Social Icons

Pages

(S4suk3) Jendela Kenangan - Bab 8/9 LIRIH

Aku pacu secepat mungkin menuju RS Meilia Cibubur, setengah perjalanan akhirnya sampai juga. Setelah memarkir mobilku, aku langsung berlari kencang menuju ruang ICU tempat Shina di rawat.

“ Mbak pasien yang disini kemana ? “ tanyaku kepada seorang perawat yang sedang merapikan ruangan itu, ketika aku gak nemuin Shina terbaring disana.


“ Oh yang koma itu ya, udah dipindahin keruang perawatan, dia udah sadar tadi “ jawabnya.

“ Di ruang mana Mbak ? “

“ Di kamar VIP, Monalisa “

“ Iya makasih “ ucapku langsung berlari menuju kamar itu.

Kini aku sudah berada tepat di depan pintu kamar bertuliska ‘ monalisa ’, jantungku berdebar hebat, dengan tangan yang sedikit gemetar aku buka handle pintu itu perlahan. Sedikit demi sedikit hingga terbuka lebar, dan aku bisa lihat Shina dengan wajah pucatnya serta slang infus yang masih tertancam ditangannya. Ada seorang wanita setengah baya sedang duduk di sampingnya dan membelai rambutnya, nampak sangat gembira sekali, pasti dia ibunya. Dan ada beberapa kerabatnya serta tunangannya.

“ Kamu lagi, ada apa kamu mau kesini “ ucap Marshal sedikit menahan emosi. Aku hanya bisa diam menatap Shina, aku mengerti perasaan tunangannya.

“ Oke, aku akan tanya Shina apa benar yang waktu itu kamu ucapkan “ ucap Marshal kembali, kali ini aku alihkan pandanganku ke Marshal.

Marshal berdiri dan mendekati Shina, lalu dengan perlahan dia menundukkan tubuhnya “ Sayang kamu kenal pria itu “ ucap Marshal pelan seraya menunjukku. “ Dia bilang, waktu kamu koma, roh kamu keluar dan bertemu dengannya “ sambungnya.

Shina menatapku, mengamati wajaku. Ah tatapan ini, bukan seperti tatapan yang biasanya. Tatapannya seperti…….seperti orang yang gak kenal, kosong, bingung. Setelah beberapa saat menatapku, kemudian Shina menatap Marshal dan menggeleng pelang.

“ Kamu udah tau kan jawabannya, jadi tolong ya “ ucap Marshal pelan, aku paham dan perlahan aku mundur seraya menatap wajah Shina yang nampak pucat lalu keluar ruangan dan menutup pintu itu kembali. Shina lupa atau gak pernah kenal sama aku, itu yang selama ini aku takutkan.

Sakit memang, saat aku benar-benar yakin dia tulus mencintaiku, saat itu pula aku kehilangannya. Cinta adalah sesuatu yang rapuh, yang menghilang dalam satu ledakan perasaan. Tapi jauh dari itu semua, aku sangat senang bisa bersamanya menunggu takdir Tuhan, dan takdirnya sangat menyenangkan, dia telah sadar. Walaupun meninggalkan sejuta kenangan untukku tidak untuknya.

Sekembalinya aku di rumah, TVku masih menyala dan film yang tadi aku tonton bersama Shina belum habis. Aku sandarkan tubuhku di sofa depan TV, oh masih terasa hangat pelukannya yang tadi. Masih jelas ditelinga ini ungkapan cintanya, dan tubuh ini masih bisa merasakan getaran tubuhnya saat tadi ia menangis dipelukanku. Bahkan tubuh ini masih ingat dengan jelas, betapa kejamnya dia ketika melayangkan pukulan serta tendangannya ketika nonton film.

**************************************************

“ Baguslah kalo begitu, beberapa hari ini kamu musti mengurus segala macam keperluan untuk kepindahan kamu ke Inggris “ ucap Pak Yoga.

“ Iya Pak “ ucapku.

“ Tapi kenapa kamu nampak murung ? “ tanya Pak Yoga

“ Beberapa bulan ini aku mengalami hal-hal yang aneh, entahlah apa itu yang jelas membuatku sedikit depresi “ ucapku.

“ Ya, sepertinya kamu stress. Coba kamu ke psikiater deh, kebetulan aku punya kenalan psikiater “ ucap Pak Yoga, seraya mengeluarkan kartu nama dari kotak yang ada di mejanya.

Aku terima kartu nama itu, ternyata gak jauh dari rumahku tempat psikiater itu praktek, tempatnya di RS Mitra Keluarga Cibubur. “ Boleh aku izin pak, aku sepertinya memang perlu ke psikiater “

“ Baiklah, siapkan semua kemampuanmu, jangan sampai ada hal-hal lain yang mengganggumu bekerja “ ucap Pak Yoga.

