Social Icons

Pages

(J.R.R. TOLKIEN) THE LORD OF THE RING 2: DUA MENARA BUKU 4 BAB 7/10 PERJALANAN KE PERSIMPANGAN

<<< SEBELUMNYA

Frodo dan Sam kembali ke tempat tidur mereka, dan berbaring sambil diam, beristirahat sebentar, sementara orang-orang sibuk dan kegiatan hari itu dimulai. Setelah beberapa saat, air disajikan, kemudian mereka dibawa ke sebuah meja, di mana sudah dihidangkan makanan untuk tiga orang. Faramir membuka puasanya bersama mereka. Ia tidak tidur sejak pertempuran sehari sebelumnya, tapi ia tidak kelihatan letih.

Selesai makan, mereka bangkit berdiri. "Mudah-mudahan rasa lapar tidak mengganggu kalian dalam perjalanan," kata Faramir. "Kalian hanya punya sedikit persediaan, tapi sudah kuperintahkan agar kepada kalian dibawakan sedikit persediaan makanan yang pantas untuk pengembara. Kalian tidak akan kekurangan air selama berjalan di Ithilien, tapi jangan minum dari sungai yang mengalir dari Mad Morgul, Lembah Mayat Hidup. Harus kuberitahukan juga bahwa semua pengintai dan pengawasku sudah kembali, termasuk beberapa yang sudah memasuki jarak pandang dari Morannon. Mereka semua menemukan hal aneh. Daratan itu kosong melompong. Tak ada orang di jalan, tak ada bunyi langkah kaki, atau terompet, atau busur di mana pun. Ada keheningan yang sedang mematangkan diri di atas Negeri Tak Bernama itu. Aku tidak tahu pertanda apakah ini. Tapi tak lama lagi sesuatu akan terjadi. Badai akan datang. Bergegaslah sementara masih bisa! Kalau kalian sudah siap, mari kita pergi. Matahari akan segera naik di atas bayang-bayang." Ransel para hobbit dikembalikan (sedikit lebih berat daripada sebelumnya), juga dua tongkat kuat dari kayu yang digosok, diberi sepatu besi, dengan kepala berukir yang dijalin kepangan tali kulit.
"Aku tak punya hadiah yang pantas untuk diberikan sebagai tanda perpisahan kita," kata Faramir, "tapi ambillah tongkat-tongkat ini. Bisa berguna bagi mereka yang berjalan atau mendaki di belantara. Orang-orang dari Pegunungan Putih menggunakannya; meski yang ini sudah dipotong sesuai tinggi badan kalian dan diberi sepatu baru. Tongkat ini terbuat dari pohon indah lebethron, yang paling disukai tukangtukang kayu Gondor, dan mempunyai keajaiban untuk menemukan dan kembali kepada pemiliknya. Mudah-mudahan keajaiban itu tidak kalah di bawah pengaruh Bayang-Bayang yang akan kalian datangi!" Kedua hobbit membungkuk rendah. "Tuan rumah yang baik hatl," kata Frodo, "Elrond sudah mengatakan padaku bahwa aku akan menemukan persahabatan di jalan, rahasia dan tak terduga. Aku tak pernah berharap akan mendapatkan persahabatan seperti yang kautunjukkan. Dengan menemukannya, kejahatan berubah menjadi kebaikan."
Sekarang mereka bersiap-siap berangkat. Gollum dibawa keluar dari sebuah pojok atau lubang persembunyian, dan ia tampak lebih puas daripada sebelumnya, meski ia tetap dekat-dekat Frodo dan menghindari tatapan Faramir.
