Social Icons

Pages

(S4suk3) Jendela Kenangan - Bab 6/9 ROMAN PICISAN

Perlahan aku mulai lupakan semua hal-hal yang menyakitkan, aku coba nikmati kesendirianku, hhmmm gak sendiri juga sih tapi bersama mahkluk sebangsa lelembut. Aku fokuskan pikiranku pada pekerjaanku, dan setelah pulang aku sibukan diriku menemani Shina nonton film. Jika liburanpun aku coba jalan-jalan bersama Shina walaupun dalam radius tak terlalu jauh dari tempat jasadnya terbaring. Tapi jika berjalan dengannya aku harus menghindari keramaian, mencari tempat-tempat yang sepi, yang jauh dari pandangan orang. Bukan untuk mojok layaknya pemuda yang tak kuat menahan nafsu, tapi menghindari dari tatapan aneh orang yang menatapku.


Walaupun begitu tetap saja pasti orang-orang berfikir heran, ngapain coba seorang diri pergi ketempat sepi. Mungkin sebagian berfikir jika aku sedang ingin bertapa. Benar-benar membuatku terlihat gila.

“ Seishin apa kamu gak bosen sehari-hari kegiatannya begini mulu ? “ tanyaku saat sedang menemaninya nonton TV.

“ Maksudnya begini mulu ? tanyanya balik

“ Nonton TV, ke atap rumah, keluyuran gak jelas Cuma ngeliatin tetangga ngobrol “ ucapku.

“ Sebenernya bosen sih, tapi pas kamu pulang kerja jadi gak bosen “ jadi malu nih

“ Kenapa ? “ tanyaku sedikit terbata.

“ Kamu pikir enak apa sendirian, sepi walaupun di tengah keramaian. Untung ada kamu yang bisa ngerasain keberadaan aku. Sendirian itu lebih menyakitkan dibanding dengan mendapatkan luka separah apapun. Manusia gak akan pernah bisa menang dari rasa kesepian. Dan sekarang ada yang menemaniku setiap hari, Tuhan memang menjawab doaku dengan caraNya sendiri. Terima kasih sudah mau nemenin aku Sam, kamu adalah seseorang yang menyelamatkanku dari neraka yang bernama kesepian “ ucapnya terdengar sedikit lirih, mendengarnya berkata begitu, seperti ada sesuatu yang hangat menjalar ke hatiku. Aku juga gak tau bagaimana rasanya selama 2 tahun berdiam diri tanpa ada yang menemaninya.

“ Aku juga terima kasih untukmu seishin, sejak kedua orang tuaku meninggal pada sebuah kecelakaan 4 tahun yang lalu aku merasa sepi, tapi untunglah tak lama setelah kepergian orang tuaku, aku mengenal Via dan dia selalu menemani hari-hariku. Dan setelah hubungan kami kandas, aku seolah kehilangan satu-satunya harapanku untuk menemani sepiku “ ucapku, sejenak kuhela nafas panjang.

“ Tapi saat aku mulai putus asa, aku bertemu denganmu. Walaupun awal-awal sempet takut juga sih, takutnya ilang ganti jadi jengkel “ wajahnya terlihat kesal mendengar ucapanku.

“ Lalu buat apa kamu berterima kasih ? “ tanyanya sewot

“ Paling gak, sekarang ada sesuatu yang bisa aku tertawakan “ keningnya mengkerut heran.

“ Apa maksudmu Sammmm “ ucapnya setengah mengerang, sorot matanya seperti ingin mengeluarkan api.

Aku hanya tersenyum menatapnya, tatapan bengisnya perlahan berubah menjadi sayu namun tajam. Dapat jelas kulihat bayanganku terpantul di pupil matanya yang nampak berbinar. Perlahan wajah kami mendekat, pipinya terlihat merona, dapat kurasakan deru nafasnya walaupun masih ragu arwah bisa bernafas.

Tatap matamu bagai busur panah
Yg engkau lepaskan ke jantung hatiku
Meski kau simpan cintamu masih
Dekap nafasmu wangi hiasi suasana
Saat ku kecup manis bibirmu


Tanpa kusadari bibirku telah bertemu dengan bibirnya, lembut, hangat. Shina mulai memejamkan matanya, dapat kurasakan jemarinya mencengkram lenganku, semakin lama semakin keras. Seperti ada sesuatu yang mengalir dari tiap-tiap sentuhannya, mengalir menuju satu muara di hatiku.