************************************************** **

“ Jadi yang kamu alami ini sejenis sindrom dreamland, tapi untuk kasus kamu, aku beri nama sindrom dream women “ ucap Dokter Rein, setelah aku menceritakan hal-hal yang berkaitan dengan Shina, walaupun aku tetep merahasiakan nama Shina didepannya.

“ Sindrom apa itu dok ? “

“ Ketika seseorang sedang depresi yang berat, dia pasti sangat-sangat butuh sesuatu hal yang mampu membuatnya keluar dari masalahnya. Biasanya dia akan berhayal kalo dia sedang berada di pulau impian, pulau dimana segala macam kesenangan untuknya ada. Semakin dia masuk ke dalam hayalannya, semakin dia ngerasa itu sesuatu yang nyata. Hingga gak ada lagi batasan antara dunia hayalan dan dunia nyata “ ucap Dokter Rein

“ Tapi dia nyata dok, dia bener-bener koma lho dan baru sadar ketika rohnya tiba-tiba menghilang “

“ Itu tadi yang aku bilang, hinga gak ada lagi batasan antara hayalan dan kenyataan “

“ Tapi kenapa musti dia, awalnya kami gak saling kenal lho “

“ Pasti saat pertama melihatnya kamu mengaguminya kan “ ah benar juga, aku memang gak saling kenal dengan Shina, tapi aku kan penggemarnya.

Aku mendadak terdiam, pikiranku menerawang kembali mengingat semua kejadian bersama Shina. Apa benar semua ini hanya imajinasiku saja ??

“ Sindrom ini saat menyerang memang memberi efek yang bagus bagi penderitanya. Tetapi saat sindrom ini hilang akan memberi efek yang lebih buruk “ ucap Dokter Rein kembali.

“ Tapi rasanya benar-benar terjadi, aku masih ingat jelas rasanya bersentuhan dengannya, aku masih ingat suaranya, pokoknya benar-benar……. “ aku gak sanggup untuk meneruskannya.

“ Tapi hanya kamu yang merasakan, hanya kamu yang melihat. Sedangkan orang lain ? “ ucap Dokter Rein seraya membenarkan posisi kacamatanya “ roh dengan kita manusia itu berbeda dimensi, beda alam, jadi gak mungkin buat kita berinteraksi langsung dengan mereka “ sambung dokter Rein.

Aku keluar dari ruang pemeriksaan dengan wajah yang sangat bingung, langkahkupun sangat gontai. Apa benar yang selama ini aku alami hanya sebuah hayalan semata. Tapi ada benarnya juga yang dikatakan dokter Rein, bisa saja ini hanya imajinasiku, tapi kenapa nyata sekali…..

Saat sedang melamun sambil berjalan di rumah sakit, terlihat dari kejauhan didepanku. Beberapa orang perawat sedang mendorong tempat tidur, tergeletak seorang lelaki disana dengan banyak darah keluar dari tubuhnya. Berlari menujuku, sepertinya mau keruang IGD, aku minggir untuk memberi mereka jalan lewat, pasti kritis.

Semakin lama semakin dekat, terlihat seorang wanita menunduk memegangi lelaki yang terbaring itu dan beberapa orang lainnya mengikut dari belakang “ Mas Heri….mas Heriiiiiii “ ucap wanita itu disela tangisnya, aku perhatikan baik-baik wajah wanita itu ‘ Via ‘ sedangkan wajah lelaki yang terbarik tak jelas aku melihatnya karna banyaknya darah yang menutupi wajahnya. Dan orang-orang yang mengikuti dari belakang, ada sebagian yang aku kenal, mereka adalah keluarga Via.

Tadi Via menyebut-nyebut nama Heri, berarti lelaki yang terbaring. Aku ikuti mereka hingga sampai ruang IGD, Via dan keluarganya menunggu diluar.

“ Ris, kenapa ya sama suaminya Via ? “ tanyaku kepada Risa, adiknya Via.

“ Eh Kak Sam, itu mas Heri kecelakaan “ ucapnya dengan nada panik.

“ Dimana ? “

“ Gak jauh dari sini, tadinya kita mau liburan mumpung Mbak Via dan mas Heri cuti, terus mas Heri mau beli rokok, padahal udah dibilangin cari aja warung dipinggir jalan yang searah, lama gak nemu warung eh dia ngeliat warung yang di sebrang. Suasana jalanan sepi, mas Heri langsung nyebrang aja tanpa liat kanan, kiri. Nah terus ada mobil kenceng nabrak dia “ ucap Risa menjelaskan kronologinya.