"Pemandumu harus ditutup matanya," kata Faramir, "tapi kau dan pelayanmu Samwise dibebaskan dari kewajiban itu, kalau kau mau." Gollum mendecit dan menggeliat, dan memegang Frodo dengan erat, ketika mereka datang untuk menutupi matanya. Frodo berkata, "Tutup mata kami bertiga, dan tutup mataku lebih dulu, sehingga dia mengerti bahwa kalian tidak bermaksud jahat." Saran Frodo dilaksanakan, dan mereka dituntun dari gua Henneth Annun. Setelah melewati selasar-selasar dan tangga-tangga, mereka merasakan hawa pagi yang sejuk, segar, dan manis, di sekeliling mereka. Masih dengan mata ditutup, mereka berjalan terus untuk beberapa lama, naik-turun dengan lembut.
Akhirnya Faramir memerintahkan tutup mata mereka dilepas.
Mereka sudah berdiri di bawah dahan-dahan pohon lagi. Bunyi air terjun tidak terdengar lagi, karena sekarang ada sebuah lereng panjang ke arah selatan, yang memisahkan mereka dengan jurang tempat sungai mengalir. Ke arah Barat mereka bisa melihat cahaya di antara pepohonan, seolah dunia berakhir tiba-tiba, di ujung yang hanya memandang ke langit.
"Di sini kita berpisah," kata Faramir. "Kalau kalian mengikuti saranku, janganlah menyimpang ke timur dulu. Berjalan luruslah, dengan demikian kalian akan dilindungi hutan sejauh beberapa mil. Di sebelah barat ada ujung yang menurun tajam ke dalam lembah-lembah besar, kadang-kadang dengan mendadak dan terjal, kadang-kadang sebagai sisi bukit yang memanjang. Tetaplah dekat-dekat ujung ini dan pinggiran hutan. Di awal perjalanan, kalian mungkin bisa berjalan di siang hari. Daratan ini cuma kelihatannya saja tenang, dan untuk sementara semua kejahatan menghilang. Selamat jalan, mudah-mudahan!" Ia memeluk kedua hobbit itu dengan gaya bangsanya, membungkuk dan meletakkan kedua tangannya di pundak mereka, lalu mengecup dahi mereka. "Pergilah dengan restu dari semua manusia yang baik!" katanya.
Mereka membungkuk sampai ke tanah. Lalu Faramir membalikkan badan dan mendekati kedua pengawalnya yang berdiri agak jauh. Mereka kagum melihat kecepatan gerak orang-orang berpakaian hijau itu, yang menghilang hampir dalam satu kedipan mata. Hutan tempat Faramir tadi berdiri kelihatan kosong dan muram, seolah sebuah mimpi sudah berlalu.
Frodo menarik napas panjang dan menghadap kembali ke selatan. Seolah memamerkan ketidakpeduliannya atas semua sopan santun itu, Gollum mengais-ngais jamur di kaki pohon. "Sudah lapar lagi?" pikir Sam. "Hmm, sekarang mulai lagi!"
"Sudah pergi mereka?" kata Gollum. "Manusia jahat kejam! Leher Smeagol masih sakit, ya sakit. Ayo kita pergi!"
"Ya, mari kita pergi," kata Frodo. "Tapi lebih baik kau diam, kalau kau hanya bisa bicara jelek tentang mereka yang sudah menunjukkan
belas kasihan padamu!"
"Majikan baik!" kata Gollum. "Smeagol hanya bercanda. Selalu memaafkan, ya, ya, selalu memaafkan, bahkan tipuan-tipuan kecil Majikan.
Oh ya, Majikan baik, Smeagol baik!" Frodo dan Sam tidak menjawab. Sambil memasang ransel dan mencekal tongkat mereka, kedua hobbit itu masuk ke dalam hutan Ithilien.
Hari itu mereka dua kali beristirahat dan makan sedikit dari perbekalan yang dibawakan Faramir: buah-buah kering dan daging asin, cukup untuk beberapa hari; dan roti yang cukup untuk bertahan selama masih segar. Gollum tidak makan apa-apa.
Matahari naik dan lewat di atas, tanpa terlihat, lalu mulai tenggelam; cahayanya di antara pepohonan di barat menjadi keemasan; mereka selalu berjalan di bawah bayangan hijau sejuk, di sekitar mereka sepi sekali. Burung-burung entah sudah pergi atau sudah jadi bisu.
