Social Icons

Pages

(J.R.R. TOLKIEN) THE LORD OF THE RING 2: DUA MENARA BUKU 3 BAB 1/11 KEMATIAN BOROMIR

<<< SEBELUMNYA

Aragorn bergegas mendaki bukit. Sesekali ia membungkuk ke tanah. Hobbit bisa berjalan ringan, jejak kaki mereka tak mudah dibaca, meski oleh Penjaga Hutan sekalipun, tapi tidak jauh dari puncak, sebuah mata air melintasi jalan, dan di tanah yang basah Aragorn melihat apa yang dicarinya.
"Aku sudah benar membaca tanda-tandanya," kata Aragorn pada dirinya sendiri. "Frodo lari ke puncak bukit. Apa yang dilihatnya di sana? Tapi dia kembali lewat jalan yang sama, dan menuruni bukit lagi." Aragorn ragu. Ia ingin pergi ke takhta tinggi itu, berharap melihat sesuatu yang bisa menuntunnya dalam kebingungannya; tapi waktu sudah mendesak. Mendadak ia melompat maju dan berlari ke puncak, melintasi ubin-ubin besar dan menaiki tangga. Lalu, sambil duduk di takhta, ia memandang sekelilingnya. Tapi matahari seolah meredup, dunia tampak remang-remang dan jauh. Ia mengalihkan pandang dari Utara, lalu memandang ke Utara lagi, dan tidak melihat apa pun selain perbukitan di kejauhan. Pada jarak sejauh itu ia bisa melihat lagi seekor burung besar seperti elang tinggi di angkasa, terbang turun dengan lambat, melingkar-lingkar ke bumi.

