Social Icons

Pages

(J.R.R. TOLKIEN) THE LORD OF THE RING 3: KEMBALINYA SANG RAJA BUKU 6 BAB 8/9 PEMBERSIHAN DI SHIRE

<<< SEBELUMNYA


Sudah malam, para pengembara yang sudah basah dan letih tiba di Brandywine, dan mendapati jalan ditutup. Di setiap ujung Jembatan ada gerbang besar berpaku-paku; dan mereka melihat di sisi seberang sungai berdiri banyak rumah baru: berlantai dua dengan jendela-jendela sempit bersisi lurus, tampak kosong dan suram, semuanya sangat muram dan sama sekali tidak bergaya Shire.

Mereka menggedor gerbang paling luar dan memanggil-manggil, tapi mula-mula tidak ada jawaban; lalu mereka terkejut mendengar bunyi terompet, dan cahaya di balik jendela padam. Sebuah suara berseru dalam gelap, "Siapa itu? Pergi! Kau tidak bisa masuk. Tak bisakah kau membaca tulisan: Tidak diizinkan masuk pada waktu antara matahari terbenam sampai matahari terbit?"
"Tentu saja kami tidak bisa baca tulisan kalau gelap begini," Sam balas berteriak.
"Dan kalau para hobbit dari Shire akan dibiarkan kehujanan di luar pada malam seperti ini, akan kurobohkan papan pengumumanmu kalau kutemukan." Sebuah jendela dibanting, dan sekelompok hobbit yang membawa lentera menghambur keluar dari rumah di sebelah kiri. Mereka membuka gerbang paling jauh, dan beberapa berdatangan melewati jembatan. Ketika melihat para pengembara itu, mereka tampak ketakutan.
"Ayo ke sini!" kata Merry, yang mengenali salah satu dari hobbit-hobbit itu.
"Keterlaluan sekali kalau kau tidak mengenaliku, Hob Hayward.
Aku Merry Brandybuck. Aku ingin tahu, ada apa sebenarnya, dan apa urusan seorang Bucklander seperti kau di sini. Biasanya kau berada di Gerbang Hay."
"Ya ampun! Itu Master Merry, memang benar itu dia, dan dandanannnya seperti orang siap tempur!" kata Hob tua.
"kabarnya kau sudah mati! Pasti tersesat di Old Forest. Aku senang kau ternyata masih hidup!"
"Kalau begitu, berhentilah melongo melihatku dari balik jeruji, dan bukalah pintu gerbang!" kata Merry.
"Maaf, Master Merry, kami hanya melakukan perintah."
"Perintah siapa?"
"Perintah Ketua di Bag's End."
"Ketua? Ketua? Maksudmu Mr. Lotho?" kata Frodo.
"Begitulah, Mr. Baggins; tapi sekarang ini kami harus menyebutnya 'Ketua'."
"Oh, begitu!" kata Frodo.
"Nah, aku senang setidaknya dia melepaskan nama Baggins. Tapi sudah waktunya keluarga besar menghadapi dan mengingatkan dia pada kedudukan sebenarnya." Para hobbit di seberang gerbang terdiam.
"Tidak baik berbicara begitu," kata salah satu.
"Dia akan mendengar. Dan kalau kau ribut-ribut begini, Orang Besar si Ketua bisa terbangun."
"Akan kami bangunkan dia dengan cara yang bakal membuatnya tercengang," kata Merry.
"Kalau Ketua-mu yang hebat itu sudah menyewa bajingan-bajingan dari belantara, berarti kami tidak kembali terlalu cepat." Ia melompat dari kudanya, ketika melihat papan pengumuman yang disinari cahaya lentera-lentera, ia merobohkannya dan melemparkannya ke atas gerbang. Para hobbit di balik gerbang mundur dan tidak bergerak untuk membuka pintu.
"Ayo, Pippin!" kata Merry.
"Dua orang sudah cukup." Merry dan Pippin memanjat pintu gerbang, dan kerumunan hobbit itu bubar berlarian. Sebuah terompet berbunyi lagi. Dari rumah yang lebih besar di sisi kanan, sebuah sosok besar dan lebar muncul di ambang pintu, dilatarbelakangi cahaya.
"Apa-apaan ini," bentaknya sambil melangkah maju.
"Melanggar aturan pintu gerbang? Cepat pergi, kalau tidak akan kupatahkan leher-leher kecil kalian yang kotor!" Lalu Ia berhenti, karena menangkap kilatan sinar pedang.
"Bill Ferny," kata Merry, "kalau tidak kau buka pintu itu dalam sepuluh detik, kau akan menyesalinya. Akan kuhajar kau dengan pedangku, kalau tidak menurut. Dan kalau pintu itu sudah kau buka, kau mesti pergi dan tidak pernah kembali lagi. Kau bajingan dan perampok jalanan." Bill Ferny tersentak dan melangkah terseret-seret ke gerbang, lalu membuka kuncinya.
"Berikan kunci itu padaku!" kata Merry. Tapi bajingan itu melemparkan kunci ke kepala Merry, lalu melesat lari ke dalam kegelapan. Ketika Ia melewati kuda-kuda, salah seekor kuda menendang dengan kakinya dan tepat mengenai Bill, sementara ia berlari. Bill lari sambil menjerit, menghilang di malam kelam, dan tak pernah terdengar beritanya lagi.
"Bagus, Bill," kata Sam, maksudnya kuda poninya.
"Beres sudah masalah Orang Besar kalian," kata Merry.
"Kami akan menemui si Ketua nanti. Kami butuh penginapan untuk malam ini.
Berhubung kalian sudah merobohkan Penginapan Jembatan dan membangun tempat suram ini, kalian harus menampung kami."
"Maaf, Mr. Merry," kata Hob, "tapi itu tidak diizinkan."
"Apa yang tidak diizinkan?"
"Memasukkan pendatang begitu saja, makan tambahan makanan, dan hal lain semacamnya," kata Hob.