Aku berdansa di ujung gelisah
Diiringi syahdu lembut lakumu
Kau sebar benih anggun jiwamu
Namun kau tiada menuai buah cintaku
Yg ada hanya sekuntum rindu

Persetan dengan rasa bersalah, persetan dengan keadaannya dan persetan dengan statusnya. Yang jelas tergambar kini adalah seorang wanita yang selalu membuat gaduh rumahku setiap malam. Yang membuatku bangun 1 jam lebih awal dari biasanya, yang membuatku terlihat gila di depan orang banyak.

Malam-malamku bagai malam seribu bintang
Yang terbentang di angkasa bila kau disini
‘tuk sekedar menemani, ’tuk melintasi wangi
Yang s’lalu tersaji di satu sisi hati

Kuraih tangan yang mencengkram lenganku, kurentangkan jari-jariku dan jemarinya mulai mengisi sela-sela jariku. Aku genggam erat jemarinya, seraya menikmati lembutnya desiran bibir manis yang mengalun lebut di bibirku. Hingga aku tersadar dan melepaskan kecupan kami dan juga genggaman tangan kami, kulihat Shina tertunduk dengan mata masih terpejam.

“ Maaf…..” belum sempat aku meneruskan kata-kataku, telapak tangan Shina menyentuh wajahku pelan, sangat lembut, seolah member isyarat agar aku tak berkata apapun.

Kupandangi wajahnya yang tertunduk, masih dengan mata terpejam. Terlihat jelas rona merah di kedua pipinya, kami terdiam untuk beberapa saat. Sampai ketika ia mengangkat wajahnya dan tersenyum manis dihadapanku.

“ Aku gak tau harus ngomong apa Sam “ ucapnya setelah beberapa saat terdiam

“ Sudahlah lupakan apa yang baru terjadi “ ucapku, aku mulai tersadar dengan statusnya yang sudah bertunangan, pastilah mereka saling mencintai. Walaupun hati kecilku mulai menginginkannya untuk tetap seperti ini.

“ Sam “ panggilnya seraya mencondongkan tubuhnya, yang kujawab dengan kedua jariku menyentuh keningnya. Aku pergi ke kamar tanpa memperdulikan apa yang kini ia pikirkan, aku harus melupakan kejadian barusan dan kembali seperti sebelumnya.

Kucoba pejamkan mataku tapi selalu terbayang betapa lembutnya bibir Shina. Hatiku seperti dihujami rintik-rintik air yang jatuh dari atas tebing, rasanya begitu menyiksa, terselip keinginanku untuk mengakui bahwa aku mulai mencintainya. Tapi aku sangat takut, aku takut gagal lagi, hanya ada dua pilihan untuk Shina, mati atau sadar. Dan keduanya gak ada yang berpihak padaku, jika dia mati pastilah aku sangat kehilangan dan bila ia sadar sudah pasti ia akan menikah dengan tunangannya.

Kedua hal itu pasti membuatku kehilangan dirinya, aku coba tahan gejolak yang meluap-luap dihatiku, aku coba lupakan peristiwa tadi. Tanpa sadar keringatku bercucuran deras, nafasku menjadi berat. Bayang-bayang wajahnya berputar-putar di kepalaku, ingin sekali aku lepas otakku dan menghapus bayangannya, atau aku hancurkan saja otakku.

Sudahlah ungkapkan saja perasaanku, toh masalah perasaannya itu bukan urusanku. Terserah dia mau mencintaiku atau tidak, tapi apa gak nyesek kalo bertepuk sebelah tangan. Ah sepertinya gak bertepuk sebelah tangan deh, kalo bener pasti tangannya sudah membekas merah di pipiku alias di gaplok. Toh nyatanya dia malah ikut menikmati percumbuan kami. Yakin dia ikut menikmati, dia kan arwah mana bisa ngerasain sesuatu di tubuhnya. Bisa kok tapi hanya sentuhanku saja yang dapat ia rasakan, buktinya dia hanya bisa menyentuhku bukan.

Oke bisa aku asumsikan kalo dia juga mulai memiliki rasa kepadaku, tapi yang jadi masalah dia itu udah punya tunangan. Bagaimana perasaanku bila nanti datang kepesta pernikahan, waktu pernikahan Via hampir saja aku hancur, untung ada Shina yang menghibur, nah kalo pernikahan Shina, siapa yang mau menghiburku ketika menghadirinya, masa aku harus nyari roh gentayangan lagi untuk menghiburku.

