Social Icons

Pages

(J.R.R. TOLKIEN) THE LORD OF THE RING 2: DUA MENARA BUKU 4 BAB 10/10 PILIHAN MASTER SAMWISE

<<< SEBELUMNYA
Frodo berbaring tengkurap di tanah, dan monster itu merunduk di atasnya, begitu asyik mengamati korbannya, hingga tidak memedulikan Sam dan teriakannya, sampai ia sudah dekat sekali. Ketika Sam berlari menghampiri, Frodo sudah terikat jalinan tali, dari pergelangan kaki sampai pundak, dan dengan kedua kaki depannya monster itu sudah mulai setengah mengangkat setengah menyeret tubuhnya pergi.
Di dekat Frodo menggeletak pedangnya yang bersinar, jatuh tak berdaya dari genggaman tangannya. Sam tidak menunggu untuk bertanyatanya apa yang harus dilakukan, atau apakah ia berani, atau setia, atau penuh amarah. Ia meloncat maju sambil berteriak, dan mengambil pedang majikannya dengan tangan kirinya. Lalu ia menyerbu. Belum pernah terlihat serangan gencar yang lebih ganas di dunia hewan liar, di mana suatu makhluk kecil nekat yang hanya dipersenjatai gigi kecil, menyerang menara dari tanduk dan kulit yang berdiri di atas pasangannya yang terjatuh.
Terganggu oleh teriakan Sam yang kecil, seolah terbangun dari suatu mimpi tamak, Shelob perlahan-lahan mengalihkan tatapannya yang keji dan mengerikan ke arah Sam. Tapi, hampir sebelum ia menyadari bahwa kemarahan yang menyerangnya jauh lebih besar daripada yang pernah dialaminya selama bertahun-tahun yang tak terhitung, pedang bersinar itu menggigit kakinya dan memangkas cakarnya. Sam melompat masuk ke dalam lengkungan kakinya, dan dengan tusukan cepat ke atas, tangannya yang lain menusuk kerumunan mata di dahinya yang sedang menunduk. Satu mata besar padam.
Sekarang Sam berada tepat di bawah Shelob, dan untuk sementara di luar jangkauan sengat dan cakarnya. Perutnya yang besar berada di atas Sam dengan cahayanya yang busuk, dan baunya yang tengik hampir membuat Sam pingsan. Tapi kemarahannya masih bertahan untuk satu pukulan lagi, dan sebelum Shelob bisa menjatuhkan diri ke atas Sam, mencekik Sam yang telah berani melawannya, Sam membanting bilah pedang Peri yang bersinar itu ke arahnya dengan nekat.
Tapi Shelob bukan naga. Ia tidak mempunyai titik lembek, kecuali matanya. Kulitnya yang sudah sangat tua memang tampak benjol benjol dan berbintik-bintik, tapi semakin menebal dan dalam, lapis demi lapis. Pedang itu menggoresnya dengan luka mengerikan, tapi lipatanlipatan menjijikkan itu tak dapat ditembus kekuatan manusia mana pun, meski baja pisau tersebut ditempa oleh Peri atau Kurcaci, dan diayunkan oleh tangan Beren atau Turin. Shelob mengalah pada pukulan itu, kemudian mengangkat perutnya yang seperti kantong besar itu tinggi-tinggi di atas kepala Sam. Racun berbusa dan menggelembung keluar dari lukanya. Sambil meregangkan kaki, ia menjatuhkan sosoknya yang besar ke atas Sam. Terlalu cepat. Karena Sam masih berdiri tegak; setelah menjatuhkan pedangnya sendiri, dengan kedua tangannya ia memegang pedang Peri itu dengan ujung menghadap ke atas, menahan atap perut yang memuakkan itu; dengan begitu Shelob, yang terdorong oleh hasrat kejamnya sendiri, menusukkan dirinya ke atas pedang Peri itu, dengan kekuatan lebih besar daripada tangan prajurit mana pun. Sangat, sangat dalam pedang itu menusuknya, sementara Sam terjepit ke tanah perlahan-lahan.
Shelob belum pernah mengalami penderitaan seperti itu, dan tak pernah bermimpi mengalaminya, sepanjang masa hidupnya yang penuh kekejian. Bahkan serdadu paling berani dari Gondor lama, atau Orc paling ganas yang terjebak, belum pernah sanggup melawannya, atau menusuk dagingnya yang teramat ia cintai. Tubuhnya gemetar. Sambil mengangkat badannya lagi, merenggutkan diri dari rasa sakit, ia menekuk anggota tubuhnya yang menggeliat di bawahnya, dan melompat mundur dengan loncatan menggelepar.
Sam sudah jatuh berlutut dekat kepala Frodo, pusing karena bau tengik itu, kedua tangannya masih memegang erat pangkal pedang. Melalui kabut di depan matanya, ia melihat wajah Frodo; dengan keras hati ia berjuang untuk mengendalikan dirinya sendiri, dan bangun dari pingsannya. Pelan-pelan ia mengangkat kepala dan melihat Shelob, hanya beberapa langkah darinya, menatapnya, paruhnya meneteskan air liur beracun, dan lendir hijau mengalir keluar dari bawah matanya yang terluka. Di sana ia meringkuk, perutnya yang gemetaran teregang di tanah, kakinya yang melengkung bergetar ketika ia menyiapkan diri untuk satu lompatan lagi kali ini untuk menginjak dan menusuk sampai mati: bukan gigitan kecil beracun untuk menghentikan korbannya yang meronta-ronta; kali ini untuk membunuh, kemudian mengoyakngoyak.
Ketika Sam meringkuk sambil memandang Shelob, melihat kematiannya sendiri membayang di mata makhluk itu, sekonyong-konyong suatu pikiran hinggap dalam benaknya, seolah ada suara berbicara dari jauh. Ia meraba-raba di dadanya, dan menemukan apa yang dicarinya: dingin dan keras, dan padat rasanya ketika ia memegangnya di dunia hantu penuh kengerian itu; Bejana Galadriel.
"Galadriel!" katanya lemah, kemudian ia mendengar suara-suara dari jauh, tapi jelas sekali: teriakan para Peri ketika mereka berjalan di bawah bintang-bintang, dalam bayang-bayang Shire tercinta, diiringi musik para Peri, seperti yang ia dengar dalam mimpinya ketika tidur di Aula Api di rumah Elrond.
Gilthoniel A Elbereth!