"Ada apa dengan tempat ini?" kata Merry.
"Apakah tahun ini buruk, atau apa? Kukira musim panas dan panen bagus."
"Bukan begitu, tahun ini sebenarnya cukup lumayan," kata Hob.
"Kami menanam dan memanen cukup banyak, tapi entah apa yang terjadi dengan hasil panen. Kurasa ini ulah para 'pengumpul' dan 'pembagi', yang berkeliling sambil menghitung, mengukur, dan membawa ke gudang. Mereka lebih banyak melakukan 'pengumpulan' daripada berbagi, dan kami tidak pernah melihat sebagian besar hasil panen."
"Aduh!" kata Pippin sambil menguap.
"Ini semua terlalu melelahkan bagiku malam ini. Kami punya makanan di ransel. Berikan saja kami satu kamar untuk tidur. Di sini pasti masih lebih baik daripada banyak tempat lain yang sudah kusaksikan."
Para hobbit di depan gerbang masih juga kelihatan gelisah. Rupanya ada peraturan atau semacamnya yang sudah dilanggar; tapi sulit sekali menolak empat pengembara hebat yang semuanya bersenjata, dan dua di antaranya kelihatan lebih besar daripada hobbit pada umumnya, serta kuat sekali. Frodo memerintahkan pintu gerbang dikunci lagi. Masuk akal kalau mereka masih memperketat penjagaan, sementara para bajingan masih bebas berkeliaran. Lalu empat sekawan itu masuk ke rumah jaga hobbit dan berusaha merasa senyaman mungkin. Tempat itu kosong dan jelek, dengan perapian kecil yang tidak memungkinkan nyala api bagus. Di kamar-kamar lantai alas ada jajaran tempat tidur keras, di setiap dinding terpasang pengumuman dan daftar Peraturan. Pippin menurunkannya semua. Tidak ada bir dan hanya sedikit sekali makanan, tapi dari bekal yang mereka bawa dan mereka bagi bersama, semua kebagian makanan yang cukup lumayan; Pippin melanggar Aturan Nomor 4 dengan memasukkan sebagian besar persediaan kayu untuk besok ke dalam api.
"Nah, bagaimana kalau kami merokok, sementara kau menceritakan apa yang sudah terjadi di Shire?" kata Pippin.
"Tidak ada rumput pipa sekarang," kata Hob, "hanya ada untuk anak buah Ketua. Rupanya seluruh persediaan sudah habis. Tapi kami mendengar desas-desus bahwa berkereta-kereta penuh rumput pipa pergi lewat jalan keluar dari Wilayah Selatan, melewati jalan Sam Ford.
Itu terjadi akhir tahun lalu, setelah kalian pergi. Tapi sebelumnya rumput tembakau itu juga sudah keluar dalam jumlah kecil-kecilan. Lotho itu …"
"Nah, diam kau, Hob Hayward!" teriak beberapa hobbit lain.
"Kau tahu omongan semacam itu dilarang. Ketua akan mendengar, dan kami semua akan menderita karenanya."
"Dia tidak akan mendengar apa pun, kalau beberapa di antara kalian bukan mata-mata," balas Hob sengit.
"Baik, baik!" kata Sam.
"Cukup sudah. Aku tidak ingin mendengar lebih banyak lagi. Tidak ada penyambutan, tidak ada bir, rumput pipa, malah banyak aturan dan omongan Orc. Aku sudah berharap bisa tidur, tapi rupanya banyak sekali pekerjaan dan kesulitan di depan kita.
Mari kita tidur dan melupakannya sampai besok!"
"Ketua" yang baru rupanya punya cara sendiri untuk memperoleh berita. Jarak ke Bag End masih sekitar empat puluh mil dari Jembatan, tapi seseorang sudah melakukan perjalanan itu dengan cepat. Begitulah yang didapati Frodo dan kawan-kawannya.
Mereka, belum membuat rencana pasti, tapi sudah berpikir akan pergi bersama-sama ke Crickhollow, dan beristirahat sebentar di sana.
Sekarang, setelah melihat keadaan, mereka memutuskan akan langsung pergi ke Hobbiton. Maka keesokan harinya mereka berangkat melalui jalan dan melangkah dengan irama tetap. Angin sudah mereda, tapi langit tampak kelabu. Daratan kelihatan agak muram dan kosong; bagaimanapun, sekarang sudah hari pertama bulan November, ujung akhir musim gugur. Tapi masih saja banyak kebakaran, dan asap membubung dari banyak tempat. Awan asap besar melayang tinggi ke arah Woody End.
Menjelang senja mereka sudah mendekati Frogmorton, sebuah desa di jalan, sekitar dua puluh dua mil dari jembatan. Di sana mereka berharap bisa bermalam; Batang Kayu Mengambang di Frogmorton adalah penginapan yang bagus. Tapi ketika sampai ke ujung timur desa, mereka mendapati sebuah rintangan dengan papan besar bertulisan: TIDAK ADA JALAN; di belakangnya berdiri sekelompok besar Shirriff yang membawa tongkat, dengan bulu-bulu menancap di topi mereka; mereka berlagak sok penting, tapi sekaligus agak ketakutan.
"Ada apa ini?" kata Frodo, merasa ingin tertawa.
"Begini, Mr. Baggins," kata pimpinan para Shirriff, seorang hobbit berbulu dua, "kalian ditangkap karena Melanggar Pintu Gerbang, merusak Pengumuman Peraturan, Menyerang Penjaga Gerbang dan Masuk Tanpa Izin, Tidur di Gedung Shire Tanpa Izin, dan Menyogok Penjaga dengan Makanan."
"Apa lagi?" kata Frodo.
"Itu sudah cukup, untuk sementara," kata pimpinan Shirriff.
"Bisa kutambahkan beberapa lagi, kalau kau suka," kata Sam.