Kegelapan datang lebih awal ke hutan sepi itu, dan sebelum malam tiba mereka berhenti, letih karena sudah berjalan tujuh league atau lebih dari Henneth Annun. Frodo berbaring tidur sepanjang malam di kerumunan jamur tebal di bawah sebatang pohon tua. Sam berbaring agak resah di sampingnya: ia sering bangun, tapi selalu tidak ada tanda-tanda dari Gollum, yang segera pergi ketika yang lain hendak beristirahat.
Entah ia tidur sendirian di sebuah lubang di dekat situ, atau mengembara dengan gelisah mencari mangsa sepanjang malam, ia tidak bilang; tapi ia kembali ketika cahaya pertama pagi muncul, dan membangunkan kawan-kawannya.
"Harus bangun, ya harus bangun!" katanya. "Masih jauh perjalanan kita, ke selatan dan timur. Hobbit harus buru-buru!"
Hari itu berlalu hampir seperti hari sebelumnya, kecuali bahwa keheningan rasanya semakin dalam; udara menjadi berat, dan mulai terasa pengap di bawah pepohonan. Guruh seolah sedang menggelegak. Gollum sering berhenti, mengendus-endus udara, lalu menggerutu sendiri dan mendesak kedua hobbit untuk lebih cepat.
Ketika tahap ketiga perjalanan hari itu semakin jauh dan siang hari memudar, hutan itu membuka keluar, pohon-pohon semakin besar dan lebih tercerai-berai. Pohon-pohon ilex yang berdiameter sangat besar berdiri gelap dan khidmat di tempat terbuka yang luas, diselingi pohonpohon asli tua di sana-sini; serta pohon ek raksasa yang baru saja mengeluarkan kuncup-kuncupnya yang cokelat-hijau. Di sekitar mereka terhampar padang-padang panjang berumput hijau, dengan bercak-bercak bunga celandine dan anemone putih dan biru, yang sekarang terlipat untuk tidur; ada juga padang-padang yang dipenuhi dedaunan hyacinth hutan: tangkai-tangkai bunganya yang ramping mendesak keluar dari antara jamur. Tak ada makhluk hidup, hewan, atau burung, yang tampak, tapi di tempat-tempat terbuka ini Gollum menjadi takut, dan kini mereka berjalan hati-hati, melompat dari satu bayangan panjang ke bayangan lainnya.
Cahaya dengan cepat memudar ketika mereka sampai di ujung hutan. Di sana mereka duduk di bawah pohon ek tua yang berbonggol-bonggol, yang menjulurkan akar-akarnya bagai ular menuruni tebing remuk yang curam. Sebuah lembah dalam yang remang-remang terhampar di depan mereka. Di sisi seberangnya hutan bergerombol lagi, biru dan kelabu di bawah senja yang muram, membentang sampai ke selatan. Di sebelah kanan berkilauan Pegunungan-Pegunungan Gondor, jauh di Barat, di bawah langit bebercak api. Di sebelah kiri terhampar kegelapan: dinding-dinding Mordor yang menjulang tinggi; dan lembah panjang itu muncul dari kegelapan, jatuh dengan curam ke dalam palung yang semakin lebar, menuju Anduin. Di dasarnya mengalir sungai deras: Frodo bisa mendengar gemuruhnya naik mengatasi keheningan; di sampingnya, di sisi yang lebih dekat, sebuah jalan menjulur ke bawah seperti pita pucat, masuk ke kabut dingin kelabu yang tidak tersentuh sinar matahari sama sekali. Jauh di sana, seolah mengambang di atas samudra yang remang-remang, Frodo serasa melihat puncakpuncak tinggi menara-menara tua yang sepi dan gelap, tampak kabur dan pecah-pecah.
la berbicara pada Gollum. "Kau tahu di mana kita sekarang?" katanya.