Nampaknya Via belum menyadari kehadiranku, dia masih sibuk dengan tangisnya. Nampak ibunya memeluk Via agar lebih tenang, tak lama seorang dokter keluar dari ruang IGD.

“ Siap keluarganya ? “ tanya dokter itu

“ Saya istrinya dok, gimana suami saya ? “ ucap Via.

“ Harus segera dilakukan operasi, karna ada pendarahan di otak, dan suami ibu sepertinya kehilangan bayak darah, setelah kami tahu golongan darahnya kami akan hubungi PMI secepatnya untuk meminta darah “ ucap dokter itu. Lalu keluar beberapa orang perawat serta Heri yang terbaring di tempat tidur, sepertinya mau dipindahkan keruang operasi.

“ Apapun yang menurut dokter baik, lakukan aja dok “ ucap Via diselingi isak tangis

Aku, Via dan keluarganya mengikuti sampai depan ruang operasi. Via duduk dengan tangisnya yang tak pernah berhenti, ibunyapun masih terus memberinya ketabahan. Tak berapa lama seorang perawat keluar ruang operasi.

“ Golongan darahnya B plus, kami sudah mengontak PMI, katanya hanya ada 1 kantong darah yang bergolongan sama, kami butuh 3 kantong lebih. Apa disini ada yang memiliki golongan darah yang sama ? “ ucap perawat itu, semua keluarga Via nampak terdiam, sepertinya gak ada yang memiliki golongan darah B plus.

“ Golongan darah saya B plus “ ucapku memecah kebisuan diantara keluarga Via.

“ Sam “ ucap Via pelan, nampaknya dia sudah menyadari keberadaanku, aku hanya tersenyum kearahnya.

Kemudian aku dibawa kesebuah ruangan untuk melakukan transfusi darah. Entah sudah berapa kantong darah yang diambil dari tubuhku, yang jelas aku terasa sangat pusing sekali, semakin lama pandanganku semakin buram. Pasti banyak nih yang diambil, tega bener deh. Setelah cukup puas mengambil darahku, aku dibiarkan terbaring sejenak dan disediakan beberapa makanan serta vitamin penambah darah.

Setelah makan dan minum vitamin, aku pejamkan mataku coba beristirahat sejenak. Entah sudah berapa lama aku tertidur, dan saat aku bangun nampak Via berada di hadapanku. Sepertinya kesedihannya berkurang walaupun matanya masih sembab karna tangisan.

“ Sam, makasih ya “ ucap Via tersenyum

“ Gimana operasinya ? “ tanyaku.

“ Sukses, walaupun masih ada beberapa tahapan lagi untuk kesembuhan mas Heri. Tapi berkat kamu nyawanya tertolong, sekali lagi makasih ya “

Ada yang berbeda dari tubuh Via, perutnya sedikit buncit, wajahnya pun terlihat terang walaupun dia habis menangis hebat. “ Kamu hamil Vi ? “ tanyaku, Via hanya mengangguk pelan seraya tersenyum “ Wah selamet ya, udah berapa bulan ? “ aku sodorkan tanganku, dan dibalas oleh Via.

“ Jalan dua bulan “ ucapnya.

“ Tokcer ya, bagus deh. Kamu udah jangan terlalu dipikirin, suami kamu udah baik-baik aja kok. Kalo terus dipikirin takut pengaruh kejanin kamu, apa lagi masih hamil muda begini, gampang banget kenapa-kenapa “ ucapku sedikit memberi saran.

“ Kamu ya dari dulu gak pernah berubah, tetep sok tau “ ledeknya.

“ Jiah, kalo gak percaya tanya aja dokter kandungan “ ucapku, kamipun tertawa pelan. Tawa yang sudah lama gak aku lihat.

“ Sudah ya, aku harus pulang. Salam ya untuk suami dan keluargamu, semoga cepet sembuh “ ucapku seraya bangkit dari tempat tidur. Akupun pulang setelah Via mengantarku sampai lobi rumah sakit.

*******************************************

love of my life - you hurt me,
You broken my heart and now you leave me.
Love of my life cant you see,
Bring it back, bring it back,
Don’t take it away from me, because you don’t know, what it means to me.

Sekarang rumahku sudah benar-benar sepi, gak ada lagi suara TV serta teriakan dari arwah pecicilan. Aku hanya duduk menatap layar TV yang hitam, sengaja gak aku nyalakan. Mungkin itu semua hanya hayalanku saja, tapi sangat membekas dihatiku. Masih saja terlintas dipikiranku, bagaimana ekspresi wajahnya ketika kecewa dengan usahaku membuat dia dapat terlihat orang lain selain aku. Masih saja terbayang bagaimana senyum manisnya, bagaimna belaian lembutnya.