Saat ia memandang, pendengarannya yang tajam menangkap bunyi-bunyi di hutan di bawah, di sisi barat Sungai. ia berdiri kaku. Ada suarasuara teriakan, dan di antaranya, dengan ngeri ia mengenali suara-suara Orc. Lalu sekonyong-konyong terdengar bunyi berat terompet, lenguhannya membelah perbukitan dan bergema di lembah, naik dengan teriakan keras melebihi gemuruh air terjun.
"Terompet Boromir!" teriak Aragorn. "Dia perlu bantuan!" Aragorn melompat menuruni tangga dan berlari menuruni jalan. "Aduh! Hari ini nasibku benar-benar buruk, semua yang kulakukan kacau. Di mana Sam?" Sementara ia berlari, teriakan-teriakan itu terdengar makin keras, tapi bunyi terompet semakin lemah dan terdengar putus asa. Teriakanteriakan Orc terdengar garang dan nyaring, dan tiba-tiba tiupan terompet berhenti. Aragorn lari menuruni lereng terakhir, tapi sebelum ia mencapai kaki bukit, bunyi-bunyi itu sudah hilang; ketika ia belok ke kiri dan berlari ke arah bunyi-bunyi itu, suara mereka makin menjauh dan akhirnya tak terdengar lagi. Sambil menghunus pedangnya yang bersinar dan berteriak Elendil! Elendil! ia menerobos pepohonan.
Kira-kira satu mil dari Parth Galen, di sebuah lembah kecil tak jauh dari telaga, ia menemukan Boromir. Boromir duduk bersandar pada sebatang pohon besar, seolah beristirahat. Tapi Aragorn melihat tubuhnya ditembus banyak sekali panah berbulu hitam; pedangnya masih di tangan, tapi sudah patah dekat pangkalnya; terompetnya tergeletak terbelah dua di sisinya. Banyak sekali Orc mati, bertumpuk di sekitarnya dan di dekat kakinya.
Aragorn berlutut di sampingnya. Boromir membuka mata dan berusaha berbicara. Akhirnya perlahan-lahan keluar kata-kata. "Aku mencoba mengambil Cincin itu dari Frodo," katanya. "Aku menyesal. Aku sudah membayarnya." ia melirik ke arah musuh-musuhnya yang sudah tewas; sekurang-kurangnya ada dua puluh Orc terbaring di sana. "Mereka sudah pergi: kedua Halfling itu; Orc-Orc membawa mereka.
Kurasa mereka tidak mati. Orc-Orc mengikat mereka." Ia diam dan memejamkan mata dengan letih. Setelah beberapa saat, ia berbicara lagi.
"Selamat jalan, Aragorn! Pergilah ke Minas Tirith dan selamatkan rakyatku! Aku sudah gagal!"
"Tidak!" kata Aragorn, memegang tangan Boromir dan mengecup dahinya. "Kau sudah menang. Hanya sedikit yang memperoleh kemenangan seperti itu. Tenanglah! Minas Tirith tidak akan jatuh!" Boromir tersenyum.
"Ke arah mana mereka pergi? Apakah Frodo bersama mereka?" kata Aragorn.
Tapi Boromir tidak berbicara lagi.
"Sayang sekali!" kata Aragorn. "Demikianlah akhir hayat putra mahkota Denethor, Penguasa Menara Penjagaan! Sungguh akhir yang pahit.
Sekarang Rombongan ini hancur berantakan. Akulah yang gagal. Kepercayaan Gandalf padaku sia-sia. Apa yang akan kulakukan sekarang? Boromir memintaku pergi ke Minas Tirith, dan hatiku pun menginginkannya; tapi di mana Cincin dan Penyandangnya? Bagaimana aku akan menemukan mereka dan menyelamatkan Pencarian ini dari malapetaka?" Ia berlutut sebentar, merunduk sambil menangis, masih menggenggam tangan Boromir. Begitulah Legolas dan Gimli menemukannya.
Mereka datang dan lereng barat bukit, diam-diam, merangkak di antara pepohonan, seolah sedang berburu. Gimli memegang kapaknya, dan Legolas memegang pisau panjangnya: semua anak panahnya habis terpakai. Ketika masuk ke lembah, mereka berhenti dengan kaget; lalu mereka berdiri sejenak dengan kepala tertunduk karena duka, sebab jelas sudah apa yang telah terjadi.
"Sayang!" kata Legolas, sambil mendekati Aragorn. "Kami memburu dan membunuh banyak Orc di hutan, tapi sebenarnya kami akan lebih bermanfaat di sini. Kami datang ketika mendengar bunyi terompet tapi rupanya terlambat. Aku khawatir kau terluka parah."
"Boromir tewas," kata Aragorn. "Aku tidak terluka, karena aku tidak berada di sini bersamanya. Dia jatuh ketika membela para hobbit, sementara aku berada jauh di atas bukit."
"Para hobbit!" seru Gimli. "Di mana mereka, kalau begitu? Di mana Frodo?"