"Ya, Majikan. Tempat-tempat berbahaya, Ini jalan dari Menara BuIan, Majikan, sampai ke reruntuhan kota dekat pantai Sungai. Reruntuhan kota, ya, tempat yang busuk sekali, penuh musuh. Kita seharusnya tidak mengikuti saran Manusia. Hobbit-hobbit sudah jauh menyimpang dari jalan. Sekarang harus pergi ke timur, di atas sana." ia melambaikan tangannya yang kurus ke arah pegunungan yang gelap. "Dan kita tak bisa memakai jalan ini. Oh tidak! Orang-orang kejam lewat sini, turun dari Menara!" Frodo memandang jalan itu. Setidaknya saat mil tak ada yang bergerak di sana. Kelihatannya kosong dan sepi, menjulur ke dalam puingpuing kosong dalam kabut. Tapi ada perasaan jahat di udara, seolah ada sesuatu yang hilir-mudik, yang tidak tampak oleh mata. Frodo merinding lagi ketika memandang puncak-puncak jauh yang sekarang menghilang ditelan malam, serta bunyi air yang kedengaran dingin dan kejam: suara Morgulduin, sungai tercemar yang mengalir dari Lembah Hantu.
"Apa yang akan kita lakukan?" katanya. "Kita sudah berjalan jauh dan lama. Apakah kita akan mencari tempat di hutan, untuk berbaring tersembunyi?"
"Tidak baik bersembunyi dalam gelap," kata Gollum. "Justru pagi hari hobbit-hobbit harus bersembunyi, ya, pagi hari." '"Ah, yang benar!" kata Sam. "Kita perlu istirahat sebentar, meski kita akan bangun lagi tengah malam. Masih cukup banyak waktu gelap, untukmu membawa kami berjalan panjang, kalau kau tahu jalannya." Dengan enggan Gollum menyetujuinya, lalu ia kembali ke pepohonan, berjalan ke arah timur untuk beberapa saat, sepanjang pinggiran hutan yang berjurai. Ia tak mau istirahat di tempat yang masih begitu dekat dengan jalan jahat itu, dan setelah perdebatan kecil, mereka semua mendaki ke dalam kelangkang sebatang pohon holm-oak besar; dengan dahan-dahannya yang tebal, yang muncul bersamaan dari batangnya,
pohon itu menyediakan tempat persembunyian yang baik dan perlindungan yang cukup nyaman. Malam tiba, hari menjadi gelap pekat di bawah atap pohon itu. Frodo dan Sam minum sedikit air dan makan sedikit roti serta buah kering, tapi Gollum langsung meringkuk dan tidur.
Kedua hobbit tidak memejamkan mata.
Sudah sedikit lewat tengah malam ketika Gollum bangun: tiba-tiba mereka menyadari matanya yang pucat terbuka kelopaknya, dan berkilauan ke arah mereka. Ia mendengarkan dan mengendus-endus begitulah caranya untuk mengetahui waktu.
"Apa kita sudah cukup istirahat? Sudah tidur enak?" katanya. "Ayo pergi!"
"Kami belum cukup istirahat, dan tidak tidur," Sam menggeram. "Tapi aku akan pergi kalau memang harus." Gollum segera melompat turun dari dahan pohon, mengambil posisi merangkak; kedua hobbit mengikuti dengan lebih lambat.
