Social Icons

Pages

(J.R.R. TOLKIEN) THE LORD OF THE RING 3: KEMBALINYA SANG RAJA BUKU 6 BAB 4/9 PADANG CORMALLEN

<<< SEBELUMNYA

Di mana-mana di perbukitan, pasukan-pasukan Mordor mengamuk. Para Kapten dari Barat tenggelam dalam lautan yang semakin besar.
Matahari bersinar merah, dan di bawah sayap para Nazgul, bayangan kematian yang gelap jatuh ke tanah. Aragorn berdiri di bawah panjinya, diam dan teguh, seperti orang merenungi hal-hal yang sudah lama berlalu atau berada sangat jauh; tapi matanya bersinar bagai bintang yang semakin terang kala malam semakin kelam. DI puncak bukit berdiri Gandalf, putih dan dingin, tak ada bayang-bayangan menimpanya.

Serangan gencar dari Mordor memecah bagai ombak ke perbukitan yang terkepung, dengan suara-suara meraung seperti gelombang pasang di tengah rongsokan dan benturan senjata.
Gandalf bergerak, seolah-olah mendapatkan visi tiba-tiba; ia menoleh, memandang ke arah utara yang langitnya pucat dan jernih. Lalu ia mengangkat tangannya dan berteriak nyaring mengatasi suara gaduh peperangan: Elang-elang datang! Dan banyak suara membalas berteriak: Elang-elang datang! Pasukan-pasukan Mordor menengadah dan bertanya-tanya, apa artinya tanda itu.
Datanglah Gwaihir si Penguasa Angin, bersama Landroval saudaranya, yang terbesar di antara semua elang dari Utara, yang paling hebat di antara keturunan Thorondor lama, yang membangun sarangnya di puncak-puncak yang tak mungkin didatangi di Pegunungan Melingkar ketika Dunia Tengah masih muda. Di belakang mereka, dalam barisan panjang yang melesat cepat, datang semua pengikutnya dari pegunungan utara, berpacu menunggang angin yang semakin kencang. Mereka langsung menukik menuju para Nazgul, menukik tajam dan tiba-tiba dari angkasa, dan angin yang ditimbulkan kepakan sayap mereka ketika terbang melintas, bagaikan angin badai.
Tetapi para Nazgul berbalik dan lari, lenyap ke dalam bayangan Mordor, karena mendengar panggilan mendadak dari Menara Kegelapan, dan tepat pada saat itu seluruh pasukan Mordor gemetar, kebimbangan mencekam hati mereka, tawa mereka meluntur, tangan mereka gemetar, dan tungkai mereka lemas. Kekuasaan yang mendorong mereka maju dan memenuhi diri mereka dengan kebencian dan kemarahan sedang gamang, tekadnya tidak lagi mengikat mereka; dan kini, ketika menatap ke dalam mata musuh, mereka melihat sinar mematikan yang menciutkan hati.
Lalu semua Kapten dari Barat berteriak nyaring, sebab hati mereka dipenuhi harapan baru di tengah kegelapan. Dari perbukitan yang terkepung, para ksatria dari Gondor, Penunggang dari Rohan, Dunedain dari Utara, pasukan-pasukan yang berjajar rapat, maju menyerbu musuh mereka yang bimbang, menembus desakan musuh dengan dorongan tombak-tombak sengit. Tetapi Gandalf mengangkat tangannya dan sekali lagi berseru dengan suaranya yang jernih, "Berhenti, Orang-Orang dari Barat! Berhenti dan tunggulah! Ini saatnya ajal datang." Dan saat ia berbicara, bumi bergoyang di bawah kaki mereka. Suatu kegelapan besar membubung tinggi di langit, dengan api berkobar, naik dengan cepat, jauh tinggi di atas Menara-menara Gerbang Hitam, tinggi di atas pegunungan. Bumi meraung dan bergoyang. Menara-Menara Gigi berayun-ayun, terhuyung-huyung, dan jatuh; kubu besar itu runtuh; Gerbang Hitam terlempar sampai hancur; dan dari jauh, mula-mula sayup-sayup, lalu semakin keras, akhirnya berbunyi dahsyat sekali, terdengar gemuruh berdentam, suatu raungan, alunan bunyi berisik yang bergema panjang.
"Negeri Sauron sudah hancur!" kata Gandalf.
