pada dirinya sendiri, dan pada kita semua?" Wajah Gandalf tampak muram dan kurus.
la mengambil tangan Pippin dan membungkuk di atas wajahnya, mendengarkan napasnya; kemudian ia meletakkan tangannya ke dahi pippin. Hobbit itu gemetar. Matanya terpejam. Ia berteriak dan bangkit duduk, menatap bingung ke semua wajah di sekelilingnya, pucat di bawah sinar bulan.
"Itu bukan untukmu, Saruman!" teriaknya dengan suara melengking datar, lalu ia mundur menjauh dari Gandalf. "Aku akan segera mengambilnya. Mengerti? Katakan begitu!" Lalu ia meronta-ronta untuk bangkit dan lari, tapi Gandalf memeganginya dengan lembut dan tegas.
"Peregrin Took!" katanya. "Kembali!" Hobbit itu mengendur dan mundur, berpegangan pada tangan penyihir itu. "Gandalf!" teriaknya. "Gandalf! Maafkan aku!"
"Maafkan?" kata Gandalf "Ceritakan dulu apa yang sudah kaulakukan!"
"Aku … aku mengambil bola itu dan memandang ke dalamnya," kata Pippin terbata-bata, "dan aku melihat hal-hal yang menakutkanku. Aku ingin lari, tapi tak bisa. Lalu dia datang menanyai aku; dia menatapku, dan … dan itulah yang kuingat."
"Itu tidak cukup," kata Gandalf keras. "Apa yang kaulihat, dan apa yang kaukatakan?" Pippin memejamkan matanya dan menggigil, tapi tidak mengatakan sesuatu. Mereka semua memandangnya dalam diam, kecuali Merry yang memalingkan muka. Tapi wajah Gandalf masih keras. "Bicaralah!" katanya.
Dengan suara rendah tersendat-sendat, Pippin mulai lagi, lambat laun suaranya semakin jelas dan kuat. "Aku melihat langit gelap, dan tembok benteng tinggi," katanya. "Dan bintang-bintang kecil. Tampaknya jauh sekali dan sudah lama berlalu, namun sangat jelas dan Jernih.
Lalu bintang-bintangnya keluar masuk dipotong makhluk-makhluk bersayap. Sangat besar sebenarnya, kukira, tapi di dalam kaca tampak seperti kelelawar berputar-putar mengitari menara: Rasanya mereka bersembilan. Satu mulai terbang langsung ke arahku, semakin besar dan semakin besar. Mengerikan sekali tidak, tidak, aku tak bisa mengungkapkannya."
"Aku berusaha melarikan diri, karena kukira dia akan terbang keluar; tapi ketika sudah memenuhi seluruh bola, dia menghilang. Lalu dia datang. Dia tidak berbicara, jadi aku tidak mendengar kata-kata. Dia hanya menatap, dan aku mengerti."
"'Jadi, kau sudah kembali? Mengapa kau lalai melapor padaku sekian lama?'
"Aku tidak menjawab. Dia berkata, 'Siapa kau?' Aku masih tidak menjawab, tapi aku merasa sangat sakit; dia mendesakku, maka aku
berkata, 'Aku hobbit.'"
"Lalu tiba-tiba dia seolah melihatku, dan menertawakanku. Sangat kejam. Rasanya seperti ditusuk dengan pisau. Aku meronta. Tap, dia berkata, 'Tunggu dulu! Kita akan segera bertemu lagi. Katakan pada Saruman, perhiasan ini bukan untuknya! Aku akan segera mengirim utusan untuk mengambilnya. Kau paham? Katakan saja itu!'"
"Lalu dia tertawa puas melihatku. Aku merasa hancur berkeping-keping. Tidak, tidak! Aku tak bisa bercerita lagi. Aku tak ingat yang lain."
"Tatap aku!" kata Gandalf.
Pippin memandang langsung ke dalam mata Gandalf. Penyihir itu menahan pandangannya untuk beberapa saat. Kemudian wajahnya melembut, dan senyuman samar muncul di bibirnya. Ia meletakkan tangannya dengan lembut di atas kepala Pippin.