Love of my life dont leave me,
You’ve stolen my love, you now desert me,
Love of my life cant you see,
Bring it back, bring it back,
Don’t take it away from me because you don’t know - what it means to me.

Jus yang tadi kubuatpun masih ada setengah, gak yakin rasanya kalo selama ini yang bersamaku Cuma imajinasi saja, lagi pula aku baru mendengar nama sindrom yang tadi disebutkan dokter Rein. Walaupun penjelasannya cukup masuk akal, ya sepertinya aku harus menerima kenyataan ini. Gak ada saksi atas kedekatanku dengan Shina, bahkan Shina sendiri saja sudah lupa denganku, atau memang gak pernah mengenal sama sekali.

Satu bulan aku berkutat dengan bayang-bayang Shina, sekarang dia memang benar-benar menjadi bayangan semata. Aku masih belum bisa menghilangkan bayangannya di otakku, aku seperti teracuni oleh segala macam tingkahnya. Aku masih diantara percaya dan tidak percaya kalo Shina hanya sebatas hayalanku semata, walaupun sosoknya ada di dunia nyata. Berita tentang kesadarannya sudah menyebar ke seantero negri, itu yang membuat aku masih gak yakin dengan sindrom itu.

Tapi jauh di dalam hatiku, aku yakin kalo yang selama ini aku alami bersama Shina adalah kenyataan. Hatiku selalu bilang bahwa abaikan saja omongan dokter itu, dan simpanlah Shina dalam memori kenanganku.

You won’t remember -
When this is blown over
And everythings all by the way -
When I get older
I will be there by your side to remind you how I still love you - still love you.

**********************************************

Sampai ketika 1 hari menjelang keberangkatanku ke Inggris, akhir desember menjelang libur akhir tahun. Aku mengunjungi rumah tetanggaku Pak Jamal, aku ingin menitipkan rumah dan juga mobilku kepadanya.

“ Berapa lama kamu disana Sam ? “ tanya Pak Jamal

“ 3 Tahun Pak, mobil saya pake aja takut mesinnya bobrok kalo gak dipake selama 3 tahun, nanti biaya perawatannya saya transfer dari sana, sama biaya titip rumah “ ucapku

“ Waduh, gak usah repot-repot ah “

“ Siapa yang repot, tinggal transfer beres, justru bapak yang repot mesti ngurusin rumah sama mobil saya “

“ Ya sudah kamu hati-hati ya disana, jaga diri baik-baik, pergaulan disana sangat bebas lho “ ucap Pak Jamal.

Malam ini teman-teman kantorku datang kerumahku untuk merayakan perpisahanku dengan mereka, acara kecil-kecilan, hanya bakar ikan, bakar ayam serta karaoke. Sebagian besar ada yang menginap, karna mereka juga ingin mengantarku ke bandara besok pagi. Kami semua bergadang semalaman larut dari pesta kecilku, untunglah aku sudah mengemas barang-barangku tadi siang jadi gak ada yang perlu aku siapkan lagi ketika teman-temanku datang. Hari ini memang aku libur kerja untuk mempersiapkan barang bawaanku besok.

Sampai pukul 5 pagi barulah aku berangkat menuju bandara soekarno hatta, karna jam 8.45 aku sudah terbang menuju Inggris. Pak Jamal beserta keluarga juga menyempatkan mengantarku, sekalian aku titipkan kunci rumah dan mobilku. Sampai jumpa Cibubur, sampai Jumpa Jakarta dan Sampai Jumpa Indonesia.

20 Jam lebih perjalanan dari Jakarta menuju London, sempat 4 jam transit di Abu Dabi. Sesampainya di Bandara aku dijemput oleh seseorang dari perusahaan, aku diantarnya dengan taxi menuju stasiun kereta untuk menuju merseyside. Cuaca disini sangatlah dingin, karna lagi musim dingin, salju-salju berhamburan disetiap sudut kota, perlu jaket yang super tebal untuk menghangatkan, beda dengan di Jakarta.

Sesampainya di stasiun merseyside aku sempatkan diri membeli koran, lalu diantar dengan taxi menuju apartement yang telah disediakan untukku. Sepertinya aku gak sempet nih nonton boxing day, tapi saatku baca harian setempat, ada yang menarik di awal tahun nanti ‘ derby merseyside ‘. Semoga kota ini menyenangkan seperti yang dikatakan Shina waktu itu. Dan sepetinya untuk menghilangkan segala macam sakit yang ada dihatiku, aku perlu nyekar ke Anfield.
Bersambung ke Bab 9/9 REMEMBER ME

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
Blogger Templates