"Pembawa Cincin sudah menyelesaikan Misi-nya." Dan saat para Kapten memandang ke selatan ke Negeri Mordor, di depan awan-awan yang pudar seolah muncul sosok gelap besar, tak bisa ditembus, bermahkotakan halilintar, memenuhi seluruh langit. Sosok besar itu menggantung di atas dunia, mengulurkan tangannya yang besar dan mengancam ke arah mereka, mengerikan tapi tak berdaya: sebab saat ia menghampiri mereka, angin besar mengembusnya, sosoknya tertiup hingga lenyap dan berlalu; lalu semuanya sunyi.
Para Kapten menundukkan kepala; ketika mereka memandang lagi, lihat! musuh-musuh mereka berlarian, dan kekuatan Mordor berhamburan bagai debu ditiup angin. Sama seperti ketika kematian menimpa onggokan diam membengkak yang mendiami bukit dan menyatukan mereka, semut-semut akan berkeliaran kebingungan dan tanpa tujuan, kemudian mati tak berdaya, begitu pula makhlukmakhluk Sauron, Orc, troll, atau hewan yang tersihir, berlarian ke sana kemari dengan bingung; beberapa bahkan bunuh diri, atau menjatuhkan diri ke dalam sumur-sumur, atau berlari sambil meratapi kembali untuk bersembunyi di lubang-lubang dan tempat-tempat gelap tanpa cahaya yang jauh dari segala harapan. Tapi Orang-Orang dari Harad, Easterling, dan Southron, menyaksikan kehancuran perang mereka dan keagungan serta kegemilangan para Kapten dari Barat. Mereka yang paling lama dan paling setia dalam pelayanan kejahatan, membenci Barat, dan juga gagah berani, sekarang pada gilirannya berkumpul untuk melancarkan serangan terakhir yang nekat. Tapi kebanyakan lari ke timur sebisa mungkin; beberapa membuang senjata dan meminta pengampunan.
Lalu Gandalf, yang menyerahkan segala perkara tentang pertempuran dan perintah pada Aragorn dan penguasa-penguasa lain, berdiri di puncak bukit dan memanggil; elang besar pun turunlah, Gwaihir si Penguasa Angin, lalu berdiri di depannya.
"Sudah dua kali kau membawaku, sahabatku Gwaihir," kata Gandalf.
"Tiga kali akan melengkapinya, kalau kau bersedia. Kau tidak akan merasa lebih berat daripada saat membawaku dari Zirakzigil, di mana hidupku yang lama musnah terbakar."
"Aku akan membawamu," jawab Gwaihir, "ke mana saja kau minta, meskipun kau terbuat dari batu."
"Kalau begitu, mari. Ajaklah saudaramu serta beberapa di antara bangsamu yang paling cepat terbangnya, ikut dengan kita. Sebab kita harus lebih cepat daripada angin, melebihi kecepatan terbang para Nazgul."
"Angin Utara berembus, tapi kami akan terbang lebih cepat," kata Gwaihir. Lalu Ia mengangkat Gandalf dan terbang cepat ke selatan; bersamanya ikut Landroval dan Meneldor yang masih muda dan bisa terbang cepat. Mereka melintasi Udun dan Gorgoroth, dan melihat seluruh negeri hancur berantakan dan kacau-balau di bawah mereka; di depan mereka Gunung Maut berkobar, memuntahkan apinya.
"Aku senang kau bersamaku di sini, Sam." kata Frodo.
"Di sini, di akhir semuanya."
"Ya, aku bersamamu Master." kata Sam sambil mendekapkan tangan Frodo dengan lembut ke dadanya.
"Dan kau bersamaku. Perjalanan kita sudah berakhir. Tapi setelah pergi sejauh ini, aku belum mau menyerah. Ini bukan watakku, kalau kau paham maksudku."
"Mungkin tidak, Sam," kata Frodo, "tapi memang seperti inilah keadaan di dunia. Harapan-harapan gagal. Akhirnya sudah tiba. Kita hanya perlu menunggu sebentar lagi. Kita sudah tersesat dalam puing-puing dan reruntuhan, dan tak ada jalan keluar."
"Well, Master, setidaknya kita bisa agak menjauh dari tempat berbahaya ini, dari Celah Ajal ini, kalau itu memang namanya. Bukankah begitu? Ayo, Mr. Frodo, mari kita turuni jalan ini!"