"Menghina Ketua-mu, berniat meninju wajahnya yang penuh jerawat, dan menganggap kalian para Shirriff seperti segerombolan orang gila."
"Nah, sudah, Mister, cukup sudah. Perintah Ketua, kalian harus ikut dengan tenang. Kami akan membawa kalian ke Baywater dan menyerahkan kalian pada Anak Buah Ketua; kalau dia sudah menangani masalah kalian, silakan kalian mengutarakan pendapat. Tapi kalau kalian tak ingin ditahan lebih lama daripada yang diperlukan di Lubang Penjara, sebaiknya jangan banyak omong." Tapi dengan jengkel si Shirriff menyaksikan Frodo dan kawan-kawannya tertawa terbahak-bahak.
"Jangan berbicara menggelikan!" kata Frodo.
"Aku akan pergi ke mana pun aku suka, kapan aku suka. Memang aku akan ke Bag End untuk suatu urusan, tapi kalau kau menuntut ikut, nah, itu terserah kalian."
"Baik, Mr. Baggins," kata pemimpin Shirriff, sambil menyingkirkan rintangan.
"Tapi jangan lupa bahwa aku sudah menangkapmu."
"Tidak akan kulupakan," kata Frodo.
"Tidak pernah. Tapi mungkin aku akan memaafkanmu. Aku tidak akan berjalan lebih jauh hari ini, jadi kalau kau bersedia mendampingiku ke Batang Kayu Mengambang, aku akan berterima kasih."
"Itu tidak bisa kulakukan, Mr. Baggins. Penginapan itu sudah tutup. Ada rumah Shirriff di seberang sana. Aku akan membawamu ke sana."
"Baiklah," kata Frodo.
"Berjalanlah di depan, kami akan mengikutimu."
Sam, yang sudah memandang para Shirriff dengan saksama, akhirnya melihat salah satu yang dikenalnya.
"Hai, sini kau, Robin Smallburrowi," panggilnya.
"Aku ingin bicara denganmu." Dengan pandangan malu-malu ke arah pimpinannya, yang tampak marah tapi tidak berani memotong, Shirriff Smallburrow menahan langkahnya dan berjalan di sisi Sam, yang turun dari kudanya.
"Begini, Robin sombong!" kata Sam.
"Kau kan dibesarkan di Hobbiton, seharusnya kau tidak mencegat Mr. Frodo dan sebagainya. Dan apa maksudnya penginapan sudah tutup?"
"Semuanya tutup," kata Robin.
"Ketua tidak suka bir. Begitulah awalnya. Tapi sekarang kuduga anak buahnya yang berkuasa. Dia juga tidak menyukai orang-orang yang mengembara ke sana kemari; jadi, kalau mereka mau atau harus bepergian, mereka harus pergi ke Rumah Shirriff dan menjelaskan urusan mereka."
"Seharusnya kau malu terlibat dengan segala omong kosong ini," kata Sam.
"Kau sendiri dulu lebih senang berada di dalam penginapan daripada di luarnya. Kau selalu mampir, selagi bertugas maupun tidak."
"Sebenarnya aku masih ingin begitu, Sam, kalau bisa. Jangan bersikap keras terhadapku. Aku bisa apa? Kau tahu bagaimana keadaanku tujuh tahun yang lalu sebagai Shirriff, sebelum semua ini terjadi. Sebagai Shirriff aku berkesempatan keliling negeri dan bertemu orangorang, mendengar berita-berita, dan tahu di mana bisa dapat bir bagus. Tapi kini semuanya berbeda."
"Tapi kau kan bisa melepaskannya, berhenti menjadi Shirriff, kalau memang tugas ini sudah bukan pekerjaan terhormat lagi," kata Sam.
"Kami tidak diizinkan," kata Robin.
"Kalau aku dengar lebih banyak lagi kata tidak diizinkan," kata Sam, "aku akan marah besar."
"Rasanya aku tidak akan menyesal melihatmu marah," kata Robin sambil merendahkan suaranya.
"Kalau kita marah bersama-sama, mungkin ada pengaruhnya. Tapi Orang-Orang itu, Sam, Anak Buah Ketua … dia mengirim mereka ke mana-mana, dan kalau ada di antara kami orang-orang kecil melawan untuk mempertahankan hak-hak kami, kami diseret ke Lubang Penjara. Pertama-tama mereka membawa Flourdumpling tua, Will Whitfoot si Wali Kota, dan mereka sudah mengambil banyak yang lainnya. Akhir-akhir ini, semakin buruk. Mereka sekarang sering memukuli."
"Kalau begitu, mengapa kau mau bekerja pada mereka?" kata Sam marah.
"Siapa yang mengirimmu ke Frogmorton?"
"Tidak ada. Kami tinggal di sini, di Rumah Shirriff besar. Sekarang kami menjadi Pasukan Wilayah Timur yang pertama. Seluruhnya ada ratusan Shirriff, dan mereka menginginkan lebih banyak lagi, apalagi dengan banyaknya peraturan baru. Kebanyakan ikut melawan kehendak mereka sendiri, tapi tidak semuanya. Bahkan di Shire ada beberapa yang senang mengorek urusan orang lain dan membual. Lebih buruk lagi: ada yang melakukan pekerjaan mata-mata bagi Ketua dan Anak Buah-nya."
"Ah! Karena itulah kau bisa mendapat kabar tentang kami, bukan?"
"Benar. Kami tidak diizinkan menitipkan pengiriman sekarang, tapi mereka menggunakan layanan Pos Cepat yang lama, dan menyiapkan pesuruh-pesuruh di beberapa titik berbeda. Salah satu datang dari Winthertur tadi malam dengan 'pesan rahasia', dan yang lain menyambung pesan dari sini. Lalu sebuah pesan datang siang tadi, yang mengatakan kau harus ditangkap dan dibawa ke Baywater, tidak langsung ke Lubang Penjara. Rupanya Ketua ingin bertemu kau segera."
"Dia tidak akan begitu bergairah kalau Mr. Frodo sudah membereskannya," kata Sam.