"Aku tidak tahu," jawab Aragorn lelah. "Sebelum mati, Boromir mengatakan padaku bahwa para Orc mengikat mereka; menurutnya mereka tidak dibunuh. Aku menyuruhnya mengikuti Merry dan Pippin, tapi aku tidak bertanya apakah Frodo dan Sam bersamanya; akhirnya sudah terlambat. Semua yang kulakukan hari ini gagal. Apa yang harus dilakukan sekarang?"
"Pertama-tama, kita. harus mengurus yang sudah tewas," kata Legolas. "Kita tak bisa meninggalkannya di sini, berbaring seperti bangkai di antara Orc-Orc menjijikkan ini."
"Tapi kita harus cepat," kata Gimli. "Dia tidak akan mau kita berlama-lama di sini. Kita harus mengikuti Orc-Orc itu, siapa tahu masih ada harapan, bahwa anggota Rombongan kita ditawan hidup-hidup."
"Tapi kita tidak tahu, apakah Penyandang Cincin ada bersama mereka atau tidak," kata Aragorn. "Apakah kita akan meninggalkannya? Tidakkah kita harus mencarinya dulu? Pilihan sulit ada di depan kita!"
"Kalau begitu, kita bereskan dulu urusan yang lebih penting," kata Legolas. "Kita tak punya waktu atau alat untuk menguburkan kawan kita dengan pantas, atau membuat gundukan tanah di atasnya. Mungkin kita bisa membuat tumpukan batu."
"Pekerjaannya akan lama dan keras, tak ada batu yang bisa kita gunakan, selain yang ada di tepi sungai," kata Gimli.
"Kalau begitu, sebaiknya kita masukkan dia ke dalam perahu, bersama senjatanya dan senjata musuh-musuhnya yang tewas," kata Aragorn.
"Kita akan mengirimnya ke Air Terjun Rauros dan menyerahkannya kepada Anduin. Setidaknya Sungai Gondor akan menjaga agar tidak ada makhluk jahat yang mencemarkan tulang-belulangnya." Dengan cepat mereka menggeledah tubuh Orc-Orc, mengumpulkan pedang-pedang, topi baja pecah, serta perisai menjadi satu tumpukan.
"Lihat!" seru Aragorn. "Ada yang meninggalkan tanda-tanda!"
Dari tumpukan senjata mengerikan itu ia mengambil dua bilah pisau, dengan mata berbentuk daun, berhiaskan emas dan batu mirah; setelah mencari lebih lanjut, ia juga menemukan sarung-sarungnya, hitam dan bertatahkan permata merah kecil-kecil. "Ini bukan senjata Orc!" katanya. "Ini senjata yang dibawa para hobbit. Pasti para Orc merampasnya, tapi takut menyimpannya karena tahu ini sebenarnya apa: karya dari Westernesse, dipenuhi sihir untuk mengutuk Mordor. Yah, kalau kawan-kawan kita masih hidup, maka mereka tidak bersenjata. Akan kubawa benda-benda ini, siapa tahu bisa kukembalikan pada mereka."
"Dan aku," kata Legolas, "akan kuambil semua anak panah yang bisa kutemukan, karena tempat panahku sudah kosong." ia mencari-cari di tumpukan dan di tanah sekitarnya, dan menemukan tidak sedikit anak panah yang tidak patah, lebih panjang daripada yang biasa dipakai Orc. ia mengamatinya dengan saksama.
Aragorn memandang mereka yang tewas, dan berkata, "Di sini banyak yang bukan rakyat Mordor. Ada yang dari Utara, dari Pegunungan Berkabut, kalau pengetahuanku tentang Orc dan bangsanya benar. Senjata mereka sama sekali tidak seperti jenis yang dipakai Orc!" Ada empat serdadu goblin yang tubuhnya lebih besar, kehitaman, bermata sipit, berkaki kekar dan bertangan besar. Mereka dipersenjatai pedang bermata pendek, bukan pedang bengkok yang biasa dipakai Orc; mereka mempunyai busur dari pohon cemara, panjang dan bentuknya seperti busur milik Manusia. Di atas perisai mereka ada lambang aneh: tangan putih kecil di tengah bidang hitam; di bagian depan topi baja mereka ada lambang S, ditempa dari suatu logam putih.
"Aku belum pernah melihat tanda seperti ini," kata Aragorn. "Apa artinya?"
"S itu berarti Sauron," kata Gimli. "Itu mudah dibaca."