Lalu lidahnya mengeluarkan serangkaian kata, berteriak dalam bahasa yang tidak dikenalnya:
A Elbereth Gilthoniel o menel palan-diriel, le nallon si di 'nguruthos! A tiro nin, Fanuilos!
Dengan itu ia terhuyung-huyung berdiri dan kembali menjadi Samwise sang hobbit, putra Hamfast.
"Nah, sekarang majulah, bedebah busuk!" teriaknya. "Kau melukai majikanku, bajingan, dan kau akan mendapat balasannya. Kami akan terus berjalan; tapi kami akan membereskanmu dulu. Ayo, rasakan lagi pedang ini!" Seolah digerakkan oleh semangatnya yang gigih, kaca bejana itu tiba-tiba menyala seperti obor putih di tangannya. Bersinar seperti bintang yang melompat dari cakrawala dan membakar udara gelap dengan cahaya menyilaukan. Belum pernah ada teror dari langit yang membakar wajah Shelob. Berkas-berkas sinar itu masuk ke dalam kepalanya yang terluka, menghantamnya dengan kepedihan luar biasa, dan menyebar dari mata ke mata. Ia jatuh sambil menggelepar dan memukul udara dengan kaki depannya, penglihatannya diserbu halilintar dan dalam, benaknya tersiksa. Kemudian, sambil memalingkan kepalanya yang cedera, ia berguling ke samping dan mulai merangkak, cakar demi cakar, menuju lubang di batu karang gelap di belakangnya.
Sam maju terus. Ia sempoyongan seperti orang mabuk, tapi ia terus maju. Dan Shelob akhirnya ketakutan, menyusut dalam kekalahan, tersentak dan gemetar sambil menjauh lekas-lekas. Ia sampai ke lubang itu, dan sambil mendorong turun badannya, ia menyelinap masuk dengan meninggalkan jejak lumpur hijau kekuningan, tepat saat Sam mengayunkan pukulan terakhir ke kakinya yang terseret. Kemudian Sam terjatuh.
Shelob sudah pergi; entah ia bersembunyi lama di sarangnya, memulihkan luka dan kejahatannya, menyembuhkan diri dan dalam selama tahun-tahun gelap yang lamban, membentuk kembali matanya, lalu sekali lagi menjalin tali jaring yang mengerikan di lembah-lembah Pegunungan Bayang-Bayang, karena digerakkan oleh rasa lapar mematikan itu tidak diceritakan dalam kisah ini.
Sam kini sendirian. Dengan letih ia merangkak kembali ke arah majikannya, sementara senja di Negeri Tak Bernama itu menyongsong tempat pertempuran.
"Master, Master yang baik," katanya, tapi Frodo tidak menjawab. Tadi, ketika ia berlari maju dengan penuh semangat, gembira karena bebas, Shelob menghampirinya dari belakang dengan kecepatan mengenkan, lalu dengan satu sapuan cepat menyengatnya di leher. Sekarang Frodo terbaring pucat, tidak mendengar suara, dan tidak bergerak.
"Master, Master yang baik!" kata Sam, dan ia menunggu lama sekali dalam keheningan, mendengarkan dengan sia-sia.
Kemudian secepat mungkin ia memotong tali-tali pengikatnya dan meletakkan kepalanya ke atas dada Frodo, lalu ke mulut majikannya itu, tapi ia tidak menemukan gerakan kehidupan, juga tidak merasakan getaran jantung sekecil apa pun. Berulang kali ia menggosok tangan dan kaki majikannya, dan menyentuh dahinya, tapi semuanya dingin.
"Frodo, Mr. Frodo!" teriaknya. "Jangan tinggalkan aku sendirian di sini! Ini Sam memanggilmu. Jangan pergi ke mana aku tak bisa menyusulmu! Bangun, Mr. Frodo! Oh bangunlah, Frodo, sayangku, sayangku. Bangunlah!"
Kemudian kemarahan menyentaknya, dan ia berlari mengitari tubuh majikannya sambil marah-marah, menusuk-nusuk udara, memukul batubatu, dan meneriakkan tantangan. Akhirnya ia kembali, dan sambil menunduk ia mengamati wajah Frodo di bawahnya, pucat dalam cahaya senja. Mendadak ia menyadari, bahwa ia berada dalam situasi yang disingkapkan kepadanya dalam cermin Galadriel di Lorien: Frodo dengan wajah pucat, tidur lelap di bawah batu karang besar yang gelap. Atau saat itu ia menyangka Frodo tidur lelap. "Dia mati!" katanya.
"Bukan tidur, tapi mati!" Dan ketika ia mengatakannya, katakata itu seolah membuat racun Shelob bekerja lagi, membuat wajah Frodo menjadi hijau pucat di matanya.
Kemudian keputusasaan berat menimpanya, dan Sam membungkuk sampai ke tanah, menarik kerudung kelabunya ke atas kepala; hatinya serasa diliputi malam, dan ia pun tak sadarkan diri lagi.
Ketika akhirnya kegelapan itu berlalu, Sam menengadah. Sudah banyak bayang-bayang di sekitarnya; tapi berapa menit atau jam dunia sudah berjalan, ia tidak tahu. Ia masih di tempat yang sama, dan majikannya masih berbaring mati di sebelahnya. Pegunungan tidak runtuh dan bumi tidak hancur.
"Apa yang akan kulakukan? Apa yang akan kulakukan?" katanya. "Apakah aku datang sejauh ini dengan sia-sia?" Kemudian ia ingat ucapannya sendiri yang waktu itu belum ia pahami, pada awal perjalanan mereka: Ada sesuatu yang harus kulakukan sebelum akhir perjalanan. Aku harus menyelesaikannya, Sir, kalau kau paham.
"Tapi apa yang bisa kulakukan? Jangan tinggalkan Mr. Frodo mati tanpa dikubur di puncak gunung, dan pulang? Atau maju terus? Maju terus?" ulangnya, dan untuk beberapa saat keraguan dan ketakutan mengguncangnya. "Maju terus? Itukah yang harus kulakukan? Dan
meninggalkannya?" Akhirnya ia mulai menangis; didekatinya tubuh Frodo, dan dilipatnya kedua tangan majikannya yang dingin di dada, lalu dibungkusnya tubuh Frodo dengan jubahnya; pedang Frodo ia letakkan di satu sisi, dan tongkat yang diberikan Faramir di sisi lainnya.