Setelah turun, mereka berjalan lagi ke arah timur, dengan dipimpin Gollum, mendaki daratan yang menanjak. Mereka hanya bisa melihat sedikit, karena malam sudah sangat larut dan kelam, hingga mereka hampir-hampir tidak melihat batang-batang pohon sampai mereka menabraknya. Tanah menjadi lebih hancur dari berjalan menjadi lebih sulit, tapi rupanya Gollum sama sekali tidak menemui kesulitan. Ia memimpin mereka melewati belukar dan sisa-sisa semak; kadang-kadang mengitari bibir belahan yang dalam atau sumur gelap, kadang-kadang turun ke cekungan yang diselubungi semak-semak hitam dan keluar lagi; tapi selalu bila mereka turun sedikit, lereng selanjutnya lebih panjang dan lebih terjal. Mereka mendaki terus. Pada perhentian pertama, mereka menoleh dan bisa melihat samar-samar atap hutan yang mereka tinggalkan di belakang, terhampar bagai bayangan luas pekat, malam yang lebih kelam di bawah langit gelap yang kosong. Tampaknya ada suatu kehitaman besar naik perlahan-lahan dari Timur, melahap bintang-bintang yang bersinar lemah. Beberapa saat kemudian, bulan lolos dari awan yang mengejar, tapi ia dikelilingi lingkaran sinar kuning yang pucat.
Akhirnya Gollum berbicara kepada para hobbit. "Fajar segera datang," katanya. "Hobbit harus cepat-cepat. Tidak aman untuk tetap di tempat terbuka di sini. Bergegaslah!" Ia mempercepat langkahnya, dan mereka mengikutinya dengan lelah. Tak lama kemudian, mereka mulai mendaki ke sebuah punggung daratan besar. Sebagian besar tertutup tanaman gorse dan whortleberry yang tumbuh rapat, dengan duri-duri panjang alot, meski di sana-sini ada tempat terbuka, sisa-sisa kebakaran yang belum lama. Semak-semak gorse semakin banyak ketika mereka hampir sampai ke puncak; sangat tua dan tinggi, kurus dan ramping di bagian bawah, tapi tebal di atas, dan sudah mulai mengeluarkan bunga-bunga kuning yang berkilauan dalam kegelapan dan mengeluarkan bau wangi lembut. Begitu tinggi semak-semak kurus itu, sehingga kedua hobbit bisa berjalan tegak di bawahnya, melewati jalur jalur panjang kering yang dilapisi jamur tebal menusuk-nusuk.
Di ujung terjauh punggung bukit lebar ini mereka berhenti berjalan, dan merangkak untuk bersembunyi di bawah jalinan duri yang kusut.
Dahan-dahannya yang terpilin, membungkuk sampai ke tanah, ditutupi jaringan briar yang tumbuh merayap simpang siur. Jauh di dalam ada ruang kosong, dengan cabang-cabang mati dan belukar beratapkan dedaunan dan tunas-tunas pertama musim semi. Di sana mereka berbaring sebentar, masih terlalu letih untuk makan; mereka mengintip keluar dari lubang-lubang di persembunyian, mengamati hari merekah dengan lambat.
Tapi tak ada cahaya muncul, kecuali senja yang cokelat mati. Di Timur ada sinar merah redup di bawah awan yang merendah: bukan merahnya matahari terbit. Di seberang daratan yang membentang tak beraturan, pegunungan Ephel Duath memandangi mereka dengan angker, hitam tak berbentuk, dan di bawahnya malam masih tebal menggantung, tak mau beranjak, di atasnya puncak-puncak dan pinggiran bergerigi tergelar keras mengancam di depan nyala merah yang garang. Di sebelah kanan mereka, salah satu puncak pegunungan besar mencuat, gelap dan hitam di antara bayangan-bayangan, mendesak ke barat.
"Ke arah mana kita pergi dari sini?" tanya Frodo. "Apakah yang di sana itu bukaan dari Lembah Morgul, di sana di seberang kegelapan itu?"
"Apa kita sudah perlu memikirkan itu?" kata Sam. "Kita kan tidak akan berjalan lagi hari ini, kalau ini memang sudah pagi?"
"Mungkin tidak, mungkin tidak," kata Gollum. "Tapi kita harus segera pergi ke Persimpangan Jalan. Ya, ke Persimpangan Jalan. Itu jaIan yang di sana, ya, Majikan."