"Baiklah!" katanya. "Tak perlu bicara lagi! Kau tidak terluka. Tak ada kebohongan seperti yang kukhawatirkan di matamu. Tapi dia tidak bicara lama denganmu. Kau bodoh, tapi jujur, Peregrin Took. Orang yang lebih pintar mungkin bisa bertindak lebih buruk dalam keadaan seperti itu. Tapi camkan ini! Kau dan semua temanmu selamat hanya karena nasib baik. Kau tak bisa mengandalkan itu untuk kedua kalinya.
Seandainya dia menanyaimu, saat itu juga, hampir pasti kau akan menceritakan semua yang kauketahui, dan itu akan mengakibatkan kehancuran kita semua. Tapi dia terlalu bergairah. Dia tak puas dengan keterangan saja: dia menginginkan dirimu, segera, supaya bisa menanganimu di Menara Kegelapan, perlahan-lahan. Jangan menggigil! Kalau mau mencampuri urusan Penyihir, kau harus siap memikirkan akibatnya. Tapi ayolah! Aku memaafkanmu. Bersyukurlah! Keadaan tidak seburuk yang mungkin terjadi!" Gandalf mengangkat Pippin dengan lembut, dan menggendongnya kembali ke tempat tidurnya. Merry menyusul, dan duduk di sampingnya.
"Berbaringlah dan istirahatlah kalau bisa, Pippin!" kata Gandalf. "Percayalah padaku. Kalau tanganmu usil lagi, beritahu aku! Itu bisa disembuhkan. Tapi, hobbit-ku yang baik, jangan lagi meletakkan sebongkah batu di bawah sikuku! Nah, akan kutinggalkan kalian berdua untuk sementara"
Gandalf kembali pada yang lain, yang masih berdiri dekat batu Orthanc dengan merenung gelisah. "Bahaya datang di malam hari, pada saat paling tak terduga," kata Gandalf. "Nyaris kita tak bisa lolos!"
"Bagaimana keadaan Pippin?" tanya Aragorn.
"Sudah beres," jawab Gandalf. "Dia tidak lama ditahan, dan hobbit punya kekuatan mengagumkan untuk sembuh. Ingatan, atau kengerian atas kejadian itu, akan segera memudar. Terlalu cepat, barangkali. Maukah kau, Aragorn, membawa batu Orthanc itu dan menjaganya? Benda itu beban berbahaya."
"Berbahaya memang, tapi tidak bagi semua orang," kata Aragorn. "Ada satu yang bisa mengakuinya sebagai haknya. Benda itu pasti palantir dari Orthanc, harta pusaka Elendil, disimpan di sana oleh Raja-Raja Gondor. Kini saatku semakin dekat. Aku akan membawanya." Gandalf memandang Aragorn, dan kemudian, disaksikan dengan heran oleh semua yang lain, ia mengangkat Batu yang tertutup itu dan membungkuk ketika menyerahkannya.
"Terimalah, Pangeran!" katanya, "seperti hal-hal lain yang akan dikembalikan padamu. Tapi kalau boleh aku memberimu nasihat, jangan gunakan benda itu jangan dulu! Hati-hatilah!"
"Kapan aku bersikap terburu-buru atau tidak hati-hati, aku yang sudah menunggu dan bersiap-siap selama tahun-tahun yang panjang?" kata Aragorn.
"Belum pernah. Jadi, jangan sampai tersandung di akhir perjalanan," jawab Gandalf "Setidaknya rahasiakan benda ini. Kau dan semua yang berdiri di sini! Peregrin si hobbit, terutama, tak boleh tahu pada siapa benda ini sudah diberikan. Dia masih mungkin terkena pengaruh jahat lagi. Sebab dia sudah memegang batu itu dan memandang ke dalamnya, yang seharusnya tidak boleh terjadi. Seharusnya dia tak boleh menyentuhnya di Isengard, dan seharusnya aku bertindak lebih cepat di sana. Tapi perhatianku sedang tertuju pada Saruman, dan aku tidak langsung menduga kegunaan Batu itu. Kemudian aku letih, dan ketika sedang berbaring memikirkannya, aku tertidur. Kini aku sudah tahu!"