"Baiklah, Sam. Kalau kau memang ingin pergi, aku akan ikut," kata Frodo; mereka bangkit berdiri dan perlahan-lahan menuruni jalan yang berkelok-kelok; ketika mereka menuju kaki Gunung yang bergoyang, asap dan uap besar dimuntahkan dari Sammath Naur, sisi kerucut terbelah, dan muntahan besar menyala bergulir, mengalir ke bawah dengan perlahan dan gemuruh, melalui sisi timur gunung.
Frodo dan Sam tak bisa maju lebih jauh. Kekuatan terakhir pikiran dan tubuh mereka dengan cepat menyusut. Mereka sudah sampai ke sebuah bukit abu yang berdiri di kaki Gunung; tapi dari sana tak ada jalan untuk keluar. Bukit itu sekarang merupakan pulau yang takkan bertahan lama lagi. Di sekelilingnya bumi menganga, dari retakan dan lubang-lubang yang dalam, asap dan uap membubung naik. Di belakang mereka Gunung kejang-kejang. Retakan-retakan besar terbuka di sisinya. Sungai api mengalir lamban menghampiri mereka. Tak lama lagi mereka akan tertelan. Hujan abu panas jatuh dengan deras.
Sekarang mereka berdiri; Sam membelai tangan Frodo yang masih dipegangnya. Ia mengeluh.
"Hebat benar kisah yang kita alami, bukan, Mr. Frodo?" katanya.
"Seandainya aku bisa mendengar kisah ini diceritakan! Apa kaupikir mereka akan bilang: Ini dia kisah tentang Frodo yang berjari sembilan dan Cincin Pembawa Petaka? Lalu semuanya akan diam, seperti kita, ketika di Rivendell mereka menceritakan kisah Beren Sam Tangan dan Permata Agung. Aku berharap bisa mendengarnya! Dan aku ingin tahu jalan ceritanya setelah peran kita." Tapi sementara ia berbicara, demi mengusir ketakutan sampai titik terakhir, matanya berkeliaran ke utara ke arah angin, di mana langit jauh di sana masih jernih, sementara angin dingin yang semakin kencang, mengusir kegelapan dan awan-awan yang tercerai-berai.
Dan demikianlah Gwaihir melihat mereka dengan mata tajamnya yang bisa melihat jauh, ketika ia menunggang angin kencang; dan dengan menentang bahaya di langit Ia berputar-putar di udara: dua sosok kecil gelap, kesepian, bergandengan tangan di atas sebuah bukit kecil, sementara dunia berguncang di bawah mereka, dan tersentak, dan sungai-sungai api semakin mendekat. Saat Gwaihir melihat mereka dan terbang menukik ke bawah, tampak olehnya mereka jatuh keletihan, atau tercekik oleh asap dan panas, atau terpukul oleh keputusasaan, sambil menyembunyikan mata mereka dari kematian.
Mereka berbaring berdampingan; Gwaihir terbang turun, begitu juga Landroval dan Meneldor si cepat; bagai dalam mimpi, tanpa tahu apa yang terjadi dengan diri mereka, kedua pengembara diangkat dan dibawa pergi, jauh dari kegelapan dan api.
Ketika Sam terbangun, Ia mendapati dirinya berbaring di sebuah tempat tidur empuk, tapi di atasnya berayun lembut dahan-dahan pohon beech, sinar matahari berkilauan dengan warna emas dan hijau di antara dedaunannya yang masih muda. Seluruh udara dipenuhi keharuman beraneka ragam. la ingat keharuman itu: aroma Ithilien.
"Ya ampun!" renungnya.
"Sudah berapa lama aku tertidur?" Karena keharuman itu mengingatkannya akan hari saat Ia menyalakan api kecilnya di bawah tebing yang disinari matahari; dan untuk sementara semua yang terjadi setelahnya hilang dari kesadarannya. Ia meregangkan tubuh dan menarik napas panjang.
"Wah, aku bermimpi aneh sekali!" gerutunya.
"Aku senang sudah bangun!" Ia bangkit duduk, lalu melihat Frodo berbaring di sampingnya, tidur dengan tenang, satu tangan di belakang kepala, satunya lagi di atas selimut-tangan yang kanan, jari tengahnya hilang.