Nyala merah di atas Mordor meredup. Senja semakin gelap ketika asap-asap besar naik di Timur, dan merangkak di atas mereka. Frodo dan Sam makan sedikit, kemudian berbaring, tapi Gollum resah. Ia tidak mau makan makanan mereka, tapi ia minum sedikit, kemudian merangkak kian kemari di bawah semak-semak, sambil mendengus dan menggerutu. Mendadak ia menghilang.
"Pergi berburu, kukira," kata Sam sambil menguap. Gilirannya untuk tidur lebih dulu, dan segera ia lelap bermimpi. Ia menyangka sudah berada di Bag End lagi, mencari sesuatu; tapi di punggungnya ada ransel berat sekali, yang membuatnya terbungkuk. Semua kelihatan penuh rumput dan busuk, duri-duri serta pakis menyusup ke dalam kelompok tanaman di pagar paling bawah.
"Aku tahu itu tugas untukku, tapi aku lelah sekali," ia berkata terus-menerus. Akhirnya ia ingat apa yang dicarinya. "Pipaku!" katanya, dan dengan kata itu ia terbangun.
"Bodoh!" ia berkata pada dirinya sendiri ketika ia membuka mata, dan heran mengapa ia berbaring di bawah pagar. "Ada di dalam ranselmu selama ini!" Lalu ia menyadari, pertama, pipanya mungkin ada di ranselnya, tapi ia tak punya tembakau, dan kedua, ia jauh sekali dari Bag
End. ia bangkit duduk. Tampaknya hampir gelap. Mengapa majikannya membiarkan ia tidur melebihi gilirannya, sampai malam sudah tiba?
"Kau tidak tidur, Mr. Frodo?" katanya. "Jam berapa sekarang? Rupanya sudah malam!"
"Tidak," kata Frodo. "Tapi hari semakin gelap, bukan makin terang: semakin gelap dan semakin gelap. Setahuku sekarang belum tengah hari, dan kau hanya tidur sekitar tiga jam."
"Aku bertanya-tanya, apa yang akan terjadi," kata Sam. "Apakah akan ada badai? Kalau benar, pasti akan dahsyat sekali. Kita akan berharap ada di dalam lubang dalam, bukan hanya terjebak di bawah semak." ia memasang telinga. "Apa itu? Petir, atau genderang, atau apa?"
"Aku tidak tahu," kata Frodo. "Sudah agak lama berlangsung. Kadang-kadang tanah seolah bergetar, kadang-kadang seperti udara berat berdenyut di dalam telingamu." Sam melihat sekeliling. "Ke mana Gollum?" katanya. "Apa dia belum kembali?"
"Belum," kata Frodo. "Tidak ada tanda-tanda atau bunyi darinya."
"Well, aku benci dia," kata Sam. "Takkan kusesali kalau dia hilang. Memang khas dia, setelah berjalan sejauh ini, pergi dan hilang justru sekarang, ketika sedang sangat dibutuhkan itu pun kalau dia bisa bermanfaat."
"Kau lupa Rawa-Rawa," kata Frodo. "Kuharap tidak terjadi apa-apa dengannya."
"Dan kuharap dia tidak berniat melakukan tipu muslihat. Bagaimanapun, mudah-mudahan dia tidak jatuh ke tangan pihak lain, seperti istilahmu. Sebab kalau dia sampai tertangkap, kita bakal dapat kesulitan." Saat itu bunyi menderum dan menggelegar terdengar lagi, lebih keras dan lebih dalam. Tanah terasa bergetar di bawah kaki mereka. "Kurasa kita sudah dalam kesulitan sekarang," kata Frodo. "Aku khawatir perjalanan kita sudah mendekati akhirnya."
"Mungkin," kata Sam, "tapi selama masih ada kehidupan, berarti masih ada harapan, begitu Gaffer biasa berkata; dan masih perlu makanan, biasanya dia menambahkan. Kau makan sedikit, Mr. Frodo, lalu tidur sebentar."