Rumah Shirriff di Frogmorton sama buruknya dengan Rumah Jembatan. Lantainya hanya satu, dengan jendela-jendela sempit yang sama, dibangun dari batu bata pucat yang jelek dan dipasang tidak rapi. Di dalanmya lembap dan suram, makan malam dihidangkan di meja panjang kosong yang sudah berminggu-minggu tidak dibersihkan. Makanannya tidak layak dihidangkan di tempat yang lebih baik. Para pengembara senang ketika meninggalkan tempat itu. Jarak ke Baywater sekitar delapan betas mil, dan mereka berangkat jam sepuluh pagi.
Mereka sebenarnya ingin berangkat lebih awal, tapi penundaan itu jelas-jelas menjengkelkan pimpinan Shirriff. Angin barat sudah beralih ke utara dan semakin dingin, tapi hujan sudah reda.
Iring-iringan yang meninggalkan desa kelihatan agak lucu, meskipun beberapa orang yang keluar dan melongo ketika melihat "dandanan" para pengembara itu tidak begitu yakin apakah mereka boleh tertawa.
Selusin Shirriff sudah diperintahkan mengawal para "tahanan", tapi Merry menyuruh mereka berjalan di depan, sementara Frodo dan kawankawannya naik kuda di belakang. Merry, Pippin, dan Sam duduk santai sambil tertawa bercakap-cakap dan bernyanyi, sementara Para Shirriff berjalan tersandung-sandung sambil berusaha kelihatan galak dan penting. Tapi Frodo diam saja, kelihatan agak sedih dan merenung.
Orang terakhir yang mereka lewati adalah seorang hobbit tua kekar yang sedang memangkas pagar.
"Halo, halo!" ejeknya.
"Siapa menawan siapa?" Dua di antara para Shirriff langsung meninggalkan rombongan dan menghampirinya.
"Pimpinan!" kata Merry.
"Perintahkan anak buahmu kembali ke tempat mereka segera, kalau kau tidak ingin aku menangani mereka!" Kedua hobbit kembali dengan merengut ketika ditegur keras oleh pimpinan mereka.
"Sekarang maju terus!" kata Merry, setelah itu para pengembara sengaja mengatur kecepatan langkah kuda mereka untuk mendorong para Shirriff berjalan secepat mungkin. Matahari keluar, dan meski angin dingin berembus, tak lama kemudian mereka sudah terengah-engah dan bercucuran keringat.
Di Batu Wilayah Tiga mereka menyerah. Mereka sudah berjalan hampir empat belas mil dengan hanya satu kali istirahat saat tengah hari.
Mereka lapar dan kaki mereka sakit sekali, dan mereka tidak tahan berjalan secepat itu.
"Nah, ikuti kecepatanmu sendiri saja!" kata Merry.
"Kami akan jalan terus."
"Selamat tinggal, Robin sombong!" kata Sam.
"Kau kutunggu di luar Naga Hijau, kalau kau belum lupa tempatnya. Jangan buang-buang waktu di jalan!"
"Kau melanggar penahanan," pimpinan Shirriff menyesali mereka, "dan aku tidak bertanggung jawab atas itu."
"Kami akan melanggar banyak hal, dan tidak akan minta kau bertanggung jawab," kata Pippin.
"Semoga kau beruntung!"
Para pengembara melaju terus. Ketika matahari mulai terbenam mendekati Downs Putih jauh di ufuk barat, mereka tiba di Baywater dekat telaganya yang luas; di sana mereka mendapati kejutan pertama yang sungguh memilukan. Ini negeri Frodo dan Sam, dan baru sekarang mereka menyadari bahwa mereka sangat mencintainya, melebihi tempat lain di dunia. Banyak rumah yang mereka kenal sudah hilang.
Beberapa rupanya sudah terbakar. Barisan lubang hobbit yang menyenangkan di tebing sisi utara Telaga sudah kosong, dan kebun-kebun kecil mereka yang dulu menghampar sampai ke tepi air telaga, dipenuhi rumput-rumput liar. Lebih buruk lagi, ada jajaran rumah baru yang jelek di sepanjang Tepi Telaga, tempat jalan Hobbiton menjulur dekat ke tebing. Dulu di sana berdiri barisan pepohonan. Sekarang semuanya lenyap. Ketika memandang cemas ke arah Bag End, mereka melihat cerobong asap tinggi dari bata di kejauhan asap hitam keluar dari cerobong, membubung di udara senja.
Sam marah sekali.
"Aku akan jalan terus, Mr. Frodo!" teriaknya.
"Aku akan memeriksa keadaan. Aku ingin mencari ayahku."
"Sebaiknya kita mencari tahu dulu, apa yang menunggu kita, Sam," kata Merry.
"Kuduga si 'Ketua' sudah menyiagakan segerombolan bajingan. Sebaiknya kita mencari orang yang bisa menceritakan keadaan di sekitar sini." Tapi di Desa Baywater semua rumah dan lubang tertutup, dan tak ada yang menyambut mereka. Mereka heran sekali, tapi segera menemukan penyebabnya. Ketika sampai ke Naga Hijau, rumah terakhir di sisi Hobbiton yang kini kosong melompong dan berjendela pecah-pecah, mereka kaget melihat selusin orang jahat bersandar pada tembok penginapan; orang-orang itu bermata juling dan berwajah pucat.
"Seperti teman si Bill Ferny di Bree," kata Sam.
"Seperti yang banyak kuIihat di Isengard," gerutu Merry.
Para bajingan memegang pentungan dan membawa terompet pada sabuk mereka, tapi tidak membawa senjata lain, sejauh terlihat. Ketika para pengembara itu maju, bajingan-bajingan itu meninggalkan tembok dan melangkah ke jalan, sambil menghalangi mereka.
"Mau ke mana kau?" kata salah satu, yang paling besar dan tampak paling jahat di antara para awak itu.