Ingatannya tersingkap kembali, dan Sam berteriak keras, "Ini bukan mimpi! Kalau begitu, di mana kita?" Lalu sebuah suara berbicara lembut di belakangnya, "Di negeri Ithilien, dan dalam pemeliharaan Raja; beliau menunggumu." Lalu Gandalf berdiri di depannya, berjubah putih, jenggotnya sekarang mengilap bagai salju murni dalam kerlipan sinar matahari yang menembus dedaunan.
"Nah, Master Samwise, bagaimana perasaanmu?" katanya.
Tapi Sam berbaring kembali, dan memandang sambil ternganga. Sejenak, antara bingung dan bahagia, Ia tak bisa menjawab. Akhirnya ia menarik napas kaget dan berkata, "Gandalf! Kukira kau sudah mati! Tapi aku sendiri mengira aku juga sudah mati. Apakah semua peristiwa menyedihkan itu tidak benar-benar terjadi? Apa yang terjadi dengan dunia?"
"Bayangan besar sudah pergi," kata Gandalf, lalu Ia tertawa, dan bunyinya seperti musik, atau seperti air di negeri yang gersang; ketika mendengarnya, terlintas dalam benak Sam bahwa sudah tak terhitung lamanya Ia tak mendengar bunyi tawa, bunyi kegembiraan yang murni.
Bunyi itu masuk ke telinganya seperti gema dari semua kegembiraan yang pernah dialaminya. Tapi Ia sendiri malah menangis. Lalu, sama seperti kalau hujan lembut berakhir, angin musim semi dan matahari akan bersinar semakin jernih, maka tangisnya reda dan tawanya muncul, dan sambil tertawa Ia melompat turun dari tempat tidurnya.
"Bagaimana perasaanku?" teriaknya.
"Well, aku tidak tahu bagaimana mengatakannya. Aku merasa, aku merasa …" Ia melambaikan tangannya di udara … "aku merasa seperti musim semi setelah musim dingin, dan matahari di atas dedaunan; seperti terompet dan harpa dan semua nyanyian yang pernah kudengar!" Ia berhenti dan menoleh ke majikannya.
"Tapi bagaimana dengan Mr. Frodo?" katanya.
"Bukankah malang sekali tangannya? Tapi kuharap selebihnya dia baik-baik saja. Dia sudah mengalami masa yang berat."
"Ya, selebihnya aku baik-baik saja," kata Frodo, yang bangkit duduk dan tertawa juga.
"Aku tertidur lagi sambil menunggumu, Sam; kau tukang tidur. Aku sudah bangun pagi-pagi tadi, dan sekarang mungkin sudah hampir tengah hari."
"Tengah hari?" kata Sam, mencoba menghitung-hitung.
"Tengah hari dari hari apa?"
"Hari keempat belas dari Tahun Baru," kata Gandalf.
"Atau kalau kau suka, hari kedelapan bulan April menurut hitungan di Shire. Tapi di Gondor sekarang Tahun Baru akan selalu mulai pada tanggal dua puluh lima Maret, saat Sauron jatuh dan kau dikeluarkan dari api, dibawa kepada Raja. Dia sudah merawatmu, dan kini dia menantimu. Kau akan makan dan minum bersamanya. Bila kau sudah siap, aku akan membawamu kepadanya."
"Raja?" kata Sam.
"Raja apa, dan siapa dia?"
"Raja Gondor dan Penguasa negeri-negeri Barat," kata Gandalf. Dia sudah mengambil kembali seluruh wilayahnya yang lama. Tak lama lagi dia akan dinobatkan, tapi dia menunggumu."
"Apa yang akan kami pakai?" kata Sam; sebab Ia hanya melihat pakaian lusuh dan koyak-koyak yang mereka kenakan selagi mengembara, terlipat di lantai samping tempat tidur mereka.
"Pakaian yang kalian pakai dalam perjalanan ke Mordor," kata Gandalf.
"Bahkan pakaian Orc compang-camping yang kami pakai di negeri hitam, Frodo, akan disimpan. Tak ada sutra dan linen, atau senjata serta lambang yang lebih terhormat. Tapi nanti aku mungkin bisa menemukan pakaian lain." Lalu Ia mengulurkan tangannya pada mereka, dan mereka melihat tangannya bercahaya.