"Kalau aku harus maju terus," katanya, "maka aku harus mengambil pedangmu, dengan seizinmu, Mr. Frodo, tapi yang satu ini kuletakkan untuk mendampingimu, seperti dulu dia tergeletak di kuburan sang raja tua; dan kau masih memakai rompi mithril indah pemberian Mr.
Bilbo tua. Dan kaca bintangmu, Mr. Frodo, kau meminjamkannya padaku dan aku akan membutuhkannya, sebab sekarang aku akan selalu berada dalam kegelapan. Benda ini terlalu bagus untukku, dan sang Lady memberikannya padamu, tapi mungkin dia akan mengerti. Kau paham, Mr. Frodo? Aku harus maju terus."
Tapi ia belum bisa pergi, belum bisa. Ia berlutut dan memegang tangan Frodo, tak sanggup melepaskannya. Waktu berlalu dan ia masih berlutut, memegang tangan majikannya, dalam hati masih terus berdebat.
Sekarang ia berupaya menemukan kekuatan untuk melepaskan diri dan pergi dalam perjalanan sepi untuk balas dendam. Kalau suatu saat nanti ia bisa pergi, kemarahannya akan membawanya melalui semua jalan di dunia, mengejar sampai dapat: Gollum. Dan Gollum akan mati di pojokan. Tapi bukan untuk itu ia berangkat. Takkan bermanfaat kalau ia meninggalkan majikannya hanya untuk tujuan itu. Majikannya takkan bisa hidup kembali. Tak ada yang bisa mengembalikkannya. Lebih baik mereka berdua mati bersama. Dan itu pun akan menjadi perjalanan yang sangat sepi.
la mengamati ujung pedang yang bersinar. Ia memikirkan tempat-tempat di belakang sana, di mana ada pinggiran hitam dan jurang kekosongan. Tapi ia tak bisa melepaskan diri dengan cara itu. Itu sama saja dengan tidak berbuat apa-apa, bahkan bersedih hati pun tidak.
Bukan untuk itu ia berangkat dalam perjalanan ini. "Kalau begitu, apa yang harus kulakukan?" ia berteriak lagi, dan sekarang rasanya ia tahu jawabannya dengan jelas: menyelesaikannya. Lagi-lagi suatu perjalanan sepi, dan paling berat.
"Apa? Aku sendirian, pergi ke Celah Ajal dan seterusnya?" ia gemetar, tapi tekadnya semakin kuat. "Apa? Aku mengambil Cincin dari dia? Dewan memberikan Cincin itu padanya." Tapi jawabannya segera datang: "Dan Dewan memberinya pendamping, agar tugasnya tidak gagal. Kaulah yang terakhir dari Rombongan ini. Tugas ini tak boleh gagal."
"Kalau saja aku bukan yang terakhir," erangnya. "Kalau saja Gandalf tua ada di sini, atau orang lain. Kenapa aku ditinggal sendirian untuk mengambil keputusan? Aku yakin aku akan keliru. Lagi pula, bukan hakku untuk mengambil Cincin itu, mengajukan diriku sendiri."
"Tapi kau tidak mengajukan dirimu sendiri; kau diajukan oleh keadaan. Bahwa kau merasa dirimu bukan orang yang tepat dan pantas untuk mengemban tugas itu, nah, Mr. Frodo juga tak bisa dikatakan tepat, begitu pula Mr. Bilbo tua. Mereka juga tidak memilih diri mereka sendiri."
"Ah, well, aku harus memutuskan sendiri. Akan kuputuskan. Tapi aku pasti bakal keliru: itu sudah ciri khas Sam Gamgee. "Coba kupikirkan: kalau kami ditemukan di sini, atau Mr. Frodo ditemukan, dan Benda itu ada pada dirinya, well, Musuh akan mengambilnya. Itu berarti tamatlah riwayat kami semua, mulai dari Lorien, Rivendell, Shire, dan semuanya. Aku tak boleh buang-buang waktu, kalau tidak semuanya akan berakhir. Peperangan sudah dimulai, dan sangat mungkin semuanya berjalan sesuai rencana Musuh. Tak ada kemungkinan untuk kembali dengan Benda itu, dan meminta saran atau izin. Tidak, pilihannya adalah duduk di sini sampai mereka datang dan membunuhku di atas tubuh majikanku, dan mengambil Benda Itu; atau aku mengambil Benda Itu dan pergi." Ia menarik napas panjang. "Kalau begitu, baiklah. Akan kuambil Benda Itu!"
la membungkuk. Dengan sangat lembut ia membuka rantai di leher Frodo, dan menyelipkan tangannya ke dalam kemeja Frodo; lalu dengan tangan satunya ia mengangkat kepala Frodo, mengecup dahinya yang dingin, dan perlahan menarik kalung itu melalui kepalanya. Kemudian ia membaringkan kembali kepala majikannya. Tak ada perubahan pada wajah yang diam itu, karena itulah Sam akhirnya yakin bahwa Frodo sudah mati dan meninggalkan Tugas-nya.
"Selamat tinggal, Master yang kucintai!" gumamnya. "Maafkan Sam-mu. Dia akan kembali ke tempat ini bila tugas sudah selesai kalau dia berhasil. Setelah itu, dia takkan meninggalkanmu lagi. Istirahatlah dengan tenang, sampai aku datang; dan semoga tak ada makhluk busuk mendekatimu! Kalau sang Lady bisa mendengarku dan mengabulkan satu permohonanku, aku berharap bisa kembali dan menemukanmu lagi. Selamat tinggal!" Kemudian ia mengalungkan rantai itu, dan kepalanya langsung tertunduk sampai ke tanah, karena beratnya Cincin itu, seolah sebuah batu besar telah diikatkan kepadanya. Namun perlahan-lahan, seolah bobot Cincin itu telah berkurang, atau entah ada kekuatan baru tumbuh dalam dirinya, ia mengangkat kepalanya, dengan susah payah ia bangkit berdiri dan menyadari ia bisa berjalan dan menanggung beban berat itu. Setelah beberapa saat, ia mengangkat Bejana Galadriel dan memandang majikannya melalui Bejana tersebut; cahayanya kini bersinar lembut, dengan kelembutan cahaya bintang senja musim panas, dan dalam cahaya itu wajah Frodo kembali tampak elok, pucat namun indah, seperti keindahan Peri, seperti orang yang sudah lama melewati bayang-bayang kegelapan. Pemandangan itu memberinya penghiburan pahit,
dan dengan membawa perasaan tersebut, Sam membalikkan badan, menyembunyikan cahaya Bejana itu, dan terseok-seok masuk ke kegelapan.