"Tidak!" kata Legolas. "Sauron tidak menggunakan huruf Peri." "Dia juga tidak menggunakan nama sebenamya, atau mengizinkan namanya ditulis atau diucapkan," kata Aragorn. "Dan dia tidak menggunakan warna putih. Orc-Orc yang melayani Barad-dur menggunakan lambang Mata Merah." ia berdiri sambil merenung sejenak. "S mungkin berarti Saruman," kata Aragorn akhirnya. "Ada kejahatan yang berkembang di Isengard, dan wilayah Barat sudah tidak aman lagi. Seperti sudah dikhawatirkan Gandalf: entah bagaimana, Saruman sudah tahu berita perjalanan kita. Mungkin juga dia sudah tahu tentang kejatuhan Gandalf. Para pengejar dari Moria mungkin sudah lolos dari penjagaan Lorien, atau mereka menghindari negeri itu dan datang ke Isengard melalui jalan lain. Orc-Orc bisa berjalan sangat cepat. Tapi Saruman punya banyak cara untuk mendapat berita. Kau ingat burung-burung itu?"
"Well, kita tak punya waktu untuk menebak teka-teki," kata Gimli. "Mari kita menggotong Boromir pergi!"
"Tapi sesudahnya harus kita pecahkan teka-teki itu, kalau ingin memilih jalan yang tepat," jawab Aragorn.
"Mungkin tak ada pilihan yang benar," kata Gimli.
Dengan kapaknya, Gimli memotong beberapa dahan, kemudian dahan-dahan itu diikat dengan tali-tali busur. Setelah itu, mereka membentangkan jubah mereka di atas kerangka tersebut. Dengan usungan kasar ini mereka menggotong jenazah kawan mereka ke pantai, bersama beberapa kenang-kenangan dari pertempurannya yang terakhir, yang mereka pilihkan untuk diangkut bersamanya. Jarak yang harus ditempuh tidak jauh, tapi ternyata pekerjaan itu tidak mudah, karena Boromir berperawakan tinggi kekar.
Aragorn berdiri di tepi sungai, menjaga usungan, sementara Legolas dan Gimli bergegas berjalan kaki ke Parth Galen. Jaraknya satu mil lebih, dan baru beberapa saat kemudian mereka kembali, mendayung dua perahu dengan cepat menyusuri pantai.
"Ada yang aneh," kata Legolas. "Hanya ada dua perahu di tebing. Kami tak bisa menemukan jejak yang satu lagi."
"Apakah Orc datang ke sana?" tanya Aragorn.
"Kami tidak melihat tanda-tanda mereka," jawab Gimli. "Dan Orc pasti akan merusak semua perahu, berikut muatannya juga."
"Aku akan mengamati tanah di sana nanti," kata Aragorn.
Sekarang mereka meletakkan Boromir di tengah perahu yang akan membawanya pergi. Kerudung kelabu dan jubah Peri mereka lipat dan letakkan di bawah kepalanya. Mereka menyisir rambutnya yang panjang dan gelap, dan merapikannya di sekitar bahunya. Ikat pinggang emas dari Lorien berkilauan di pinggangnya. Topi bajanya mereka letakkan di sampingnya, dan di pangkuannya mereka menaruh terompet yang terbelah, berikut pangkal serta pecahan-pecahan pedangnya; di bawah kakinya mereka meletakkan pedang-pedang musuhnya. Lalu mereka mengikat haluan perahunya ke buritan perahu satunya, dan menariknya masuk ke sungai. Mereka mengayuh dengan sedih menyusuri pantai, membelok masuk ke saluran air deras, melewati padang hijau Parth Galen. Tebing-tebing curam Tol Brandir tampak bersinar: sekarang sudah menjelang sore. Ketika mereka melaju ke selatan, uap Rauros naik berkilauan di depan, bagai kabut keemasan. Derum dan gemuruh air terjun menggetarkan udara yang tidak berangin.
Dengan sedih mereka melepaskan perahu jenazah itu: di sana Boromir berbaring, damai dan tenang, meluncur di permukaan air yang mengalir. Aliran air menghanyutkan perahunya, sementara mereka menahan perahu mereka sendiri dengan dayung. Perahu Boromir meluncur melewati mereka, pergi menjauh perlahan-lahan, mengabur menjadi bercak gelap di depan cahaya keemasan; lalu mendadak ia lenyap. Rauros menderum tanpa henti. Sungai itu telah mengambil Boromir, putra Denethor. Ia takkan pernah terlihat lagi di Minas Tirith, berdiri seperti biasanya di atas Menara Putih di pagi hari. Tapi di kemudian hari, di Gondor diceritakan bahwa perahu Peri itu menunggangi air terjun dan telaga berbuih yang membawanya sampai ke Osgiliath, melewati banyak muara Anduin, masuk ke Samudra di malam hari, di bawah sinar bintang-bintang.
Selama beberapa saat, tiga sekawan itu berdiam diri, memandangi kepergian Boromir. Lalu Aragorn berbicara. "Mereka akan mencarinya dari Menara Putih," katanya, "tapi dia tidak akan kembali dari gunung atau lautan." Kemudian perlahan-lahan ia mulai bernyanyi:

"Melintasi Rohan, menyeberangi rawa dan padang berumput panjang Angin Barat datang mengitari dinding-dinding tinggi lenjang."
"Kabar apa dari Barat yang kaubawa padaku malam ini, wahai angin kelana? Kaulihatkah Boromir yang Jangkung, dalam sinar bulan atau bintang?"
"Aku melihatnya menyusuri tujuh sungai, lebar dan kelabu; Kulihat dia berjalan di padang hampa, sampai lenyap berlalu Dalam kegelapan Utara. Dan tak kulihat lagi dia di situ. Angin Utara mungkin mendengar lengkingan terompet putra Denethor itu."
"Oh Boromir! Dari tembok tinggi di Barat aku memandang sejauh mata, Tapi kau tak datang jua dari negeri hampa di mana manusia tiada."

Lalu Legolas bernyanyi:

"Dari mulut Samudra, Angin Selatan terbang, dari bukit pasir bebatuan yang garang; Dalam ratapan camar ia diantar, dan di gerbang ia mengerang."
"Wahai angin mendesah, kabar apa kaubawa dari Selatan, di hari petang? Di mana kini Boromir yang Elok? Ia berlambat-lambat, dan ke dalam duka aku tergelimang."
"Jangan tanya padaku di mana ia berada-banyak nian tulang terserak masai Di pantai putih dan pantai gelap, di bawah langit badai; Banyak nian yang meluncur lewat Anduin, mencari Samudra mengalir berliku.Tanyakan pada Angin Utara tentang mereka yang dikirim padaku!"
"Oh Boromir! Di luar gerbang arus laut ke selatan nan menggebu, Kau pun tidak datang bersama camar meratap dari mulut lautan kelabu."

Lalu Aragorn bernyanyi lagi:

"Dari Gerbang Raja-Raja, Angin Utara bertiup, melewati desau air terjun yang menggaung; Bening dan dingin di seputar menara, terompetnya membahana nyaring meraung."
"Kabar apa dari Utara, Oh angin perkasa, yang kaubawa untukku hari ini? Bagaimana kabar Boromir yang Berani? Karena ia pergi sudah selama ini."
"Di bawah Amon Hen kudengar teriakannya. Di sana banyak musuh dilawannya. Perisainya yang terbelah, pedangnya yang patah, ke sungai mereka membawanya."
Kepalanya nan gagah, wajahnya nan elok, tubuhnya dibaringkan; Dan Rauros, air terjun emas Rauros merengkuhnya ke haribaan."
"Oh Boromir! Menara Penjagaan 'kan selalu menatap ke Utara Ke Rauros, air terjun emas Rauros, sampai akhir masa."