"Ya, tidak ragu lagi," kata Aragorn. "Akhirnya kita tahu ada hubungan antara Isengard dan Mordor, dan bagaimana cara kerjanya. Banyak hal sudah menjadi jelas."
"Musuh-musuh kita punya kekuatan aneh, dan kelemahan aneh!" kata Theoden. "Tapi sudah sejak dulu dikatakan: kehendak jahat sering dirusak kejahatan. "
"Itu sudah terbukti berulang kali," kata Gandalf "Tapi saat ini kita sangat beruntung. Mungkin aku sudah diselamatkan oleh hobbit ini dari suatu kesalahan besar. Aku sudah mempertimbangkan akan memeriksa sendiri Batu ini, untuk menemukan kegunaannya. Seandainya itu kulakukan, pasti aku terungkap olehnya. Aku belum siap untuk ujian seperti itu, dan entah apakah akan pernah siap. Tapi, kalaupun aku punya kekuatan untuk melepaskan diri, sangat berbahaya kalau dia melihatku sekarang ini sebelum tiba saatnya menyingkap segala rahasia."
"Kukira saatnya sudah tiba," kata Aragorn.
"Belum," kata Gandalf. "Masih ada waktu singkat penuh keraguan, yang harus kita manfaatkan. Musuh, sudah jelas, mengira Batu itu berada di Orthanc mengapa tidak? Berarti si hobbit terperangkap di sana, didesak untuk memandang ke dalam kaca oleh Saruman. Benaknya yang gelap sekarang terisi oleh suara dan wajah hobbit itu, dan dipenuhi harapan: perlu waktu sebelum dia tahu kekeliruannya. Kita harus merebut
kesempatan itu. Kita terlalu santai selama ini. Kita harus bergerak. Wilayah sekitar Isengard bukan tempat untuk berlama-lama ditinggali.
Aku akan segera berjalan di depan, dengan Peregrin Took. Akan lebih baik baginya daripada berbaring di kegelapan, sementara yang lain tidur."
"Aku akan mengurus Eomer dan kesepuluh Penunggang," kata Raja. "Mereka akan berjalan bersamaku saat fajar. Sisanya bisa pergi dengan Aragorn, dan berangkat secepat mereka inginkan."
"Terserah kau," kata Gandalf "Tapi bergegaslah pergi ke perlindungan bukit-bukit, ke Helm's Deep!"
Saat itu sebuah bayangan menyelimuti mereka. Sinar bulan yang terang mendadak hilang. Beberapa Penunggang berteriak, dan meringkuk, mengangkat tangan ke atas kepala, seolah mengelakkan pukulan dari atas: ketakutan mencekam dan kedinginan mematikan menimpa mereka. Sambil gemetar ketakutan, mereka menengadah. Sosok besar bersayap melewati bulan, seperti awan hitam. Ia berputar-putar dan pergi ke utara, terbang dengan kecepatan jauh lebih tinggi daripada angin mana pun di Dunia Tengah. Bintang-bintang memudar di depannya. Lalu lenyaplah dia.
Mereka bangkit berdiri, kaku seperti batu. Gandalf melihat ke atas, lengannva teruntai kaku ke bawah, tangannya dikepal.
"Nazgul!" teriaknya. "Utusan dari Mordor. Badai akan datang. Para Nazgul sudah menyeberangi Sungai! Jalan, jalan! Jangan tunggu fajar! Jangan biarkan yang cepat menunggu yang lambat! Jalan!" Ia melompat pergi, memanggil Shadowfax sambil berlari. Aragorn mengikutinya. Gandalf menghampiri Pippin dan mengangkatnya. "Kau ikut denganku kali ini," katanya. "Shadowfax akan menunjukkan kecepatannya padamu." Lalu ia berlari ke tempat ia tadi tidur. Shadowfax sudah berdiri di sana. Gandalf mengayunkan satu-satunya tas kecil yang dibawanya ke pundaknya, lalu melompat menaiki punggung kuda.
Aragorn mengangkat Pippin dan menempatkannya ke dalam pelukan Gandalf, terbungkus jubah dan selimut.