Ia tak perlu pergi jauh. Terowongan itu berada agak di belakang; Celah berada beberapa ratus meter di depan, atau kurang. Jalan itu tampak jelas dalam cahaya senja, alur dalam yang sudah usang karena ditapaki berabad-abad lamanya, menjulur naik dengan lembut di dalam suatu palung panjang dengan batu karang di kedua sisi. Palung itu dengan cepat menyempit. Segera Sam sampai di sebuah tangga panjang dengan anak tangga lebar dan dangkal. Sekarang menara Orc berada tepat di atasnya, hitam muram, dan di dalamnya menyala mata merah. Sekarang ia tersembunyi dalam bayangan gelap di bawahnya. Ia sudah sampai di puncak tangga, dan akhirnya berada di Celah itu.
"Aku sudah mengambil keputusan," katanya pada diri sendiri. Tapi sebenarnya belum. Meski ia sudah berupaya sebisa mungkin untuk memikirkannya, apa yang dilakukannya ini sama sekali bertentangan dengan wataknya yang sesungguhnya. "Apakah aku salah?" gerutunya.
"Sebenarnya apa yang harus kulakukan?" Ketika sisi-sisi Celah itu mengurungnya, sebelum ia mencapai puncaknya, sebelum ia akhirnya memandang jalan yang mendaki masuk ke Negeri Tak Bernama, ia menoleh. Sejenak ia berdiri diam dalam kebimbangan luar biasa, memandang ke belakang. Ia masih bisa melihat mulut terowongan itu, seperti sebuah bercak dalam keremangan yang semakin pekat; dan ia merasa bisa melihat atau menduga di mana Frodo terbaring. Ia seolah melihat sinar di tanah di bawah sana, atau mungkin itu hanya tipuan air matanya, ketika ia menerawang ke tempat tinggi berbatu itu, di mana seluruh hidupnya jadi hancur berantakan.
"Seandainya satu-satunya harapanku dikabulkan, satu harapan saja!" keluhnya, "untuk kembali dan menemukannya lagi!" Akhirnya ia menoleh lagi ke jalan di depannya, dan mengambil beberapa langkah: yang terberat dan yang paling enggan diambilnya.
Hanya beberapa langkah; tinggal beberapa langkah lagi, dan ia akan turun, takkan pernah melihat tempat tinggi itu lagi. Tapi tiba-tiba ia mendengar teriakan dan suara-suara. Ia berdiri diam membatu. Suara suara Orc. Di belakang dan di depannya. Bunyi kaki-kaki yang menginjak dan teriakan parau: Orc-Orc sedang naik ke Celah, dari ujung terjauh, dari suatu jalan masuk ke menara, mungkin. Kaki-kaki menginjak dan teriakan di belakang. Ia berputar. Ia melihat cahaya cahaya kecil merah, obor-obor, berkelip-kelip di bawah, saat keluar dari terowongan. Akhirnya pengejaran dimulai. Mata merah menara tidak buta rupanya. Ia sudah tertangkap.
Kini kelipan obor yang mendekat dan denting baja di depan sudah sangat dekat. Dalam sekejap mereka akan sampai di puncak dan menjumpainya. Ia sudah terlalu lama membuang waktu untuk mengambil keputusan, dan sekarang keadaan sangat buruk. Bagaimana ia bisa lolos, atau menyelamatkan dirinya dan Cincin itu? Cincin. Tak ada pikiran atau keputusan apa pun dalam benaknya. Ia hanya menyadari dirinya mengeluarkan rantai itu dan memegang Cincin di tangannya. Pimpinan rombongan Orc muncul di Celah, tepat di depannya. Maka ia pun memakai Cincin itu.
Dunia berubah, waktu sekilas terisi dengan satu jam pemikiran. Ia langsung menyadari bahwa pendengarannya menjadi lebih tajam, sementara penglihatannya agak kabur, tapi berbeda dengan sewaktu di sarang Shelob. Semua benda di sekitarnya bukan gelap, tapi samar samar; sementara ia sendiri berada dalam sebuah dunia kelabu yang kabur, sendirian, seperti batu karang kecil padat dan hitam, dan Cincin itu, yang membebani tangan kirinya dengan berat, terasa seperti bola emas panas. Ia sama sekali tidak merasa tidak tampak; ia justru merasa amat sangat kelihatan; dan ia tahu, di suatu tempat sebuah Mata sedang mencarinya.
la mendengar derakan batu, dan gumaman air jauh di Lembah Morgul; di bawah, di dalam batu karang, terdengar bunyi bergelembung dari Shelob yang tersiksa, meraba-raba, mungkin tersesat dalam selasar buntu; dan suara-suara di ruang bawah tanah di menara; teriakan para Orc saat mereka keluar dari terowongan; dan benturan kaki yang memekakkan, menderum dalam telinganya, serta bunyi hiruk-pikuk tajam dari Orc-Orc di depannya. Ia menyurut ke sisi batu karang. Tapi mereka datang berbaris seperti rombongan hantu, sosok-sosok kelabu dengan bentuk kacau, hanya mimpi ketakutan dengan nyala api pucat di tangan. Dan mereka melewatinya. Ia gemetaran, mencoba merangkak ke suatu celah untuk bersembunyi.
la mendengarkan. Orc-Orc dari terowongan dan yang berbaris turun sudah saling melihat, kedua pihak sekarang bergegas dan berteriakteriak. Ia mendengar mereka dengan jelas, dan memahami apa yang mereka katakan. Mungkin Cincin itu memberi pengertian atas semua bahasa, atau sekadar pernahaman, terutama tentang pelayan-pelayan Sauron si pembuat Cincin, sehingga kalau ia memperhatikan, ia bisa mengerti dan menerjemahkan pikiran itu untuk dirinya sendiri. Kekuatan Cincin itu memang tumbuh pesat ketika mendekati tempatnya dulu ditempa; tapi satu hal tak bisa diberikannya, yaitu keberanian. Sekarang Sam hanya ingin bersembunyi, diam sampai semuanya kembali tenang; ia mendengarkan dengan cemas. Ia tidak tahu seberapa dekat suara suara itu, kata-kata itu seperti ada di dalam telinganya.
"Hai! Gorbag! Sedang apa kau di sini? Sudah bosan perang?"
"Perintah, tolol. Dan kau sedang apa, Shagrat? Sudah jemu bersembunyi di atas sana? Sedang pikir-pikir turun untuk bertempur?"