"Apa yang kaupegang?" teriak Frodo.
"Apakah itu …"
"Ya, aku membawa kedua harta kalian. Kami menemukannya pada diri Sam ketika kalian diselamatkan; hadiah-hadiah dari Lady Galadriel: tabung kacamu, Frodo; dan kotakmu, Sam. Kalian akan senang bisa menyimpannya lagi."
Selesai mandi dan berpakaian, serta makan sedikit, kedua hobbit mengikuti Gandalf. Mereka melangkah keluar dari rumpun pohon beech tempat mereka tadi berbaring, dan masuk ke sebuah halaman panjang yang hijau, bercahaya kena sinar matahari, dibatasi pohon pohon megah berdaun gelap yang berbunga lebat warna merah padam. Di belakang mereka terdengar bunyi air terjun, dan sebuah sungai mengalir di depan mereka, di antara tebing-tebing berbunga, sampai ke sebuah hutan di kaki halaman, kemudian masuk ke bawah lengkung pepohonan. Melalui pepohonan itu mereka melihat kilau air di kejauhan.
Ketika sampai ke tempat terbuka di hutan itu, mereka heran melihat ksatria-ksatria berpakaian logam mengilap dan pengawal pengawal tinggi berseragam perak dan hitam berdiri di sana, menyambut mereka dengan penuh hormat dan membungkuk di depan mereka. Lalu salah satu meniup terompet, sementara mereka berjalan meiewati lorong pepohonan di samping sungai yang bernyanyi. Mereka sampai di sebuah dataran hijau luas, di seberangnya mengalir sebuah sungai lebar diselubungi kabut keperakan, dan di tengahnya muncul sebuah pulau panjang berhutan, banyak kapal berlabuh di pantainya. Tapi di padang tempat mereka sekarang berdiri, pasukan besar berkumpul dalam barisan dan kompi-kompi, gemerlap di bawah sinar matahari. Saat kedua hobbit mendekat, pedang-pedang dihunus, tombak-tombak digoyangkan, terompet-terompet bernyanyi, dan orang orang berteriak dalam banyak suara dan bahasa,
"Panjang umur para Hafling! Pujilah mereka dengan puji pujian! Cuio i Pheriain anann! Aglar'ni Pheriannath! Pujilah mereka dengan sanjungan agung, Frodo dan Samwise! .
Daur a Berhael, Conin en Annun! Eglerio! Pujilah mereka! Eglerio! A laita te, laita te! Andave laituvalmet!
Pujilah mereka! Cormacolindor, a laita tkrienna! Pujilah mereka! Para Pembawa Cincin, pujilah mereka!"
Begitulah Frodo dan Sam dengan wajah merah dan mata bersinar heran, melangkah maju dan melihat bahwa di tengah pasukan yang hirukpikuk sudah diletakkan tiga tempat duduk tinggi terbuat dari tanah kering berumput hijau. Di belakang tempat duduk di sebelah kanan berkibar panji bergambar seekor kuda besar putih berlari bebas di kehijauan; di sebelah kiri sebuah panji perak di atas biru, bergambar kapal berhaluan angsa yang berlayar di laut; dan di belakang takhta paling tinggi di tengah, sebuah pataka besar berkibar diembus angin, dengan gambar pohon putih berbunga di atas latar gelap, di bawah mahkota bercahaya dan tujuh bintang bersinar. Di takhta itu duduk seorang pria berpakaian logam, pedang besar diletakkan di atas lututnya, tapi ia tidak memakai helm. Ketika mereka mendekat, ia bangkit berdiri. Dan mereka mengenalinya, meski Ia begitu berubah, begitu agung dan berwajah gembira, sangat mulia, Penguasa Manusia, berambut gelap dan bermata kelabu.
Frodo berlari menemuinya, dan Sam mengikutinya dari dekat.
"Nah, ini benar-benar puncak dari segalanya!" katanya.
"Strider, tak salah lagi!"
"Ya, Sam. Strider," kata Aragorn.