"Selamat berpisah! Cepat menyusul!" teriak Gandalf "Jalan, Shadowfax!" Kuda besar itu mengangkat kepalanya. Ekornya berjuntai mengilap di bawah sinar bulan. Lalu ia melompat maju, menerjang tanah, dan menghilang seperti angin utara dari pegunungan.
"Malam indah yang tenang!" kata Merry pada Aragorn. "Ada orang yang memang beruntung. Dia tidak mau tidur, dan dia ingin naik kuda bersama Gandalf keinginannya terkabul! Dia bukannya diubah menjadi batu, agar berdiri di sini sebagai peringatan."
"Seandainya kau yang pertama mengangkat batu Orthanc, dan bukan dia, bagaimana sekarang keadaannya?" kata Aragorn. "Mungkin saja reaksimu lebih parah. Siapa tahu? Sekarang nasib menentukan kau harus ikut denganku. Pergi dan bersiaplah, dan bawa semua yang tertinggal oleh Pippin. Bergegaslah!"
Shadowfax terbang di atas padang, tak butuh desakan dan tuntunan. Belum sampai satu jam, mereka sudah sampai di Ford-ford Isen dan menyeberanginya. Kuburan kelabu para Penunggang dengan tombak-tombak dinginnya sudah berada di belakang mereka.
Pippin sudah mulai pulih. Badannya hangat, tapi angin yang menerpa wajahnya terasa tajam menyegarkan. Ia bersama Gandalf. Kengerian batu dan bayangan menyeramkan di depan bulan sudah memudar, ditinggal di kabut pegunungan atau di dalam mimpi yang sudah berlalu.
Pippin menarik napas panjang.
"Aku tidak tahu kau menunggang kuda tanpa pelana, Gandalf," katanya. "Kau tidak pakai pelana maupun tali kekang!"
"Aku tidak biasa naik kuda dengan gaya Peri, kecuali kalau naik Shadowfax," kata Gandalf "Tapi Shadowfax tidak mau memakai pelana.
Bukan aku yang mengendarai Shadowfax: dia mau mengangkut si penunggang atau tidak. Kalau dia mau, itu sudah cukup. Setelah itu urusan dia agar kau tetap berada di punggungnya, kecuali kalau kau melompat ke udara."
"Seberapa cepat jalannya?" tanya Pippin. "Cepat sekali kalau melihat anginnya, tapi sangat mulus. Dan betapa ringan langkahnya!"
"Dia lari secepat kuda tercepat bisa berderap," jawab Gandalf, "tapi baginya itu tidak cepat. Daratan di sini agak menanjak, dan lebih terpecah-pecah daripada di seberang sungai. Tapi lihatlah bagaimana Pegunungan Putih mulai mendekat di bawah sinar bintang! Di sana puncak-puncak Trihyrne mencuat seperti tombak hitam. Tak lama lagi kita sampai , di jalan bercabang dan tiba di Deeping-coomb, tempat pertempuran berlangsung dua hari yang lalu." Pippin diam lagi beberapa saat. Ia mendengar Gandalf bernyanyi lembut, menggumamkan potongan-potongan singkat sajak dalam berbagai bahasa, sementara bermil-mil berlalu di bawah mereka. Akhirnya penyihir itu menyanyikan lagu yang kata-katanya bisa ditangkap oleh si hobbit: beberapa baris terdengar jelas melalui desiran angin:
Kapal-kapal tinggi dan raja-raja gagah Tiga-tiga datang dengan megah, Apa yang dibawa mereka dari negeri nun jauh di sana Melintasi bentangan aliran samudra? Tujuh bintang dan tujuh batu nilam
Dan satu pohon seputih pualam.
"Apa yang kauucapkan itu, Gandalf?" tanya Pippin.
"Aku hanya mengingat-ingat beberapa Sajak Adat-Istiadat," jawab Gandalf. "Kurasa para hobbit sudah melupakannya, termasuk sajak-sajak yang pernah mereka kenal."
"Tidak, tidak semuanya," kata Pippin. "Kami sendiri punya banyak sajak, yang mungkin tidak menarik perhatianmu. Tapi aku belum pernah mendengar yang ini. Apa maksudnya … tujuh bintang dan tujuh batu?"