"Perintah untukmu. Aku yang menguasai jalan ini. Jadi bicaralah sopan. Apa laporanmu?"
"Tidak ada."
"Hai! Hai! Hooi!" Sebuah teriakan memotong percakapan kedua pemimpin. Para Orc di bawah rupanya melihat sesuatu. Mereka mulai berlari. Begitu juga yang lain.
"Hai! Huah! Ada sesuatu di sini! Berbaring di jalan. Mata-mata, mata-mata!" Bunyi teriakan yang menggeram dan suara-suara kacau balau.
Sam tersentak dari perasaan takutnya. Mereka sudah melihat majikannya. Apa yang akan mereka lakukan? ia pernah mendengar cerita-cerita yang meremangkan bulu roma tentang Orc. Ini tak tertahankan. Ia melompat berdiri. Ta melupakan urusan Cincin ini, berikut ketakutan dan keraguannya. Sekarang ia tahu di mana seharusnya ia berada: di sisi majikannya, meski apa yang bisa dilakukannya di sana tidak jelas. Ia kembali lari menuruni tangga, menuju Frodo.
"Berapa banyak Orc yang ada?" pikirnya. Setidaknya tiga puluh atau empat puluh dari menara, dan masih banyak lagi dari bawah, kukira.
Berapa banyak yang bisa kubunuh sebelum mereka menangkapku? Mereka akan melihat nyala pedang ini begitu aku menghunusnya, dan cepat atau lambat mereka akan menangkapku. Akankah ada lagu untuk mengenangnya: bagaimana Samwise jatuh di High Pass dan melindungi majikannya dengan tubuhnya. Tidak, takkan ada lagu. Tentu saja tidak, sebab Cincin itu akan ditemukan, dan takkan ada lagulagu lagi. Bukan salahku. Tempatku bersama Mr. Frodo. Mereka harus mengerti itu Elrond dan Dewan, juga para Lord dan Lady dengan kebijakan mereka yang besar. Rencana mereka sudah gagal. Aku tak bisa menjadi Penyandang Cincin. Tidak tanpa Mr. Frodo."
Tetapi para Orc sudah berada di luar jangkauan pandangannya sekarang. Ia belum sempat memikirkan dirinya sendiri, tapi sekarang ia menyadari ia letih sekali, sampai hampir pingsan: kakinya tak mau mengangkatnya seperti yang ia inginkan. Ia terlalu lamban. Jalan itu serasa masih bermil-mil panjangnya. Ke mana mereka pergi dalam kabut ini? Nah, itu mereka lagi! Masih cukup jauh di depan. Orc-Orc itu mengelilingi sesuatu yang berbaring di tanah; beberapa kelihatannya melompat-lompat ke sana kemari, membungkuk seperti anjing mencari jejak. Ia mencoba berlari.
"Ayo, Sam!" katanya, "kalau tidak, kau akan terlambat lagi." ia mengendurkan pedang dalam sarungnya. Sebentar lagi ia akan menghunusnya, lalu … Ada bunyi hiruk-pikuk ribut sekali, teriakan dan tawa, ketika sesuatu diangkat dari tanah. "Ya hoi! Ya harri hoi! Angkat! Angkat!" Lalu sebuah suara berteriak, "Sekarang berangkat! Jalan pintas. Kembali ke Gerbang Bawah! Kalau melihat gelagatnya, dia tidak akan mengganggu kita." Seluruh barisan Orc mulai bergerak. Empat di tengah menggotong sesosok tubuh di pundak mereka. "Ya hoi!"
Mereka sudah mengambil tubuh Frodo. Mereka sudah pergi. Ia tak bisa menyusul mereka. Ia masih terus berjalan susah payah. Para Orc sampai ke terowongan dan masuk. Mereka yang menggotong beban masuk lebih dulu, di belakang mereka terjadi saling serobot dan saling desak. Sam maju terus. Ia menghunus pedang, tampak kilatan biru di tangannya yang gemetar, tapi mereka tidak melihatnya. Ketika ia datang dengan terengah-engah, Orc terakhir sudah menghilang dalam lubang hitam.
Untuk beberapa saat Sam berdiri terengah-engah, memegang dadanya. Lalu ia menarik lengan bajunya ke wajah, menyeka kotoran dan keringat, dan air mata. "Terkutuklah bajingan-bajingan busuk itu!" katanya, lalu ia melompat menyusul mereka dalam gelap.
Di dalam terowongan sudah tidak tampak gelap bagi Sam, malah seolah-olah ia sudah keluar dari kabut tipis, masuk ke kabut yang lebih tebal. Kelelahannya makin terasa, tapi tekadnya semakin kuat. Ia merasa bisa melihat cahaya obor-obor sedikit di depan, tapi bagaimanapun ia berusaha, ia tak bisa menyusul mereka. Orc-Orc berjalan cepat sekali dalam terowongan, dan terowongan ini mereka kenal betul; meski ada Shelob, mereka terpaksa sering menggunakannya sebagai jalan tercepat dari Kota Mati melewati pegunungan. Kapan terowongan utama dan lubang bundar besar itu dulu dibuat, mereka tidak tahu; tapi banyak jalan menyimpang yang mereka gali sendiri di kedua sisi, agar bisa menghindari sarang itu dalam lalu lintas mereka ke dan dari sang majikan. Malam ini mereka tidak berniat pergi jauh; mereka sedang bergegas mencari jalan simpang untuk kembali ke menara jaga di atas batu karang. Kebanyakan dari mereka riang gembira, senang dengan apa yang mereka temukan dan lihat, dan sambil berlari mereka berceloteh cepat dan berbicara ribut dengan gaya mereka. Sam mendengar keberisikan suara parau mereka, datar dan keras di udara mati, dan ia bisa mengenali dua suara di antaranya; suara itu lebih keras dan lebih dekat kepadanya. Rupanya kapten-kapten kedua pihak berjalan di barisan belakang, sambil berdebat.
"Tak bisakah kau menghentikan keberisikan pengacau-pengacaumu itu, Shagrat?" gerutu yang satu. "Kita tak ingin Shelob menyerang kita."
"Yang benar saja, Gorbag! Pengacau-pengacaumu malah lebih berisik," kata yang satunya. "Tapi biarkan saja mereka bermain! Tak perlu khawatir tentang Shelob untuk sementara. Rupanya dia tertikam paku, tak perlu kita tangisi. Kau tidak lihat? Dia mengeluarkan lendir menjijikkan sepanjang jalan kembali ke sarangnya yang terkutuk. Sudah ratusan kali kita menyumbatnya. Jadi, biarkan mereka tertawa. Dan kita cukup beruntung: memperoleh sesuatu yang diinginkan Lugburz."