"Kalian tidak boleh jalan terus. Dan di mana para Shirriff yang mulia itu?"
"Masih di belakang," kata Merry.
"Agak capek jalan kaki, mungkin. Kami berjanji menunggu mereka di sini."
"Persetan, apa kubilang?" kata bajingan itu pada kawan-kawannya.
"Sudah kukatakan pada Sharkey, jangan percaya pada orang-orang kecil tolol itu. Mestinya orang-orang kita yang dikirim."
"Apa bedanya kalau begitu?" kata Merry.
"Kami tidak biasa bertemu bantalan kaki di negeri ini, tapi kami tahu bagaimana menangani mereka."
"Bantalan kaki, heh?" kata orang itu.
"Jadi, begitu caramu berbicara, Ya? Ubah sikapmu, kalau tidak, kami yang akan mengubahnya. Kalian orang-orang kecil mulai bertingkah. Jangan terlalu mengharapkan kebaikan hati Pemimpin. Sharkey sudah datang sekarang, dan dia akan melakukan apa kata Sharkey."
"Melakukan apa?" kata Frodo tenang.
"Negeri ini perlu dibangun dan diatur dengan hukum," kata bajingan itu, "dan Sharkey akan melakukannya; dia bisa main kasar, kalau terpaksa. Kalian butuh Pemimpin yang lebih besar. Dan kalian akan memperolehnya, sebelum tahun ini berakhir, kalau masih banyak gangguan. Lalu kalian akan belajar beberapa hal, bangsa tikus kecil."
"Memang. Aku senang mendengar rencana-rencanamu," kata Frodo.
"Aku sedang dalam perjalanan menemui Mr. Lotho, dan dia mungkin juga tertarik mendengarnya." Bajingan itu tertawa.
"Lotho! Dia sudah tahu. Jangan khawatir. Dia akan melakukan apa kata Sharkey. Sebab kalau seorang Ketua membuat masalah, kami bisa menggantinya. Tahu? Dan kalau orang-orang kecil mencoba mencampuri hal-hal yang bukan urusan mereka, kami bisa membungkam kenakalan mereka. Tahu?"
"Ya, aku tahu," kata Frodo.
"Pertama-tama, kulihat kau sudah ketinggalan zaman dan berita. Sudah banyak yang terjadi sejak kau meninggalkan Selatan. Masa jayamu sudah berakhir, begitu juga masa semua bajingan yang lain. Menara Kegelapan sudah jatuh, dan sudah ada Raja di Gondor. Isengard sudah dimusnahkan, dan majikanmu yang hebat sudah menjadi pengemis di belantara. Aku bertemu dia di jalan. Utusan-utusan Raja yang sekarang akan melaju lewat Jalan Hijau, bukan penggertak-penggertak dari Isengard." Orang itu menatapnya dan tersenyum.
"Pengemis di belantara!" ejeknya.
"Oh, begitu ya? Membual, membual, kau penyombong kecil. Tapi itu tidak akan menghentikan kami tetap tinggal di negerimu yang kecil makmur, di mana kalian sudah terlalu lama bermalasmalasan. Dan …," ia menjentikkan jarinya di depan wajah Frodo, "utusan-utusan Raja! Tidak ada artinya, tahu! Kalau aku melihat satu, mungkin, baru kuperhatikan." Bagi Pippin ini sudah keterlaluan. Pikirannya menerawang ke Padang Cormallen, dan di sini ada bangsat bermata juling yang menyebut Pembawa Cincin "penyombong kecil". Pippin menyingkap jubahnya, menghunus pedang, warna perak dan hitam Gondor berkilauan pada tubuhnya ketika ia maju.
"Aku utusan Raja," katanya.
"Kau berbicara dengan sahabat Raja, yang paling termasyhur di semua negeri Barat. Kau bajingan bodoh.
Berlutut di jalan dan minta maaf, kalau tidak kutancapkan pedang ke tubuhmu!" Pedangnya bersirar-sinar dalam cahaya matahari yang sedang terbenam. Merry dan Sam juga menghunus pedang mereka dan maju untuk mendukung Pippin; tapi Frodo tidak bergerak. Para bajingan mundur. Selama ini mereka selalu menakut-nakuti petani-petani dari Bree, dan menggertak hobbit-hobbit yang kebingungan. Hobbit-hobbit yang tidak takut pada pedang kemilau dan wajah garang merupakan kejutan besar. Dan dalam suara para pendatang baru ini terdengar nada yang belum pernah mereka dengar. Mereka sampai membeku ketakutan.
"Pergi!" kata Merry.
"Kalau kalian mengganggu desa ini lagi, kalian akan menyesal." Ketiga hobbit maju terus, para bajingan berbalik dan lari, melewati jalan Hobbiton; tapi mereka meniup terompet sambil berlari.
"Nah, kita tidak kembali terlalu cepat," kata Merry.
"Memang tidak terlalu cepat, tidak satu hari pun. Bahkan mungkin agak terlambat, setidaknya untuk menyelamatkan Lotho," kata Frodo.
"Si bodoh yang malang, aku kasihan padanya."
"Menyelamatkan Lotho? Apa maksudmu?" kata Pippin.
"Mestinya dia dihancurkan, menurutku."
"Kau tidak sepenuhnya mengerti masalah ini, Pippin," kata Frodo.
"Lotho tidak pernah berniat membuat keadaan jadi seperti ini. Dia memang bodoh dan jahat, tapi kini dia terjebak. Para bajingan inilah yang menjarah, merampok dan menggertak, mengatur atau menghancurkan semua sekehendak hati mereka, dengan memakai namanya. Bahkan tak lama lagi sudah bukan atas nama dia. Kurasa sekarang dia menjadi tawanan di Bag End, dan sedang sangat ketakutan. Seharusnya kita mencoba menyelamatkannya."
"Nah, aku benar-benar kaget!" kata Pippin.