"Tentang palantiri Raja-Raja Zaman Dulu," kata Gandalf. "Apa itu palantiri?"
"Nama itu sendiri berarti yang memandang jauh. Batu Orthanc itu salah satunya."
"Kalau begitu, benda itu tidak dibuat" Pippin ragu "oleh Musuh?" "Tidak," kata Gandalf. "Juga bukan oleh Saruman. Itu di luar kemampuannya, dan di luar kemampuan Sauron juga. Palantiri datang dari luar Westernesse, dari Eldamar. Kaum Noldor membuatnya.
Eleanor sendiri mungkin membuatnya, di masa yang sudah sangat lama berlalu, sampai tak bisa dihitung dalam tahun. Tapi tak ada yang tak bisa diubah Sauron untuk tujuan jahat. Malang sekali Saruman! Batu itu menjadi kejatuhannya, sekarang aku baru tahu. Semua karya keterampilan yang lebih hebat daripada yang kita miliki, jadi berbahaya bagi kita. Namun dia yang harus menanggung kesalahannya. Bodoh! Merahasiakan kristal itu demi keuntungannya sendiri. Dia tak pernah mengungkapkannya sedikit pun kepada Dewan Penasihat. Kami memang belum memikirkan nasib palantiri dari Gondor dalam peperangannya yang menghancurkan. Oleh manusia, palantiri sudah hampir dilupakan. Bahkan di Gondor batu itu adalah rahasia yang hanya diketahui sedikit orang saja; di Arnor mereka diingat hanya dalam sajak kuno di antara kaum Dunedain."
"Untuk apa Manusia zaman dulu menggunakannya?" tanya Pippin, gembira dan kaget mendapat jawaban atas begitu banyak pertanyaan, dan bertanya-tanya berapa lama keadaan itu akan bertahan.
"Untuk melihat jauh, dan untuk saling berhubungan melalui pikiran," kata Gandalf. "Dengan cara itulah mereka menjaga dan menyatukan wilayah Gondor. Mereka menaruh Batu-Batu itu di Minas Anor, Minas Ithil, dan di Orthanc, di dalam lingkaran Isengard. Pemimpin mereka ada di bawah Kubah Bintang di Osgiliath sebelum kehancurannya. Tiga yang lain berada jauh di Utara. Di rumah Elrond diceritakan bahwa mereka berada di Annuminas, dan Amon Sul, dan Batu Elendil ada di Bukit-Bukit Menara yang memandang ke arah Mithlond di Teluk Lune, di mana kapal-kapal kelabu berlabuh.
"Setiap palantir saling berhubungan, tapi semua yang ada di Gondor selalu menampakkan pemandangan Osgiliath. Sekarang, karena batu karang Orthanc bisa bertahan terhadap badai waktu, maka palantir menara itu tetap di sana. Tapi sendirian batu itu hanya bisa melihat hal-hal kecil yang jauh dari masa lalu. Sangat bermanfaat, tentu, bagi Saruman; tapi rupanya dia belum puas. Lebih jauh dan makin jauh dia memandang, sampai tatapannya jatuh ke Barad-dud Maka terjebaklah dia!"
"Siapa yang tahu, di mana Batu-Batu Arnor dan Gondor yang sudah hilang sekarang berada, terkubur, atau tenggelam jauh? Tapi setidaknya satu diperoleh Sauron dan dikuasainya sendiri. Kurasa itu batu Ithil, karena dia sudah lama sekali menaklukkan Minas Ithil dan mengubahnya menjadi tempat kejahatan: menjadikannya Minas Morgul."