"Sudah jauh sekali, bukan, sejak di Bree, ketika kau tidak menyukai penampilanku? Perjalanan panjang bagi kita semua, tapi perjalanan kalianlah yang paling gelap." Lalu ia menekuk lutut dan membungkuk di depan mereka, membuat sam terkejut dan bingung; sambil memegang tangan mereka, Frodo di tangan kanan dan Sam di tangan kiri, ia menuntun mereka ke takhta dan menempatkan mereka di sana, lalu Ia berbicara kepada orang-orang dan para kapten yang berdiri di dekatnya; dengan suara nyaring yang bisa didengar seluruh pasukan Ia berseru, "Pujilah mereka dengan puji-pujian setinggi-tingginya!" Ketika teriakan gembira membahana dan mereda lagi, Sam merasa memperoleh kepuasan terakhir yang paling sempurna ketika seorang penyanyi dari Gondor melangkah maju, berlutut, dan meminta izin untuk bernyanyi. Dan dengarlah, Ia berkata, "Dengar! Para penguasa dan ksatria dan orang-orang gagah berani raja-raja dan para pangeran, orang-orang gagah dari Gondor, para Penunggang dari Rohan, putra-putra Elrond, kaum Dunedain dari Utara, Peri dan Kurcaci, serta para pemberani dari Shire, dan seluruh bangsa merdeka dari Barat, dengarkan sajakku. Aku akan bernyanyi tentang Frodo yang Berjari Sembilan dan Cincin Pembawa Petaka." Mendengar itu, Sam tertawa keras karena begitu gembira, lalu ia bangkit berdiri dan berteriak, "Oh, alangkah indah dan mulia! Semua harapanku jadi kenyataan!" Lalu ia menangis.
Seluruh pasukan tertawa dan menangis, dan di tengah keceriaan dan air mata mereka, suara jernih si penyanyi terdengar bagai perak dan emas, dan semua orang terdiam. Ia bernyanyi untuk mereka, kadang dalam bahasa Peri, kadang dalam bahasa Barat, hingga hati mereka serasa perih oleh suka cita, melimpah oleh kebahagiaan, kegembiraan mereka serasa setajam pedang, dan pikiran mereka terbawa ke suasana hati di mana kepedihan dan kebahagiaan mengalir bersama dan air mata menjadi anggur kenikmatan yang tiada tara.
Akhirnya, ketika Matahari beringsut dari tengah hari dan bayangan pohon-pohon semakin panjang, Ia mengakhiri nyanyiannya.
"Pujilah mereka dengan pujian tertinggi!" katanya, lalu ia berlutut. Kemudian Aragorn berdiri, dan seluruh pasukan bangkit, lalu mereka pergi ke paviliun-paviliun yang sudah disiapkan, untuk makan-minum dan bergembira sepanjang hari itu.
Frodo dan Sam dibawa terpisah menuju sebuah tenda; di sana pakaian mereka yang lama dilepaskan, tapi dilipat dan disimpan dengan penuh hormat; pakaian bersih diberikan pada mereka. Lalu Gandalf datang, dan dengan heran Frodo melihat bahwa ia membawa pedang, jubah Peri, dan rompi mithril yang direbut darinya di Mordor untuk Sam Ia membawa baju besi berlapis emas serta jubah Peri yang sudah diperbaiki semua goresan dan koyakannya; lalu Gandalf meletakkan dua bilah pedang di depan mereka.
"Aku tidak ingin membawa pedang," kata Frodo.
"Setidaknya malam ini kau harus menyandang satu," kata Gandalf. Maka Frodo mengambil pedang kecil yang pernah dimiliki Sam, dan yang sudah diletakkan di sisinya ketika ia di Critih Ungol.
"Aku sudah memberikan Sting padamu, Sam," katanya.
"Tidak, Master! Mr. Bilbo memberikannya padamu, berpasangan dengan rompi perak itu; dia tidak akan mau orang lain memakainya." Frodo mengalah; Gandalf seolah-olah menjadi dayang-dayang mereka, berlutut dan memasangkan sabuk pedang pada mereka, lalu sambil berdiri ia memasang hiasan berbentuk bulan sabit dan perak di dahi mereka. Setelah berpakaian lengkap, mereka pergi ke pesta besar; mereka duduk semeja dengan Raja dan Gandalf, bersama Raja Eomer dari Rohan, Pangeran Imrahil, dan semua kapten utama; di sana hadir juga Gimli dan Legolas.