"Dari semua akhir pengembaraan kita, ini yang paling tidak terpikir olehku: harus bertarung melawan setengah-Orc dan bajingan di Shire sendiri demi menyelamatkan Lotho si Jerawat!"
"Bertarung?" kata Frodo.
"Nah, mungkin saja. Tapi ingat: tidak boleh membunuh hobbit, meski mereka sudah menyeberang ke pihak lawan.
Benar-benar menyeberang, maksudku; bukan sekadar mematuhi perintah para bajingan karena mereka ketakutan. Belum pernah ada hobbit yang saling bunuh dengan sengaja di Shire, dan tidak boleh sampai ada preseden. Bahkan jangan sampai ada yang dibunuh sama sekali, bila mungkin. Tahan amarah dan tangan kalian sampai saat terakhir sebisa mungkin!"
"Tapi kalau bajingan ini banyak," kata Merry, "berarti pertempuran akan terjadi. Kau tidak akan bisa menyelamatkan Lotho, atau Shire, hanya dengan terkejut dan sedih, Frodo sayang."
"Tidak," kata Pippin.
"Tidak akan mudah menakut-nakuti mereka untuk kedua kalinya. Mereka terkejut. Kaudengar terompetnya berbunyi? Rupanya banyak bajingan lain di dekat sini. Mereka akan Jauh lebih berani kalau jumlah mereka lebih banyak. Sebaiknya kita mencari persembunyian untuk malam ini. Bagaimanapun, kita cuma berempat, meskipun kita bersenjata."
"Aku punya gagasan," kata Sam.
"Mari kita pergi ke rumah Tom Cotton tua di Lorong Selatan! Dia orang yang gagah. Dan dia punya banyak anak laki-laki, kawan-kawanku dulu."
"Tidak," kata Merry.
"Tidak baik kalau 'bersembunyi'. Justru itu yang dilakukan semua orang selama ini, dan yang mereka sukai. Mereka pasti akan menyerang kita dengan kekuatan besar, memojokkan kita, lalu mendesak kita keluar, atau membakar kita. Tidak, kita harus melakukan sesuatu segera."
"Melakukan apa?" kata Pippin.
"Bangunkan Shire!" kata Merry.
"Sekarang! Bangunkan semua orang kita! Mereka benci ini semua, kita bisa lihat itu: semuanya kecuali satu dua bajingan, dan beberapa orang bodoh yang ingin jadi orang penting, Tapi tidak mengerti apa sebenarnya yang sedang terjadi. Penduduk Shire sudah begitu lama hidup nyaman, sampai tidak tahu harus berbuat apa. Mereka hanya butuh pemantik api, sebenarnya, lalu semangat mereka akan bangkit. Pasti Anak Buah Ketua tahu itu. Mereka akan mencoba menginjak-injak kita dan dengan cepat memusnahkan kita.
Kita hanya punya waktu singkat sekali."
"Sam, larilah ke peternakan Cotton, kalau kau mau. Dia orang paling berkuasa di sini, dan paling tabah. Ayo! Aku akan meniup terompet Rohan, dan memperdengarkan musik yang belum pernah didengar orang-orang di sini."
Mereka menunggang kuda kembali ke pusat desa. Di sana Sam membelok dan menderap cepat melewati jalan yang menuju rumah Cotton di selatan. Ia belum pergi jauh ketika mendengar bunyi terompet nyaring berkumandang di udara. Jauh ke atas bukit dan padang bunyinya bergema; begitu memaksa sampai Sam sendiri hampir berbalik dan berlari kembali. Kudanya mendompak dan meringkik.
"Maju, kudaku, maju!" teriaknya.
"Sebentar lagi kita kembali." Lalu ia mendengar Merry mengubah bunyi nada terompetnya, dan berkumandanglah bunyi terompet Buckland, menggetarkan udara.
Bangun! Bangun! Awas, Api, Musuh! Bangun! Api, Musuh! Bangun!
Di belakangnya Sam mendengar ingar-bingar suara dan bunyi berisik keras serta bantingan pintu-pintu. Di depannya cahaya-cahaya mulai menyala dalam gelap; anjing-anjing menyalak; kaki-kaki datang berlarian. Sebelum ia sampai ke ujung jalan sudah tampak Petani Cotton dengan tiga putranya, Tom Muda, Jolly, dan Nick, bergegas mendekatinya. Mereka memegang kapak, dan menghalangi jalan Sam.
"Bukan! Itu bukan salah satu bajingan," Sam mendengar petani itu berkata.
"Ini hobbit, kalau melihat ukurannya, tapi berpakaian aneh. Half" serunya.
"Siapa kau, dan ada ribut-ribut apa?"
"Aku Sam, Sam Gamgee. Aku sudah kembali." Petani Cotton maju menghampirinya dan memandangnya dalam cahaya senja.
"Nah!" serunya.
"Suaranya memang benar, dan wajahmu tidak lebih jelek daripada sebelumnya, Sam. Tapi bila bertemu denganmu di jalan, aku pasti tidak mengenalimu. Rupanya kau sudah pergi ke negeri-negeri asing. Kami khawatir kau sudah mati."
"Aku belum mati!" kata Sam.
"Begitu juga Mr. Frodo. Dia ada di sini bersama kawan-kawannya. Dan itulah tugas malam ini. Mereka sedang membangunkan Shire. Kami akan menghancurkan bajingan-bajingan itu, Ketua mereka juga. Kami akan mulai sekarang."
"Bagus, bagus!" teriak Petani Cotton.
"Terjadi juga akhirnya! Sepanjang tahun ini aku sudah gatal ingin memberontak, tapi orang-orang tidak mau membantu. Lagi pula, aku harus memikirkan istriku dan Rosie. Bajingan-bajingan ini tega melakukan apa pun. Tapi ayolah sekarang, anak-anak! Baywater sudah bangun! Kita harus terlibat!"
"Bagaimana dengan Mrs. Cotton dan Rosie?" kata Sam.