Siang hari itu kalau bisa disebut siang sesuai dugaan Sam berlanjut terus. Ketika melongok ke luar, ia hanya bisa melihat dunia cokelat kelabu, tanpa bayang-bayang, meredup perlahan ke dalam keremangan tak berbentuk dan berwarna. Terasa mencekik, namun tidak hangat.
Frodo tidur gelisah sekali, bergulak-gulik dan membalikkan badan, kadang-kadang menggumam. Dua kali Sam merasa mendengar ia menyebut nama Gandalf. Waktu berlalu sangat lamban. Mendadak Sam mendengar bunyi desis di belakangnya, dan Gollum muncul dengan merangkak, memandang mereka dengan mata bersinar.
"Bangun, bangun! Bangun, penidur-penidur!" bisiknya. "Bangun! Tak boleh menyia-nyiakan waktu. Kita harus pergi, ya, kita harus segera pergi. Tak boleh menyia-nyiakan waktu." Sam menatapnya curiga: Gollum kelihatan ketakutan atau bergairah. "Pergi sekarang? Apakah ini tipu muslihatmu? Sekarang belum waktunya pergi. Bahkan belum waktu untuk minum teh, setidaknya tidak di tempat beradab, di mana ada saat untuk minum teh."
"Bodoh!" desis Gollum. "Kita tidak berada di tempat beradab. Waktu sudah sangat mendesak, ya, mendesak sekali. Tak bisa membuangbuang waktu. Kita harus pergi. Bangun, Majikan, bangun!" ia mencakar Frodo; Frodo, terbangun kaget, mendadak duduk dan memegang tangannya. Gollum melepaskan diri dan mundur.
"Mereka jangan sampai bodoh," desisnya. "Kita harus pergi. Tak boleh buang-buang waktu!" Dan mereka tak bisa membuatnya mengungkapkan lebih banyak. Ke mana ia sudah pergi, dan apa yang dipikirkannya akan terjadi, sampai ia tergesa-gesa begitu, Gollum tak mau mengungkapkan. Sam curiga, dan menunjukkannya; tapi Frodo tidak menunjukkan ekspresi apa pun. Ia mengeluh, mengangkat ranselnya, dan bersiap-siap pergi ke kegelapan yang semakin pekat.
Diam-diam Gollum menuntun mereka menuruni sisi bukit, berusaha tetap terlindung sebisa mungkin, dan berlari, hampir membungkuk sampai ke tanah, melintasi tempat-tempat terbuka; tapi kini cahaya begitu redup, sampai-sampai mata tajam hewan liar pun hampir tak bisa melihat para hobbit yang berkerudung dan berjubah kelabu gelap, juga tak bisa mendengar mereka berjalan sehati-hati mungkin. Tanpa derakan ranting maupun desiran daun, mereka lewat dan menghilang.
Selama sekitar satu jam mereka berjalan terus, tanpa suara, dalam barisan satu-satu, tertekan oleh kemuraman dan keheningan sempurna daratan itu, yang hanya sesekali dipecah oleh gemuruh petir lemah yang jauh, atau bunyi genderang di suatu lembah bukit. Mereka berjalan turun dari tempat persembunyian tadi, kemudian membelok ke selatan, berjalan dalam arah selurus yang bisa ditemukan Gollum, melintasi sebuah lereng panjang yang hancur, yang bersandar pada pegunungan. Tak lama kemudian, tidak jauh di depan, mereka melihat sekelompok pohon yang menjulang bagai dinding hitam. Ketika mereka mendekat, mereka menyadari pohon-pohon itu besar sekali, sudah sangat tua rupanya, dan masih menjulang tinggi, meski puncak-puncaknya kurus kering dan patah, seolah telah tersapu badai dan halilintar, namun tak bisa dibunuh atau digoyahkan akar-akarnya yang dalam.
"Persimpangan Jalan, ya," bisik Gollum, kata-kata pertama yang diucapkannya sejak mereka meninggalkan tempat persembunyian mereka.