Siapa tau mereka gak jadi nikah, siapa tau dia berani memutuskan pertunangannya. Toh aku juga gak tau takdir berkata apa jika kami berdua ternyata saling mencintai. Tapi satu yang jelas, aku gak bisa menerima kenyataan pahit bila mereka berdua nikah.

Eh tunggu, bukankah Shina pernah bilang, seandainya dia mati dan rohnya ditarik ke langit, dia akan menganggap aku orang yang paling disayangi untuk mengucapkan salam perpisahan, tapi dia mengucapkannya dalam keadaan mata terpejam sambil membayangkan orang yang sangat disayangi, bukan aku. Pasti tadi saat menciumku dia sedang membayangi tunangannya, karna matanya terpejam dan tidak membiarkanku berkata-kata untuk beberapa waktu. Ah sudah pasti itu, berarti dia tidak mencintaiku, aku hanya terlalu pede saja. Oke saatnya tidur dan saat mataku terbuka aku sudah melupakan kejadian yang aku alami tadi dan semua perasaanku terhadap Shina.

*********************************************

Sabtu pagi yang cerah
“ Lagi pain Sam ? “ Tanya Shina yang melihatku sedang memperhatikan tukang bangunan di atap rumah. Tak aku jawab hanya kuberi isyarat untuk melihat kearah tukang bangunan bekerja.

“ Ohh, biar apa ? “ tanyanya kembali, tapi aku hanya diam tak mau menjawab.

“ Ayo masuk deh kalo gitu “ ucap Shina seraya menarikku masuk ke dalam rumah.

“ Apa-apain seishin “ omelku kesal

“ Sekarang jawab, kan udah gak ada yang liat kamu ngomong sendiri kalo disini “ ucapnya bertolak pinggang, matanya melotot tajam.

“ Biar enak aja klo kita duduk disana “ ucapku.

“ Baik banget sih “ ucap Shina gemas mencubit kedua pipiku. Aku hanya berusaha melepaskan cubitannya.

Sepertinya dia telah lupa dengan kejadian beberapa waktu yang lalu, apa dia hanya berpura-pura lupa. Sepertinya gak deh, pasti sudah lupa dia. Walaupun aku berusaha keras melupakannya tapi kelembutan bibirnya masih terasa jelas di bibirku. Genggaman erat tangannya masih membekas di sela jemariku.

Entah apa yang membuatku tak bosan melakukan aktifitas yang sama setiap hari bersama Shina. Aku rasa Shina juga gak bosen dengan hal-hal seperti itu, bisa aku lihat dari ekspresinya setiap menjalani aktifitas-aktifitas tersebut bersamaku.

“ Mending kamu buat dua lantai aja, terus di lantai 2 ada koridor gitu, kan enak tuh kalo nongkrong disana “ ucapnya.

“ Ngomong sih enak “ ucapku kesal, dia hanya tersenyum kecut.

“ Jalan-jalan yuk Sam “ ajaknya.

“ Kemana ? “

“ Kaprina, nonton bola “

Oke aku ikuti apa maunya, sekalian aku olahraga, aku pakai sepatu ket yang lama tak kupakai. Berlari bersama Shina menuju kaprina, sebuah lapangan sepak bola. Setengah jam aku berlari dan sampailah pada tempat tujuan, huh lelahnya sudah lama sekali aku tidak lari pagi. Tapi arwah pecicilan itu sama sekali gak nunjukin kelelahannya, keringatpun gak ada yang netes, tapi kenapa air mata malah bisa keluar ya.

Ramai sekali tempat ini, ya memang tempat ini di jadikan base camp untuk orang-orang sekitar berolah raga. Banyak tukang dagangan berjejer di sekitar pinggir lapangan. Dan nampaknya pertandingan sepak bola sudah di mulai sedari tadi.

“ Sam, itu ada tukang masker Sam “ aku hanya meliriknya sebentar dan kembali fokus ke pertandingan yang kutonton.

“ Kamu beli lah satu, buat nutupin mulut kamu, jadi orang gak ada yang tau kalo kamu lagi ngomong sama aku. Bete nih gak ada temen ngobrol “ ada aja nih akalnya gadis bayangan. Dari pada aku diteror oleh tingkah pecicilannya yang bisa membuatku celaka, aku beli masker lalu kututupi mulutku dengan itu.

“ Nah sekarang kamu mau ngobrol apa ? “ tanyaku sedikit ketus.