Demikian mereka mengakhirinya. Lalu mereka memutar perahu dan mengayuhnya secepat mungkin melawan arus, kembali ke Parth Galen.
"Kau menyisakan Angin Timur untuk kunyanyikan," kata Gimli, "tapi aku takkan mengatakan apa pun tentang itu."
"Seharusnyalah demikian," kata Aragorn. "Di Minas Tirith mereka menahankan tiupan Angin Timur, tapi tidak menanyakan kabar kepadanya. Kini Boromir sudah mengambil jalannya sendiri, dan kita harus bergegas memilih jalan kita." Aragorn memeriksa padang hijau itu dengan cepat namun saksama, sering membungkuk ke tanah. "Tidak ada Orc datang ke sini," katanya.
"Selebihnya tak ada yang bisa dipastikan. Semua jejak kaki kita ada di sini, bersilangan dan bersilangan lagi. Aku tidak tahu apakah ada di antara para hobbit yang kembali ke sini sejak pencarian Frodo dimulai." ia kembali ke tebing, dekat tempat anak sungai dari mata air mengalir masuk ke Sungai. "Ada jejak-jejak jelas di sini," kata Aragorn. "Seorang hobbit masuk ke air dan kembali; tapi aku tidak tahu sudah lewat berapa lama."
"Bagaimana kau membaca teka-teki ini?" tanya Gimli.
Aragorn tidak langsung menjawab, tapi kembali ke tempat berkemah dan memeriksa barang bawaan. "Dua ransel hilang," katanya, "satu pasti milik Sam: agak besar dan berat. Kalau begitu, inilah jawabannya: Frodo pergi naik perahu, dan pelayannya ikut dengannya. Pasti Frodo kembali ketika kita semua sedang pergi. Aku melihat Sam naik ke bukit. Kusuruh dia mengikutiku, tapi tampaknya dia tidak melakukan itu. Dia menebak pikiran majikannya, dan kembali ke sini sebelum Frodo pergi. Pasti tidak mudah bagi Frodo untuk meninggalkan Sam!"
"Tapi mengapa dia meninggalkan kita semua, tanpa pemberitahuan?" kata Gimli. "Itu aneh sekali!"
"Dan berani sekali," kata Aragorn. "Sam benar, kukira. Frodo tak ingin membawa teman mana pun ke kematian bersamanya di Mordor. Dia tahu dia harus pergi sendirian. Ada yang terjadi setelah dia meninggalkan kita sesuatu yang membuatnya bisa mengatasi ketakutan dan keraguannya."
"Mungkin Orc pemburu memergokinya, dan dia lari," kata Legolas.
"Dia memang lari," kata Aragorn, "tapi bukan dari Orc, kukira." Aragorn tidak mengungkapkan dugaannya tentang penyebab keputusan dan pelarian mendadak Frodo. Kata-kata terakhir Boromir dirahasiakannya hingga lama.
"Nah, sebegitu jauh sudah cukup jelas," kata Legolas. "Frodo tidak berada di sisi Sungai sebelah sini lagi: hanya dia yang mungkin mengambil perahu itu. Dan Sam bersamanya; hanya dia yang pasti membawa ranselnya."
"Kalau begitu, pilihan kita adalah membawa perahu yang tersisa dan menyusul Frodo, atau mengejar Orc dengan berjalan kaki," kata Gimli.
"Tidak banyak harapan pada pilihan mana pun. Kita sudah cukup banyak kehilangan waktu yang sangat berharga."
"Coba kupikirkan dulu!" kata Aragorn. "Mudah-mudahan sekarang aku membuat pilihan yang tepat, dan mengubah nasib buruk hari yang malang ini!" Ia berdiri diam sejenak. "Aku akan mengikuti Orc," katanya akhirnya. "Aku sebenarnya ingin membimbing Frodo ke Mordor dan mendampinginya sampai akhir; tapi kalau aku mencarinya sekarang di belantara, aku harus membiarkan kedua hobbit yang ditawan itu menjadi korban penyiksaan dan kematian. Hatiku akhirnya berkata jelas: nasib Penyandang Cincin sudah tidak di tanganku lagi. Rombongan ini sudah memainkan perannya. Kita yang tersisa tak bisa meninggalkan kawan-kawan kita, sementara kita masih punya kekuatan. Ayo! Kita pergi sekarang. Tinggalkan semua yang bisa ditinggal! Kita akan berjalan terus siang-malam!"
Mereka mengangkat perahu terakhir dan menggotongnya ke pepohonan. Perahu itu diletakkan di bawah barang-barang mereka yang sudah tidak diperlukan dan tak bisa mereka bawa. Lalu mereka meninggalkan Parth Galen. Hari sudah siang ketika mereka kembali ke lembah tempat Boromir jatuh. Di sana mereka mencari jejak Orc. Tidak perlu keterampilan hebat untuk menemukannya.
"Tidak ada bangsa lain yang menginjak-injak tanah seperti ini," kata Legolas. "Kelihatannya mereka senang membabat dan menebangi tumbuh-tumbuhan yang tidak menghalangi jalan mereka sekalipun."
"Tapi mereka berjalan sangat cepat," kata Aragorn, "dan mereka tidak mudah letih. Nanti mungkin kita harus mencari jalan di dataran gersang yang keras."
"Well, kejar mereka!" kata Gimli. "Kurcaci juga bisa berjalan cepat, dan sama tangguhnya dengan Orc. Tapi pengejaran ini akan lama sekali: mereka sudah berangkat jauh lebih dulu."
"Ya," kata Aragorn, "kita semua memerlukan ketangguhan Kurcaci. Tapi ayolah! Dengan atau tanpa harapan, kita ikuti jejak musuh kita. Dan celakalah mereka kalau ternyata kita lebih cepat! Kita buat pengejaran ini sebagai keajaiban di antara Tiga Bangsa: Peri, Kurcaci, dan Manusia. Majulah Tiga Pemburu!"
Seperti kijang, Aragorn melesat pergi. Di antara pepohonan ia bergegas. Terus dan terus ia memimpin mereka, cepat dan tak kenal lelah, sebab keputusannya sudah bulat. Hutan di sekitar telaga sudah mereka tinggalkan jauh di belakang. Lereng-lereng panjang mereka daki; lereng-lereng gelap yang tampak keras di depan langit yang sudah merah oleh cahaya matahari terbenam. Senja pun tiba. Mereka berjalan terus, sosok mereka menjadi bayangan-bayangan kelabu di dataran berbatu.

BERSAMBUNG KE BAB 2/11 >>> 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
Blogger Templates