"Lugburz menginginkannya, ha? Apa itu, menurutmu? Kelihatannya dia seperti bangsa Peri, tapi agak lebih kecil ukurannya. Apa sih ba hayanya?"
"Belum tahu sebelum kita melihatnya."
"Aha! Jadi mereka belum menceritakan padamu apa yang mereka harapkan? Mereka tidak menceritakan semua yang mereka ketahui, bukan? Setengahnya pun tidak. Tapi mereka bisa membuat kesalahan, bahkan Pimpinan-Pimpinan Puncak juga bisa salah."
"Ssst, Gorbag!" Shagrat merendahkan suaranya, sehingga Sam nyaris tidak menangkap apa yang dikatakannya, meski sekarang pendengarannya lebih tajam. "Mungkin saja, tapi mereka punya mata dan telinga di mana-mana; beberapa di antaranya mungkin anak buahku.
Tapi tak diragukan lagi, mereka cemas tentang sesuatu. Para Nazgul di bawah memang khawatir, menurutmu; Lugburz juga. Sesuatu hampir saja luput."
"Hampir, katamu!" kata Gorbag.
"Baiklah," kata Shagrat, "tapi itu kita bicarakan nanti saja. Tunggu sampai kita tiba di Terowongan. Ada tempat untuk kita berbicara sebentar, sementara anak buah berjalan terus." Tak lama kemudian, Sam melihat obor-obor menghilang. Lalu ada bunyi menderum, dan bunyi benturan, tepat ketika ia bergegas maju. Ia menduga para Orc sudah berbelok ke lubang yang telah ia jelajahi bersama Frodo, lubang yang ternyata buntu. Dan sekarang masih juga buntu.
Rupanya ada batu besar menghalangi, tapi para Orc entah bagaimana bisa melewatinya, sebab ia bisa mendengar suara-suara mereka di belakangnya. Mereka masih terus berlari, semakin jauh masuk ke dalam gunung, kembali ke menara. Sam merasa putus asa. Mereka membawa tubuh majikannya untuk suatu tujuan keji, dan ia tak bisa menyusul mereka. Ia mendorong-dorong dan membenturkan diri ke batu itu, tapi batu itu tidak bergeser sedikit pun. Lalu tidak begitu jauh di dalam, atau setidaknya begitulah perkiraannya, ia mendengar suara kedua kapten Orc berbicara. Ia berdiri mendengarkan sebentar, berharap akan mendengar sesuatu yang berguna. Siapa tahu Gorbag, yang rupanya berasal dari Minas Morgul, akan keluar, lalu ia bisa menyelinap masuk.
"Tidak, aku tidak tahu," kata suara Gorbag. "Pesan-pesan lewat lebih cepat daripada apa pun yang terbang, semestinya. Tapi aku tidak menanyakan bagaimana itu bisa terjadi. Paling aman tidak menanyakan itu. Grrr! Nazgul-Nazgul itu menyeramkan sekali. Dan mereka dengan mudah menyiksamu, dan membiarkanmu kedinginan di pihak lawan. Tapi Dia menyukai mereka: mereka menjadi favorit-Nya belakangan ini, jadi percuma saja menggerutu. Kukatakan padamu, tidak enak bekerja di kota."
"Kau harus mencoba berada di atas sini, didampingi Shelob," kata Shagrat.
"Aku ingin mencoba tempat di mana tidak ada mereka semua. Tapi perang sedang berlangsung, dan kalau perang sudah selesai, mungkin keadaan akan lebih mudah."
"Kabarnya perang berlangsung cukup lancar."
"Kata mereka," gerutu Gorbag. "Kita lihat saja. Kalau memang berlangsung lancar, seharusnya lebih banyak kesempatan. Bagaimana menurutmu? Kalau dapat kesempatan, kau dan aku pergi diam-diam dan bermukim di suatu tempat, dengan beberapa anak buah tepercaya, tempat di mana cukup banyak rampasan bagus, dan tidak ada majikan.
"Ah!" kata Shagrat. "Seperti zaman dulu."
"Ya," kata Gorbag. "Tapi jangan terlalu berharap. Aku merasa tak enak hati. Seperti kukatakan, Majikan-Majikan Besar, yah," suaranya hampir berbisik, "ya, bahkan yang paling Hebat pun bisa keliru. Sesuatu nyaris luput, katamu. Menurutku, sesuatu itu sudah luput. Dan kita harus waspada. Selalu kaum Uruk malang yang harus membetulkan kesalahan, dan hanya menerima sedikit terima kasih. "Tapi jangan lupa: musuh-musuh tidak suka pada kita, seperti juga pada Dia, dan kalau mereka menang melawan Dia, riwayat kita juga habis. Tapi omong omong, kapan kau diperintahkan keluar?"
"Satu jam yang lalu, tepat sebelum kau melihat kami. Ada pesan datang: Nazgul khawatir. Mata-mata mungkin sudah berada di Tangga.
Gandakan kewaspadaan. Patroli agar ke ujung Tangga. Aku segera datang."
"Urusan buruk," kata Gorbag. "Coba lihat-para Penjaga Tersembunyi kita sudah dua hari yang lalu merasa cemas, itu aku tahu. Tapi patroliku tidak diperintahkan bergerak sampai sehari lagi, juga tidak ada pesan yang dikirimkan ke Lugburz: sebab Isyarat Agung sudah dikeluarkan, Nazgul Tinggi pergi berperang, dan sebagainya. Kabarnya selama beberapa waktu mereka tak bisa memaksakan perhatian Lugburz."
"Mungkin Mata sedang sibuk di tempat lain," kata Shagrat. "Peristiwa-peristiwa besar sedang terjadi di barat, katanya."
"Pasti," geram Gorbag. "Tapi sementara itu musuh berhasil mendaki Tangga. Dan kau sedang apa? Kau seharusnya mengawasi, ada atau tidak ada perintah khusus, bukan begitu? Buat apa ada kau?"
"Cukup! Jangan mencoba mengajariku. Kami menjaga terus. Kami sudah tahu ada hal-hal aneh terjadi."
"Aneh sekali!"
"Ya, aneh sekali: cahaya, teriakan, dan sebagainya. Tapi Shelob sedang berkeliaran. Anak buahku melihatnya bersama Sneak."
"Sneak? Apa itu?"