“ Bentar ya, belum ada topik, aku juga lagi serius nih nonton bola “ ucapnya enteng, seolah gak punya beban sama sekali. Bener-bener bikin jengkel nih, musti make jimat nih ngadepin mahkluk gentayangan seperti ini.

“ Sam, kamu dukung tim yang mana ? “ tanya Shina setelah beberapa saat fokus menonton, aku pikir sejenak melihat kedua tim yang bertanding.

“ Yang kostum putih “ ucapku, sambil duduk di pinggir lapangan.

“ Oke aku hitam “ ucapnya, peduli amat dia mau dukung siapa.

“ Taruhan yuk “ ucapnya

“ Emang apa yang kamu punya ? “ ledekku.

“ Kalo aku kalah aku bayarnya pas aku sadar “ ucapnya enteng.

“ Kalo kamu menang ? “ tanyanya.

“ Kamu malam ini harus bergadang nemenin aku nonton film “

“ Kalo aku yang menang ? “

“ Mau kamu apa ? “

“ Jangan tinggalin aku “ jawabku pelan. “ Maksudku eeee kamu beri aku tiket konsermu gratis saat kamu sadar “ ucapku meralat jawabanku barusan.

Sejenak Shina menatapku tajam, sorot matanya mengingatkanku saat sebelum kami berciuman, sebelum ia memejamkan matanya saat itu. “ Oke “ jawabnya singkat.

“ Yang spesial ya “ ucapku. Shina hanya mengangguk.

Dasar arwah pecicilan, gak nonton film, gak nonton bola tetep aja berdiri pecicilan di sampingku. Apa lagi kalo ada satu peluang terbuang percuma dari team yang didukungnya, pasti deh teriak-teriak gak jelas. Untunglah yang bisa melihatnya hanya aku, hhhmmm aku jadi berfikir bagaimana kelakuannya selama ini sebelum rohnya keluar ya. Apa sama pecicilannya dengan saat ini, aku rasa gak deh, pasti dia sangat menjaga penampilannya di depan umum.

“ Tembaaaaakkkk “ teriak Shina seraya kakinya mengayun mengarah ke kepalaku, untung saja reflekku sangat cepat langsung menunduk menghindari sepakkannya. “ Kebanyakan gocek sih, goblok bener dah “ maki Shina, aku hanya memicingkan alis menatapnya heran.

“ Sori bro, gak kena kan “ ucap Shina ketika melihat ekspresi gak sukaku dengan tingkahnya.

Dan pertandinganpun berakhir untuk keunggulan team berkosum hitam, sepertinya malam minggu harus kuhabiskan dengan wanita astral ini. Aku sudah membayangkan berbagai macam hal yang gak ngenakin yang bakal terjadi nanti malam, pasti mataku bakal di colok saat mulai menutup, atau menerima segala bentuk pukulan dan tendangannya saat film action. Sepertinya aku musti pasang kawat berduri untuk memisahkan tempat duduk kami nanti malam, tapi percuma juga sih pasti menembus.

******************************************

Malam hari di depan TV
Sesuai dugaanku Shina gak bisa diem alias pecicilan, entah sudah berapa kali jemarinya menusuk mataku yang hampir tertutup rapat. Dan entah berapa kali tinjunya melayang ketubuhku saat ocehannya tak dapat tanggapan dariku. Sudah bergelas-gelas jus jeruk aku habiskan malam ini tapi masih aja ngantuk gak bisa tertahan.

“ Orang mah kalo ngantuk minum kopi, ini malah minum jus “ ucapnya

“ Aku gak suka kopi, pahit walau udah di kasih gula “

“ Kayak hidupmu ya, pahit walau ada mahkluk semanis aku ini “ ucapnya dengan percaya diri sekali.

“ Aku ini gula spesial lho, Cuma kamu doank yang bisa melihat dan menyentuh aku “ ucapnya. Jleb gak tau kenapa tiba-tiba jantungku terasa berdegup kencang sekali mendengar selentingan kalimat terluncur dari bibir manisnya. Dan tiba-tiba saja rasa kantuk ini hilang, apa ini sejenis mantra untuk menghilangkan kantuk, dasar mahkluk astral.

“ Hei seishin “ ucapku

“ Hhmm “ pandangannya masih kearah TV

“ Kamu ada rencana untuk menikah ? “ tanyaku.

“ Ya iyalah, masa udah tunangan gak ada rencana nikah “ jawabnya.