"Sekarang gampang ditebak, bagaimana cepatnya mata Saruman yang berkeliaran ke mana-mana dijebak dan ditahan; dan bagaimana sejak itu dia dibujuk dari jauh, ditakut-takuti bila bujukan tidak lagi berhasil. Penggigit menggigit, elang di bawah kaki rajawali, labah-labah dalam jaring baja! Aku ingin tahu, sudah berapa lama dia dipaksa sering mendatangi batu itu untuk diperiksa dan diperintah? Dan batu Orthanc begitu condong ke Barad-dur, hingga siapa pun yang melihat ke dalamnya kecuali orang yang punya tekad kuat pikiran dan penglihatannya akan terbawa dengan cepat ke sana. Dan betapa kuatnya daya tarik benda itu! Bukankah aku juga merasakannya? Bahkan sekarang pun aku masih berhasrat mengujikan kehendakku padanya, untuk melihat apakah aku bisa merenggutnya dari Sauron dan memutarnya ke mana aku mau memandang ke seberang lautan air dan waktu yang luas, ke Tirion Yang Elok, melihat tangan dan pikiran Feanor yang hebat dalam pekerjaannya, sementara Pohon Putih dan Emas sedang berbunga!" ia mengeluh, lalu diam.
"Andai aku tahu semua ini sebelumnya," kata Pippin. "Aku tak mengerti apa yang kulakukan."
"Kau mengerti," kata Gandalf "Kau tahu kau telah berbuat bodoh dan keliru; dan kaukatakan itu pada dirimu sendiri, meski kau tidak menghiraukannya. Aku tidak menceritakan semua ini sebelumnya padamu, karena aku sendiri baru mengerti setelah merenungi semua yang sudah terjadi, sementara kita naik kuda bersama-sama. Tapi, kalaupun aku memberitahukannya lebih dulu padamu, itu tidak akan mengurangi hasratmu, atau membuatmu lebih mudah menolaknya. Malah sebaliknya! Tidak, tangan yang terbakar justru menjadi pelajaran terbaik. Setelah itu, barulah nasihat tentang api akan dimasukkan ke dalam hati."
"Memang," kata Pippin. "Seandainya ketujuh batu itu diletakkan di depanku sekarang, aku akan memejamkan mata dan memasukkan tanganku ke saku baju."
"Bagus!" kata Gandalf "Itu yang kuharapkan." "Tapi aku ingin tahu …", Pippin mulai.
"Ya ampun!" teriak Gandalf "Kalau rasa ingin tahumu bisa dipuaskan dengan penjelasan, akan kuhabiskan sisa hidupku untuk menjawab pertanyaanmu. Apa lagi yang ingin kauketahui?"
"Nama-nama semua bintang, dan semua makhluk hidup, dan seluruh sejarah Dunia Tengah dan Langit Atas, dan Samudra Pemisah," tawa Pippin. "Ya … Apa lagi? Tapi aku tidak terburu-buru malam ini. Saat ini aku hanya ingin tahu tentang bayangan hitam itu. Aku mendengarmu berteriak, 'Utusan Mordor'. Apa itu? Apa yang dilakukannya di Isengard?"
"Itu Penunggang Hitam naik makhluk bersayap. Nazgul," kata Gandalf "Dia bisa saja membawamu ke Menara Kegelapan."
"Tapi dia bukan datang mencari aku, bukan?" Pippin tergagap. "Maksudku, dia tidak tahu bahwa aku …"
"Tentu saja tidak," kata Gandalf "Penerbangan lurus dari Barad-dur ke Orthanc jaraknya lebih dari dua ratus league, dan seekor Nazgul juga perlu waktu beberapa jam untuk menempuhnya. Tapi Saruman pasti sudah melihat ke dalam Batu itu sejak serangan oleh para Orc, dan pikirannya yang rahasia sudah terbaca lebih banyak dari yang direncanakannya. Maka Sauron mengirim utusan, untuk mencari tahu apa yang dilakukannya. Dan setelah peristiwa malam ini, kurasa yang lain akan berdatangan, dengan segera. Maka Saruman akan mendapati dirinya terpojok sampai ke sudut. Dia tak punya tawanan untuk diserahkan, tak punya Batu untuk melihat, dan tak bisa membalas panggilan. Sauron hanya bisa menduga bahwa Saruman menahan si tawanan dan menolak menggunakan Batu itu. Tak ada gunanya Saruman menceritakan hal yang sebenarnya kepada utusan itu. Memang Isengard sudah hancur berantakan, tapi dia masih aman berada di Orthanc. Jadi, mau tak mau, dia akan tampak seperti pemberontak. Meski begitu, dia menolak kita, justru agar tidak dianggap pemberontak! Apa yang akan dilakukannya dalam keadaan buruk seperti itu, aku tidak tahu. Selama dia masih tinggal di Orthanc, kurasa dia masih punya kekuatan untuk menolak Sembilan Penunggang. Mungkin dia akan mencoba melakukan itu. Mungkin dia akan mencoba menjebak Nazgul, atau setidaknya menewaskan makhluk yang ditungganginya di udara. Kalau itu terjadi, Rohan perlu mengawasi kuda-kuda mereka!"