"Pasti kau sudah melihatnya: makhluk kecil kurus; mirip labah-labah juga, atau mungkin lebih seperti katak kelaparan. Dia sudah pernah ke
sini. Keluar dari Lugburz pertama kali, bertahun-tahun lalu, dan kami mendapat pesan dari Pimpinan Tertinggi agar membiarkannya lewat.
Sejak itu dia sudah satu-dua kali lewat, tapi kami membiarkannya: rupanya dia bersekutu dengan Yang Mulia Lady Shelob. Kupikir dia bukan santapan lezat: Shelob tidak akan peduli perintah dari Atas. Tapi penjagaan kalian di lembah memang payah: dia sudah berada di sini sehari sebelum keonaran ini. Tadi malam agak awal kami melihatnya. Anak buahku melaporkan bahwa Yang Mulia Lady sedang bersuka ria, dan bagiku itu sudah cukup, sampai datangnya pesan. Kupikir Sneak membawakannya mainan, atau kau mungkin mengiriminya hadiah, tawanan perang atau semacamnya. Aku tidak mau mengganggu kalau dia sedang bermain. Tak ada yang bisa lolos dari Shelob kalau dia sedang berburu."
"Tidak ada, katamu! Apa kau tidak pakai matamu tadi? Sudah kubilang hatiku tidak enak. Apa pun yang datang mendaki Tangga, sudah berhasil lewat. Sudah memotong jaringnya dan keluar sama sekali dari lubangnya. Itu perlu dipikirkan!"
"Ah, ya sudah, tapi akhirnya dia berhasil menangkapnya, bukan?"
"Menangkapnya? Menangkap siapa? Orang kecil ini? Tapi kalau dia satu-satunya, Shelob pasti sudah lama membawa dia ke sarangnya, dan di sanalah dia bakal berada. Dan kalau Lugburz menginginkannya, kau harus pergi mengambilnya. Enak, bukan? Tapi ada lebih dari satu." Saat itu Sam mulai mendengarkan lebih saksama dan menempelkan telinganya ke batu.
"Siapa yang memotong tali-tali yang diikatkan padanya, Shagrat? Sama dengan yang memotong jaring. Dan siapa yang menusukkan paku ke Yang Mulia Lady? Sama juga, pasti. Dan di mana dia? Di mana dia, Shagrat?" Shagrat tidak menjawab.
"Sebaiknya kau berpikir keras sekali, kalau kau punya otak. Ini bukan masalah enteng. Tidak ada, belum pernah ada satu orang pun yang menusuk Shelob, kau tahu betul. Memang tak perlu disedihkan; tapi pikirlah-ada seseorang masih berkeliaran, lebih berbahaya daripada pemberontak terkutuk mana pun yang pernah ada sejak masa lalu yang buruk, sejak Serangan Besar. Ada sesuatu yang sudah luput."
"Apa itu?" geram Shagrat.
"Kalau melihat tanda-tandanya, Kapten Shagrat, menurutku ada pejuang besar berkeliaran, sangat mungkin Peri, dengan pedang Peri, dan mungkin juga kapak; dia berkeliaran bebas dalam wilayahmu, dan kau tak pernah melihatnya. Sangat aneh memang!" Gorbag meludah. Sam tersenyum muram mendengar penjelasan tentang dirinya sendini.
"Ah, ya, kau selalu melihat dari sisi muram," kata Shagrat. "Kau boleh saja menafsirkan tanda-tandanya sesukamu, tapi masih ada cara lain untuk menjelaskannya. Bagaimanapun, aku punya penjaga di setiap titik, dan aku akan menangani ini satu demi satu. Kalau sudah melihat orang yang kita tangkap, baru aku akan memikirkan hal-hal lain."
"Menurutku tidak banyak yang bisa kautemukan pada makhluk kecil itu," kata Gorbag. "Mungkin saja dia sama sekali tidak ada hubungannya dengan kekacauan yang sebenamya. Makhluk besar dengan pedang tajam itu rupanya tidak menganggap dia cukup berharga dia ditinggalkan berbaring di sana: tipuan asli kaum Peri."
"Kita lihat saja. Ayo! Kita sudah cukup berbincang. Mari kita pergi dan melihat tawanan!"
"Apa yang akan kaulakukan dengannya? Jangan lupa, aku yang pertama melihatnya. Kalau akan ada permainan, aku dan anak buahku harus dilibatkan."
"Wah, wah," gerutu Shagrat. "Aku sudah dapat perintah. Dan ini lebih penting daripada diriku, atau dirimu. Setiap pelanggar yang ditemukan para penjaga harus ditawan di menara. Tawanan harus dilucuti. Uraian lengkap tentang setiap benda, pakaian, senjata, surat, cincin, atau perhiasan harus segera dikirimkan ke Lugburz, hanya ke Lugburz. Dan tawanan harus diamankan agar tetap utuh, dengan ancaman kematian bagi setiap penjaga, sampai Dia mengirimkan utusan atau Dia sendiri datang. Itu sudah cukup jelas, dan itu yang akan kulakukan."
"Dilucuti, hei?" kata Gorbag. "Apa, gigi, kuku, rambut, dan semuanya?"
"Tidak, bukan seperti itu. Kan sudah kubilang, dia ini untuk Lugburz. Mereka menginginkannya utuh dan selamat."
"Itu akan sulit sekali," tawa Gorbag. "Dia hanya daging bangkai sekarang. Apa yang akan dilakukan Lugburz dengan benda semacam itu, aku tak habis pikir. Dia pantasnya dipanggang saja."
"Tolol kau," geram Shagrat. "Kau sok pintar, tapi banyak hal yang tidak kauketahui, meski kebanyakan orang lain tahu. Kau yang bakal diumpankan pada Shelob, kalau kau tidak hati-hati. Daging bangkai! Hanya itu yang kauketahui tentang Yang Mulia Lady? Kalau dia mengikat korbannya dengan tali-talinya, berarti dia mengincar daging. Dia tidak makan daging mati, juga tidak mengisap darah dingin.
Orang ini belum mati!"
Sam terhuyung-huyung mencengkeram batu itu. Ia merasa seolah seluruh dunia yang gelap ini jungkir balik. Begitu besar kejutannya, sampai ia hampir pingsan, tapi saat ia berjuang untuk mengendalikan diri, jauh di dalam dirinya ia menyadari hal itu: "Kau bodoh, dia belum mati, dan hatimu sebenarnya tahu itu. Jangan percaya otakmu, Samwise, itu bukan bagian terbaik dirimu. Masalahnya, kau selalu pesimis.