“ Kapan ? “ kenapa mendadak kepo begini sih

“ Jika aku gak kecelakaan dan gak koma, pasti sekarang aku udah menikah “ ucapnya. Dia menghela nafas sebentar “ Seharusnya aku gak nerima job itu, managerku tadinya sudah menolak job-job sebulan sebelum pernikahanku, jadi biar 1 bulan itu aku benar-benar total untuk pernikahanku “ sambungnya sedikit lirih.

“ Kamu tau gak, kecelakaan di malam terakhir konsermu itu ? “ tanyaku, Shina hanya menggeleng.

“ Itu konser pertama yang aku dan Via tonton lho, aku memberinya sebuah kejutan di hari ulang tahunnya, dan itu kejutan pertamaku untuknya. Tapi ketika esok harinya mendengar kabar kecelakan darimu, kami berdua sedih banget “ ucapku

“ Makasih ya sudah berempati padaku “ ucap Shina.

“ Tunanganmu termasuk setia ya, masih menunggu kamu selama dua tahun walaupun gak tau masih ada harapan atau gak ada “

“ Kamu gak benci dia ? “

“ Gak lah, kalo aku ada di posisi dia pasti aku akan berbuat hal yang sama. Bayangin aja disaat lagi sedih melihat kondisi tunangannya yang koma, tau-tau ada orang asing yang ngaku-ngaku bertemu arwah tunangannya “ aku tersenyum kecil.

“ Kalo kamu jadi dia, apa kamu juga akan menunggu aku yang memiliki sedikit harapan untuk sadar “ tanya Shina, kini ia mulai menatapku.

“ Aku gak tau sedalam apa perasaannya kepadamu, jadi aku gak bisa nebak-nebak kalo aku jadi dia. Menurutku orang-orang terkenal seperti kalian penuh kepalsuan, hanya mengejar yang namanya status sosial. Bisa saja percintaan kalian bukanlah percintaan sejati yang tulus, melainkan percintaan status “ ucapku tanpa menoleh kearahnya, gak tau ekspresinya seperti apa.

“ Maksudmu apa Sam ? “ ucap Shina, suaranya terdengar berat dan sedikit mengeram.

“ Seperti kelakuan kamu sekarang, aku yakin di tengah masyarakat kamu gak akan bertingkah pecicilan seperti ini. Sebisa mungkin kamu akan menutupi tingkahmu yang seperti kamu tunjukan padaku. Kamu bisa bertindak bebas dihadapanku karna hanya aku yang bisa tau, dan jika aku coba menyebarkan kelakuakan nyelenehmu itu, pasti gak akan ada yang percaya, bukti aja aku gak punya “ ucapku, kini aku arahkan pandanganku kepadanya dan benar saja wajahnya memerah padam, sepertinya sebentar lagi akan ada siksaan untukku.

“ Jadi menurutmu, percintaanku gak beda jauh dengan sifatku ? “ tanyanya, seperti ada hawa panas di sekitarnya.

“ Yup. Sebagian mendapatkan cinta sejatinya tapi gak bisa bersatu, sebagian gak pernah coba mencarinya lalu membiarkan berlalu begitu saja, dan sebagian lagi mendapatkannya dan bersatu “ ucapku, kini sepertinya emosinya telah mereda.

“ Kalo aku yang mana ? “ tanyanya.

“ Hhmmm mungkin yang kedua, gak pernah mencoba mencarinya lalu membiarkan berlalu begitu saja “ ucapku.

“ Kalo kamu ? “

“ Aku sedang mencari dan masih ada kemungkinan ketiga hal itu terjadi. Berarti aku masih ada harapan “ jawabku berlagak hebat

“ Berarti aku udah gak ada harapan donk ? “ tanyanya

“ Berarti bener donk yang aku ucapkan “ kena dia jebakanku, gak tau kenapa ada rasa senang terhadap analisaku tentang percintaan mereka. Seperti ada sebuah harapan untukku, walaupun masih kecil dan masih coba aku buang harapan itu.

Kulihat Shina hanya mengembungkan pipinya dengan tangan menyilang didada, kembali ia tatap layar kaca dengan pandangan emosi. Sesekali melirikku bengis dan aku hanya tersenyum kecil melihat ekspresinya yang seperti itu.

“ Hei seishin, kalo ucapanku salah gak perlu marah kayak gitu kali “ ledekku.

Kini ia tertunduk, wajahnya terlihat lesu menatap keramik rumah, sepertinya sudah tidak peduli dengan film yang sedang kami tonton “ Hei, kamu inikan arwah bijak, atau bisa aku bilang sok bijak deh karna melihat kamu jadi muram gini “ ucapku.