"Belum aman untuk meninggalkan mereka sendirian."
"Nibs ada bersama mereka. Tapi kau bisa pergi membantunya, kalau kau mau," kata Petani Cotton sambil nyengir. Lalu Ia dan putraputranya berlari menuju desa.
Sam bergegas ke rumah petani itu. Di pintu bundar yang besar, di Puncak tangga yang naik dari halaman luas, berdiri Mrs. Cotton dan Rosie, serta Nibs di depan mereka, memegang garpu rumput.
"Ini aku!" teriak Sam sambil berlari naik.
"Sam Gamgee! Jangan coba menusukku, Nibs. Aku memakai rompi logam." Sam melompat turun dari kudanya dan menaiki tangga. Mereka memandangnya sambil diam.
"Selamat malam, Mrs. Cotton!" katanya.
"Halo, Rosie!"
"Halo, Sam!" kata Rosie.
"Ke mana saja kau? Kata orang-orang kau sudah mati; tapi aku sudah menunggumu sejak Musim emi. Kau memang tidak buru-buru, ya?"
"Mungkin tidak," kata Sam malu.
"Tapi sekarang aku bergegas. Kami akan menyerang bajingan-bajingan, dan aku harus kembali ke Mr.
Frodo. Tapi kupikir aku akan melihat sebentar keadaan Mrs, Cotton, dan kau, Rosie."
"Kami baik-baik saja, terima kasih," kata Mrs. Cotton.
"Atau seharusnya begitu, kalau bukan karena para bajingan penjarah itu."
"Nah, pergilah sekarang!" kata Rosie.
"Kalau selama ini kau menjaga Mr. Frodo, kenapa kau meninggalkannya justru saat keadaan mulai berbahaya?" Pertanyaan itu terlalu berat bagi Sam. Bisa makan waktu seminggu kalau mau menjelaskannya, atau lebih baik tidak dijawab sama sekali. la berbalik dan menaiki kudanya lagi. Tapi ketika Ia berangkat, Rosie berlari menuruni tangga.
"Menurutku kau tampak hebat, Sam," katanya.
"Pergilah sekarang! Tapi jagalah dirimu, dan kembalilah segera setelah membereskan para bajingan itu!"
Ketika Sam kembali, Ia mendapati seluruh penduduk desa sudah bangun. Sudah lebih dari seratus hobbit kekar, selain banyak pemuda, berkumpul sambil membawa kapak, palu berat, pisau panjang, dan tongkat besar; beberapa membawa busur untuk berburu. Masih banyak lagi yang berdatangan dari peternakan-peternakan yang lebih jauh letaknya.
Beberapa penduduk desa sudah menyalakan api besar, hanya untuk meramaikan suasana, juga karena itu merupakan salah satu hal yang dilarang Ketua. Api berkobar terang sementara malam datang. Beberapa yang lain, atas perintah Merry, sedang memasang rintangan melintang di jalan, di setiap ujung desa. Ketika para Shirriff datang ke pinggir yang lebih rendah, mereka tercengang; tapi begitu melihat apa yang terjadi, kebanyakan dari mereka mencopot bulu di topi mereka dan bergabung dalam pemberontakan itu. Yang lainnya menyelinap pergi.
Sam mendapati Frodo dan kawan-kawannya sedang berdiri dekat api dan berbicara dengan Tom Cotton tua, sementara kerumunan orang Baywater mengelilingi mereka dan memandang melongo.
"Nah, apa tindakan berikutnya?" kata Petani Cotton.
"Belum bisa kukatakan," kata Frodo, "sampai aku tahu lebih banyak. Berapa bajingan yang ada?"
"Itu sulit dikatakan," kata Cotton.
"Mereka datang dan pergi. Kadang-kadang ada lima puluh orang di bangsal-bangsal mereka di jalan Hobbiton; tapi dari sana mereka keluar untuk menjelajah ke sana kemari, sambil mencuri, atau yang mereka sebut 'mengumpulkan'. Meski begitu, setidaknya selalu ada dua puluh orang yang mendampingi Majikan, begitu mereka memanggilnya. Dia ada di Bag End, atau dulu begitu; tapi sekarang dia tidak pergi keluar dari wilayah itu. Sudah sekitar seminggu dua minggu tidak ada yang melihatnya; tapi OrangOrang itu tidak mengizinkan kami mendekat."
"Hobbiton bukan satu-satunya tempat mereka berada, bukan?" kata pippin.
"Tidak, sayang sekali," kata Cotton.
"Kudengar cukup banyak yang berada di selatan, di Longbottom dan Sam Ford; beberapa lagi bersembunyi di Woody End; mereka juga punya bangsal-bangsal di Waymeet. Lalu ada Lubang Penjara, begitu mereka menyebutnya: terowongan gudang lama di Michel Delving yang sudah diubah jadi penjara bagi mereka yang melawan. Tapi menurut hitunganku jumlah bajingan di seluruh Shire belum sampai tiga ratus orang. Kita bisa menguasai mereka, kalau kita bersatu."
"Apa mereka punya senjata?" tanya Merry.
"Cambuk, pisau, pentungan, cukup untuk pekerjaan kotor mereka: hanya itu yang tampak sejauh ini," kata Cotton.
"Tapi aku yakin mereka punya perlengkapan lain, kalau terpaksa bertarung. Beberapa punya busur, setidaknya. Mereka sudah menembak beberapa orang kita."
"Nah, Frodo!" kata Merry.
"Aku sudah tahu kita pasti harus bertarung. Mereka yang memulai pembunuhan."
"Sebenarnya bukan begitu," kata Cotton.