"Kita harus pergi ke sana." Sambil mengarah ke timur, ia memimpin mereka mendaki lereng; tiba-tiba di depan mereka tampak Jalan ke Selatan, menjulur sepanjang kaki paling luar pegunungan, sampai akhirnya masuk ke dalam lingkaran besar pepohonan.
"Ini satu-satunya jalan," bisik Gollum. "Tak ada jalan di luar jalan ini. Tak ada jalan. Kita harus pergi ke Persimpangan Jalan. Tapi cepatlah! Dan diamlah!" Dengan sembunyi-sembunyi, seperti pengintai di tengah perkemahan musuh, mereka merangkak ke jalan, dan diam-diam menyusuri pinggir baratnya di bawah tebing berbatu, kelabu seperti bebatuan itu sendiri, dan berkaki lembut seperti kucing yang sedang berburu. Akhirnya mereka sampai di pepohonan, dan menyadari mereka berdiri di dalam lingkaran besar tanpa atap, terbuka di tengah, ke langit yang muram; ruangan di antara batang-batang raksasa itu tampak seperti lengkungan besar yang gelap dari suatu balairung yang sudah hancur. Di tengahtengah, empat jalan bertemu. Di belakang mereka terletak jalan ke Morannon; di depan mereka, jalan itu keluar lagi dalam perjalanannya yang panjang ke selatan; di sebelah kanan mereka, jalan dari Osgiliath datang mendaki dan melintas, menghilang di timur, ke dalam kegelapan: yang keempat, jalan yang akan mereka tempuh.
Ketika berdiri di sana sambil dipenuhi kengerian, Frodo melihat seberkas cahaya; berkilauan pada wajah Sam di sampingnya. Ia menoleh ke arah itu, dan melihat di luar suatu lengkungan dahan-dahan, jalan ke Osgiliath menjulur hampir lurus seperti pita terentang, terus, terus sampai ke Barat. Nun jauh di sana, di luar Gondor yang sedih, yang sekarang tersaput bayang-bayang, Matahari sedang tenggelam, menuju tepi awan-awan besar yang berarak pelan, dan jatuh sebagai api benderang ke Samudra yang masih belum ternoda. Sejenak cahayanya jatuh di atas sebuah sosok besar yang sedang duduk, diam dan khidmat seperti raja-raja batu besar dari Argonath. Perjalanan tahun telah mengikisnya, dan tangan-tangan kasar sudah merusaknya. Kepalanya hilang, dan sebagai gantinya sebongkah batu yang dipahat kasar diletakkan di sana untuk mencemooh, dicat oleh tangan-tangan liar untuk menyerupai wajah menyeringai dengan satu mata besar merah di tengah dahinya. Di atas lututnya dan kursinya yang sangat besar, dan di sekitar dasar patung, terdapat cakaran iseng bercampur dengan lambang-lambang jahat yang biasa digunakan bangsa maggot dari Mordor.
Mendadak, karena kena jalur-jalur cahaya matahari yang mendatar, Frodo melihat kepala raja tua itu: menggeletak di pinggir jalan. "Lihat, Sam!" serunya kaget. "Lihat! Raja itu sudah kembali bermahkota!" Mata patung itu cekung, dan janggutnya yang diukir sudah pecah, tapi di sekitar dahinya yang tinggi dan keras ada mahkota dari perak dan emas. Sebuah tanaman rambat dengan bunga-bunga seperti bintang-bintang putih kecil telah membentuk jalinan di dahinya, seolah menghormati raja yang telah jatuh itu, dan di celah-celah rambutnya yang keras tampak kemilau bunga stonecrop kuning.
"Mereka tak bisa selamanya menaklukkan!" kata Frodo. Lalu mendadak kilasan sekejap itu hilang. Matahari turun dan lenyap, dan seolah lampu dipadamkan; malam hitam pun menjelang.
BERSAMBUNG KE BAB 8/10 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
Blogger Templates