Tapi setelah upacara Berdiri Hormat, ketika anggur dihidangkan, dua pelayan masuk untuk melayani para raja; atau begitulah kelihatannya: satu berpakaian perak dan hitam seperti para Pengawal Minas Tirith, satunya lagi berpakaian hijau dan putih. Sam heran apa yang dilakukan anak-anak lelaki itu di tengah pasukan orang-orang hebat. Ketika mereka mendekat, barulah Ia melihat mereka dengan jelas, dan Ia berseru,
"Wah, lihat Mr. Frodo! Lihat ini! Nah, ini kan Pippin. Mestinya aku bilang Mr. Peregrin Took, dan Mr. Merry! Mereka sudah tumbuh pesat! Ya ampun! Bisa kulihat bahwa mereka punya lebih banyak kisah untuk diceritakan daripada kita."
"Memang," kata Pippin sambil menoleh kepadanya.
"Dan kami akan mulai menceritakannya, segera sesudah pesta ini berakhir. Untuk sementara ini kau bisa coba tanya pada Gandalf. Sekarang dia sudah tidak begitu diam seperti dulu, meski sekarang dia lebih banyak tertawa daripada berbicara. Sementara ini Merry dan aku sedang sibuk sekali. Kami menjadi ksatria Kota dan Mark, kuharap kau menyadarinya."
Akhirnya hari yang gembira itu selesai sudah; ketika Matahari sudah lenyap dan Bulan bundar merayap lambat di atas kabut Anduin, berkelip di antara dedaunan yang gemersik bergetar, Frodo dan Sam duduk di bawah pohon-pohon yang berbisik, diselimuti keharuman Ithilien yang indah; mereka bercakap-cakap sampai larut malam dengan Merry, Pippin, dan Gandalf, dan setelah beberapa lama Legolas dan Gimli juga bergabung dengan mereka. Saat itulah Frodo dan Sam mendengar semua yang terjadi dengan Rombongan, setelah persekutuan mereka terpecah di hari naas di Parth Galen, dekat Air Terjun Rauros; meski begitu, masih banyak juga yang perlu ditanyakan dan diceritakan.
Orc, pohon berbicara, rumput luas, penunggang-penunggang yang menderap, gua-gua cemerlang, menara-menara putih dan balairung emas, pertempuran serta kapal-kapal besar berlayar, semua mengisi benak Sam hingga ia kebingungan. Tapi di tengah semua keajaiban itu Ia lagilagi merasa kagum atas ukuran tubuh Merry dan Pippin; ia menyuruh mereka berdiri berpunggungan dengan Frodo dan dirinya sendiri, dan Ia menggaruk-garuk kepalanya.
"Aku tidak mengerti, kok ini bisa terjadi pada usia kalian!" katanya.
"Tapi memang begitu: kalian tiga inci lebih tinggi daripada seharusnya; atau mungkin aku yang jadi Kurcaci.
"Pasti bukan," kata Gimli.
"Tapi apa kataku? Makhluk fana tak bisa minum minuman Ent tanpa kena efeknya, melebihi kalau minum bir."
"Minuman Ent?" kata Sam.
"Kau mulai mengoceh lagi tentang para Ent; tapi apa sebenarnya mereka itu, aku tidak mengerti. Nah, akan makan waktu berminggu-minggu sebelum semua ini selesai diceritakan!"
"Memang berminggu-minggu," kata Pippin.
"Lalu Frodo harus dikunci di menara di Minas Tirith untuk menuliskannya semua. Kalau tidak, dia akan lupa separuhnya, dan Bilbo tua yang baik akan sangat kecewa."
Akhirnya Gandalf bangkit berdiri.
"Tangan Raja adalah tangan yang menyembuhkan, sahabat-sahabatku yang baik," katanya.
"Tapi kau sudah sampai ke pinggir jurang kematian sebelum dia memanggilmu kembali dengan mengerahkan seluruh kekuatannya, dan membuatmu bisa tidur nyaman. Dan meski kau sudah tidur lama dan sangat nyenyak, sekarang saatnya kau tidur lagi."
"Bukan hanya Frodo dan Sam," kata Gimli, "tapi kau juga, Pippin. Aku menyayangimu, meski alasannya karena kepedihan yang sudah kutanggung demi kau, yang takkan pernah kulupakan. Aku juga takkan pernah lupa saat aku menemukanmu di bukit, pada pertempuran terakhir. Kalau bukan karena Gimli si Kurcaci, kau sudah hilang saat itu. Setidaknya sekarang aku tahu bentuk kaki hobbit, meski hanya itu yang kelihatan di bawah setumpuk mayat. Ketika aku memindahkan mayat besar dari atasmu, aku yakin kau sudah mati. Rasanya aku ingin mencabut jenggotku. Kini baru sehari sejak kau pertama kali bangun dan bergiat lagi. Sekarang kau harus tidur. Aku juga."