"Tapi aku tidak tahu, apakah itu akan berakibat baik atau buruk untuk kita. Mungkin saja Musuh menjadi bingung, atau terhalang karena kemarahannya kepada Saruman. Mungkin juga dia akan tahu bahwa aku berada di sana dan berdiri di tangga Orthanc dengan beberapa hobbit di belakangku. Atau bahwa seorang putra mahkota Elendil masih hidup dan berdiri mendampingiku. Kalau Wormtongue tidak tertipu senjata-senjata Rohan, dia akan ingat Aragorn dan gelar yang diakuinya. Itu yang aku khawatirkan. Karena itulah kita lari bukan dari bahaya, tapi memasuki bahaya yang lebih besar. Setiap langkah Shadowfax membawamu semakin dekat ke Negeri Bayang-Bayang, Peregrin Took." Pippin tidak menjawab, tapi mencengkeram jubahnya, seolah mendadak hawa dingin menerpanya. Daratan kelabu berlalu di bawah mereka.
"Lihat sekarang!" kata Gandalf. "Lembah-lembah Westfold sudah terbuka di depan. Kita kembali ke jalan menuju timur. Bayangan gelap di sana adalah mulut Deeping-coomb. Ke arah sana ada Aglarond dan Gua-Gua Bersinar. Jangan tanya tentang itu. Tanyakan pada Gimli, kalau kau bertemu dia lagi, dan untuk pertama kalinya kau akan mendapat jawaban lebih panjang daripada yang kauharapkan. Kau tidak akan melihat sendiri gua-gua itu, tidak dalam perjalanan ini. Tempat ini akan segera kita tinggalkan jauh di belakang." .
"Kukira kau akan berhenti di Helm's Deep!" kata Pippin. "Kalau begitu, kau akan ke mana?"
"Ke Minas Tirith, sebelum lautan peperangan mengepungnya."
"Oh! Dan seberapa jauhkah jaraknya?"
"League demi league," jawab Gandalf "Tiga kali jarak ke istana Raja Theoden, dan lebih dari seratus mil ke timur dari sini, sesuai jarak terbang utusan-utusan dari Mordor. Shadowfax harus melintasi jalan yang lebih panjang. Siapa yang akan terbukti lebih cepat?"
"Kita akan maju terus sampai fajar, dan itu masih beberapa jam lagi. Kemudian Shadowfax pun perlu istirahat, di suatu lembah perbukitan: di Edoras, kuharap. Tidurlah, kalau bisa! Mungkin kau akan melihat cahaya pertama fajar di atas atap emas istana Eorl. Dan dua hari kemudian, kau akan melihat bayangan merah lembayung Gunung Mindolluin dan tembok menara Denethor yang putih di pagi hari."
"Lari, Shadowfax! Lari, kuda gagah, lari seperti belum pernah kaulakukan! Kita sudah sampai ke daratan tempatmu dilahirkan, dan kau kenal setiap batu di sini. Lari! Harapanku terletak dalam kecepatan!" Shadowfax mengangkat kepalanya dan meringkik keras, seolah dipanggil oleh terompet maju perang. Kemudian ia melompat maju. Api memercik dan kakinya; malam memburu melintasinya.
Ketika kantuk mulai menjelang, Pippin mempunyai perasaan aneh: ia dan Gandalf seolah diam bagai batu, duduk di atas patung kuda berlari, sementara dunia menggelinding berlalu di bawah kakinya dengan bunyi embusan angin kencang.

BERSAMBUNG KE BUKU 4 BAB 1/10 >>>> 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
Blogger Templates