Sekarang apa yang harus dilakukan?" Untuk sementara tidak ada, kecuali menekankan dirinya ke batu yang tak bergerak itu dan mendengarkan, mendengarkan suara-suara Orc yang keji itu.
"Aduh!" kata Shagrat. "Dia punya lebih dari satu macam racun. Kalau sedang berburu, dia hanya menyuntikkan sedikit ke leher korbannya dan mereka langsung lemas seperti ikan, lalu dia bisa leluasa dengan mereka. Kau ingat Ufthak tua? Kami kehilangan dia berhari-hari. Lalu kami menemukannya di suatu sudut; tergantung-gantung, tapi dia sadar penuh dan melotot. Kami menertawakannya! Mungkin Shelob lupa padanya, tapi kami tidak menyentuhnya tidak baik mengganggu Dia. Jadi, keparat kecil ini akan bangun beberapa jam lagi; selain merasa agak mual, dia akan baik-baik saja. Atau akan baik-baik, kalau Lugburz tidak mengacuhkannya. Paling-paling dia bertanya-tanya, di mana dia berada dan apa yang sudah terjadi padanya."
"Dan apa yang bakal terjadi padanya," tawa Gorbag. "Paling tidak, kita bisa menceritakan beberapa hal padanya, kalau kita tak bisa melakukan hal lain. Dia pasti belum pernah ke Lugburz yang indah, jadi mungkin dia ingin tahu apa yang menantinya. Ini akan lebih lucu daripada yang kukira. Ayo kita pergi!"
"Tidak akan lucu, kuperingatkan kau," kata Shagrat. "Dan dia harus disimpan dengan aman, atau kita semua mati."
"Baiklah! Tapi seandainya aku jadi kau, aku akan menangkap yang besar, yang masih berkeliaran, sebelum mengirim laporan apa pun ke Lugburz. Tidak bagus kedengarannya kalau kau melaporkan sudah menangkap anak kucing tapi membiarkan induk kucing lolos."
Suara-suara itu mulai bergerak menjauh. Sam mendengar bunyi langkah surut. Ia sedang pulih dari kekagetannya, dan kini amukan kemarahan menggelora dalam dirinya. "Aku keliru sama sekali!" teriaknya. "Aku sudah tahu, pasti bakal begini. Sekarang mereka membawanya, setan setan! Keparat-keparat! Jangan pernah tinggalkan majikanmu, jangan pernah, jangan pernah: patokanku sudah benar.
Dan dalam hati aku sudah tahu itu. Semoga aku diampuni! Sekarang aku harus kembali kepadanya. Entah bagaimana, entah bagaimana!" Ia menghunus pedangnya lagi, dan memukul batu dengan pangkalnya, tapi batu itu hanya mengeluarkan bunyi teredam. Namun pedangnya bersinar begitu terang, sampai Sam bisa melihat sekitarnya dengan samar-samar dalam cahayanya. Dengan terkejut ia melihat bahwa bongkah batu besar itu berbentuk seperti pintu berat, dan kurang dari dua kali tinggi badannya. Di atasnya ada ruang kosong gelap antara bagian tertinggi dan terendah lengkungan ambang pintu. Mungkin pintu itu hanya dimaksudkan untuk menangkis gangguan Shelob, dikunci dari dalam dengan kunci gerendel atau palang pintu yang tak bakal bisa dibukanya. Dengan sisa kekuatannya, Sam melompat dan menggapai puncaknya, memanjat naik, lalu menjatuhkan diri; kemudian ia berlari kencang sekali, dengan pedang menyala di tangannya, membelok di suatu tikungan dan melewati suatu terowongan berliku-liku.
Kabar bahwa majikannya masih hidup membangkitkan semangatnya untuk melakukan upaya terakhir, tanpa menghiraukan keletihannya. Ia tak bisa melihat apa pun di depan, karena selasar baru ini berkelok kelok dan berliku-liku terus; tapi ia menduga ia sudah mulai menyusul kedua Orc tadi: suara-suara mereka sudah mulai dekat lagi. Sekarang rupanya mereka sudah cukup dekat.
"Itu yang akan kulakukan," kata Shagrat dengan suara bernada marah. "Menempatkannya di ruang paling atas."
"Untuk apa?" geram Gorbag. "Apa kau tidak punya penjara bawah tanah?"
"Sudah kubilang dia tidak boleh sampai cedera," jawab Shagrat. "Tahu? Dia berharga. Aku tidak percaya semua anak buahku, juga anak buahmu; aku juga tidak percaya kau, kalau kau lagi gila permainan begitu. Dia akan ditaruh di tempat yang kuinginkan, dan kau tidak boleh ke sana, kalau kau tidak sopan. Di puncak, kataku. Dia akan aman di sana."
"Apa benar?" kata Sam. "Kau lupa pejuang Peri yang besar itu, yang masih berkeliaran bebas!" Dan dengan kata-kata itu ia bergegas melewati tikungan terakhir, hanya untuk menemukan bahwa karena tipuan terowongan, atau pendengaran yang diberikan Cincin kepadanya, ia sudah salah menduga jaraknya.
Kedua Orc masih cukup jauh di depan. Ia bisa melihat mereka sekarang, hitam dan pendek gemuk di depan nyala merah. Selasar itu akhirnya membentang lurus, mendaki tanjakan pendek; di ujungnya, terbuka lebar, ada pintu ganda besar, mungkin menuju ruangan-ruangan luas jauh di bawah tanduk tinggi menara. Pasukan Orc dengan bebannya sudah masuk ke dalam. Gorbag dan Shagrat sudah menghampiri gerbang.
Sam mendengar ledakan nyanyian serak, tiupan terompet dan pukulan gong, bunyi berisik ingar-bingar. Gorbag dan Shagrat sudah berada di ambang pintu.
Sam berteriak dan mengacungkan Sting, tapi suaranya yang kecil tenggelam dalam kebingaran. Tak ada yang memedulikannya.
Pintu gerbang besar itu tertutup. Bum. Palang-palang besi terpasang di tempatnya. Dung. Gerbang terkunci. Sam membenturkan diri ke keping-keping kuningan yang terkunci dan jatuh pingsan ke tanah. Ia di luar, dalam gelap. Frodo masih hidup, tapi ditangkap Musuh.
BERSAMBUNG KE CATATAN TENTANG PETA - PETA 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
Blogger Templates