“ Tadinya aku yakin sama dia, tapi sejak kecelakaan itu dan arwahku keluar aku sedikit demi sedikit mulai meragukannya “ ucapnya lirih

“ Kenapa ? “

“ Aku sangat berharap dia bisa merasakan kehadiranku, setiap dia jenguk aku di rumah sakit aku selalu berusaha berbicara dengannya, tapi setiap itu pula dia gak tau sama sekali tentang keberadaanku, harusnya dia yang lebih peka tentang keberadaan aku “ ucapnya diiringi air mata yang mulai membasahi matanya.

“ Hanya karna hal seperti itu aja kamu jadi ragu ? “ tanyaku, Shina hanya mengangguk pelan.

“ Lalu bagaimana denganku, sebelumnya kamu gak kenal sama aku, aku gak ada hubungannya sama sekali denganmu. Ini semua hanya kebetulan, gak ada hubungannya dengan perasaan “ ucapku.

“ Bukan, ini adalah takdir yang dibuat sedemikian rupa oleh Tuhan hingga menyerupai kebetulan “ ucap Shina, kenapa dia jadi sepemikiran denganku untuk definisi tentang kebetulan. “ Dan pasti ada jawaban atas semua ini, sedikit demi sedikit aku udah tau jawaban itu. Kamu lihat aku sekarang kan, gak dipenuhi dengan kepalsuan, aku bisa menunjukkan diriku yang sebenarnya walaupun hanya di hadapan kamu saja Sam “ sambungnya.

“ Wah berarti aku sial donk kebagian sifat burukmu, beruntung ya orang-orang yang selalu melihat sifat baikmu saja, sedangkan aku…huft “ aku menghela nafas panjang, mengejeknya.

“ Ngajakin perang nih cowok “ ucap Shina mengepalkan tangannya.

Sepertinya kantukku mulai menyerang kembali nih, mataku sudah berat sekali “ seishin, aku tidur ya, udah gak kuat nih “ ucapku, tanpa berkata apapun Shina menunjuk jam dinding yang menunjukkan jam 4 pagi kurang 5 menit. Aku sudah paham maksudnya apa “ Atapku kan sedang di renov, belum kelar “ ucapku kembali

“ Di teras aja “ ucapnya ketus

“ Ya udahlah aku mau buat jus jeruk dulu “ aku berdiri dan pergi menuju dapur, setelah itu barulah aku susul dia ke teras rumah.

“ Sam, ini kan subuh kenapa kamu malah buat minuman dingin ? “ tanyanya.

“ Cuaca saat ini masih termasuk panas buatku, aku tuh cocoknya tinggal di Eropa “ Ucapku sedikit sombong, tapi kayaknya banyak deh.

“ Hadewwww “ Shina hanya tertunduk lemas “ Kalo kamu ke Eropa, negara mana yang kamu mau tinggalin ? “ tanyanya.

“ Inggris, aku pengen tinggal di marseyside, dan kebetulan pusat perusahaan tempatku bekerja, ada disana “ ucapku antusias.

“ Wah aku pernah tuh kesana “ ucapnya.

“ Gimana suasananya ? “ tanyaku penasaran.

“ Rahasia donk, makanya kesana biar tau “ ledeknya

Tiba-tiba pikiranku teringat yang tadi kami bicarakan tentang percintaannya. Dia ragu dengan tunangannya, ini bisa jadi peluang untukku. Ah tapi bukannya tadi aku juga bilang kalo kehidupan orang terkenal macam mereka hanya mengejar status sosial belaka. Tapi aku juga gak buruk-buruk amat, aku sudah mapan, materi bukanlah hal yang menyusahkan buatku. Tunggu-tunggu jika itu yang jadi andalanku, berarti sama aja donk dengan mnegejar status sosial belaka.

Stoppp, apa-apain ini kenapa aku jadi berfikir peluangku bersama Shina. Bukannya aku sudah sepakat dengan diriku sendiri untuk membuang rasa-rasa yang mulai terjalin dihatiku untuknya. Aku juga berusaha melupakan kejadian malam itu. Fokus fokus fokus, dia hanya roh yang memiliki dua kemungkinan, sadar atau mati dan keduanya pasti menyakitkan buatku bila aku membiarkan perasaanku itu terus mengalir deras tanpa henti.
Bersambung ke Bab 7/9 MENGHILANG

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
Blogger Templates