"Dan aku," kata Legolas, "akan berjalan-jalan di hutan, di negeri yang indah ini. Bagiku itu sudah istirahat cukup. Di masa mendatang, kalau diizinkan penguasa Peri negeriku, beberapa dari bangsa kami akan pindah ke sini; saat kami datang negeri ini akan terberkati, untuk sementara waktu. Untuk sementara: sebulan, satu kehidupan, seratus tahun kehidupan Manusia. Tapi Anduin dekat sekali, dan Anduin mengalir ke Samudra. Ke Samudra!
Ke Samudra, ke Samudra! Camar-camar putih berteriak, Angin bertiup, dan busa putih terbang beriak, Barat, di barat nun di sana, matahari bundar sedang jatuh, Kapal kelabu, dengarkah kau mereka memanggil, kapal kelabu, Suara-suara orang sebangsaku yang sudah pergi sebelum aku? Ku kan pergi, tinggalkan hutan yang melahirkanku; Karena hari-hari kita kan berakhir dan tahun-tahun pun buyar Ku kan sendirian mengarungi lautan luas berlayar Pantai Akhir diterpa ombak panjang, Suara-suara indah memanggil di Pulau nan Hilang, Di Eressea, di rumah Peri yang tak bisa ditemukan manusia, Di mana daun-daun tidak berjatuhan: negeriku tuk selamanya!
Sambil bernyanyi Legolas berjalan menuruni bukit.
Lalu yang lain juga pergi; Frodo dan Sam pergi tidur. Esok paginya mereka bangun dengan penuh harapan dan kedamaian; mereka melewatkan beberapa hari di Ithilien. Padang Cormallen, tempat pasukan sekarang berkemah, berada dekat Henneth Annfin, dan sungai yang mengalir dari air terjunnya bisa terdengar di malam hari, saat ia meluncur deras melalui gerbang bebatuan, melewati padang rumput, masuk ke aliran Sungai Anduin di Pulau Cair Andros. Para hobbit melancong ke sana kemari, mengunjungi lagi tempat-tempat yang pernah mereka datangi; Sam selalu berharap melihat sekilas seekor Oliphaunt besar di suatu pojok gelap hutan, atau di lapangan tersembunyi di tengah hutan. Saat mendengar bahwa dalam penyerbuan Gondor banyak sekali hewan seperti itu, tapi semuanya sudah mati, ia menganggapnya suatu kehilangan yang menyedihkan.
"Ya sudah, memang orang tak mungkin berada di banyak tempat sekaligus," katanya.
"Tapi rupanya aku kehilangan banyak." Sementara itu pasukan mulai bersiap-siap kembali ke Minas Tirith, Yang letih beristirahat, dan yang sakit disembuhkan. Sebab beberapa di antara mereka sudah bekerja keras dan bertarung dengan sisa-sisa kaum Easterling dan Southron, sampai semuanya ditundukkan. Yang terakhir adalah mereka yang masuk ke Mordor dan menghancurkan benteng-benteng di bagian utara negeri itu.
Akhirnya, ketika bulan Mei sudah dekat, para Kapten dari Barat berangkat lagi; mereka pergi naik kapal bersama semua anak buah mereka, dan mereka berlayar dari Cair Andros sampai ke Osgiliath, mengarungi Sungai Anduin; mereka tinggal di sana selama satu hari; hari berikutnya mereka tiba di padang-padang hijau Pelennor dan melihat lagi menara-menara putih di bawah Mindolluin yang tinggi, Kota Orang-Orang Gondor, peninggalan terakhir yang mengingatkan pada Westernesse, Kota yang sudah melampaui kegelapan dan kebakaran, menuju hari baru.
Dan di sana, di tengah padang, mereka mendirikan paviliun dan menunggu sampai esok paginya; karena malam itu Malam bulan Mei, dan Raja akan memasuki gerbangnya saat matahari terbit.
BERSAMBUNG KE BAB 5/9 >>> 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
Blogger Templates