"Setidaknya bukan penembakan. Kaum Took yang memulainya. Kau tahu, ayahmu, Mr. Peregrin, sudah sejak dulu dia tidak suka pada si Lotho: dia bilang kalau ada yang mau memainkan peran sebagai ketua saat ini, seharusnya Penguasa Shire yang sesungguhnya, bukan orang yang baru naik daun. Dan ketika Lotho mengirim anak buahnya, mereka tidak berhasil mendapatkan apa-apa. Memang kaum Took beruntung, mereka punya lubang-lubang yang dalam sekali di Bukit Hijau, Smials Besar, dan sekitarnya, dan para bajingan tak bisa menyerang mereka; dan mereka tidak mengizinkan para bajingan masuk ke negeri mereka. Kalau bajingan-bajingan itu nekat juga, para Took memburu mereka. Kaum Took menembak tiga bajingan karena merampas dan merampok. Setelah itu para bajingan semakin jahat. Dan mereka menjaga ketat Tookland. Tak ada yang bisa masuk maupun keluar dari sana sekarang."
"Bagus untuk kaum Took!" seru Pippin.
"Tapi seseorang akan masuk lagi, sekarang. Aku akan pergi ke Smials. Ada yang mau ikut denganku ke Tuckborough?" Pippin berangkat bersama kira-kira setengah lusin anak muda, naik kuda.
"Sampai bertemu lagi segera!" teriaknya.
"Hanya empat belas mil melewati padang-padang. Aku akan kembali membawa sepasukan Took besok pagi." Merry meniupkan terompet di belakang mereka ketika mereka melaju pergi dalam kegelapan malam. Orang-orang bersorak-sorai.
"Bagaimanapun," kata Frodo pada semua yang berdiri di dekatnya "aku tidak ingin ada pembunuhan, meski terhadap para bajingan sekalipun, kecuali terpaksa, bila harus mencegah mereka mencederai para hobbit."
"Baik!" kata Merry.
"Tapi sekarang kita bisa sewaktu-waktu dikunjungi gerombolan Hobbiton. Mereka tidak akan datang hanya untuk membahas masalah. Kita coba menghadapi mereka dengan cermat; tapi kita harus siap menghadapi yang terburuk. Aku punya gagasan."
"Baiklah," kata Frodo.
"Kau yang mengatur." Tepat pada saat itu beberapa hobbit, yang sudah dikirim mengintai Hobbiton, datang berlarian.
"Mereka datang!" kata mereka.
"Sekitar dua puluhan lebih. Tapi ada dua yang pergi ke barat melintasi negeri."
"Pasti ke Waymeet," kata Cotton, "untuk menjemput lebih banyak anggota gerombolan. Nah, itu pulang-balik masing-masing lima belas mil.
Kita tidak perlu khawatir dulu tentang mereka." Merry bergegas pergi untuk mengeluarkan perintah-perintah. Petani Cotton mengosongkan jalan, menyuruh semuanya masuk ke rumah, kecuali para hobbit yang lebih tua dan mempunyai senjata. Mereka tidak perlu menunggu lama. Segera mereka mendengar suara-suara keras, lalu bunyi langkah kaki berat. Tak lama kemudian sepasukan bajingan datang lewat jalan. Melihat rintangan itu mereka tertawa. Mereka tidak membayangkan bahwa di negeri kecil ini ada yang bisa melawan dua puluh orang macam mereka bersama-sama.
Para hobbit membuka rintangan dan berdiri di sisi jalan.
"Terima kasih!" ejek Orang-Orang itu.
"Sekarang larilah pulang dan tidur sebelum kalian dicambuk." Lalu mereka melangkah sepanjang jalan sambil berteriak, "Matikan lampu-lampu! Masuk ke rumah dan tetap di dalam! Atau kami akan membawa lima puluh hobbit ke Lubang Penjara untuk setahun. Masuk! Majikan sudah kehilangan kesabarannya." Tak ada yang menghiraukan perintah-perintah para bajingan; saat para bajingan sudah lewat, diam-diam para hobbit berbaris di belakang dan mengikuti mereka. Ketika Orang-Orang itu sampai ke api, tampak Petani Cotton berdiri sendirian sambil menghangatkan tangannya.
"Siapa kau, dan apa yang sedang kaulakukan?" kata pemimpin gerombolan bajingan.
Petani Cotton perlahan-lahan menoleh memandangnya.
"Aku baru saja mau menanyakan itu padamu," katanya.
"Ini bukan negerimu, dan kau tidak diinginkan di sini."
"Nah, tapi kau dicari," kata pimpinan bajingan.
"Kami mau menangkapmu. Tangkap dia, anak-anak! Lubang Penjara untuk dia, dan buat dia diam!" Orang-Orang itu maju satu langkah, lalu berhenti mendadak. Raungan suara membubung di sekitar mereka, dan tiba-tiba mereka menyadari bahwa Petani Cotton tidak sendirian. Mereka terkepung. Dalam gelap di pinggir lingkaran cahaya api, berdiri lingkaran hobbit yang diamdiam keluar dari dalam bayangan. Hampir dua ratus jumlah mereka, semuanya memegang senjata.
Merry melangkah maju.
"Kita sudah pernah bertemu," katanya pada pemimpin bajingan, "dan sudah kuperingatkan kau jangan kembali ke sini. Sekarang aku memperingatkanmu kembali: kau berdiri dalam cahaya dan sudah dikepung para pemanah. Kalau kau menyentuh petani ini dengan satu jari saja, atau menyentuh siapa pun, kau akan ditembak. Letakkan senjatamu!" Pemimpin bajingan melihat sekeliling. Ia terperangkap. Tapi ia tidak takut, karena didampingi segerombolan kawan yang mendukungnya. la hanya tahu sedikit tentang para hobbit, sehingga tidak menyadari bahaya yang mengancam. Dengan bodoh Ia memutuskan untuk bertarung.
Rasanya akan mudah sekali melepaskan diri.
"Serbu mereka, anak-anak!" teriaknya.
"Biar mereka tahu rasa!" Dengan pisau panjang di tangan kiri dan pentungan di tangan kanan Ia lari mendekati lingkaran, mencoba keluar, kembali ke arah Hobbiton.
Ia mengarahkan pukulan keras pada Merry yang menghalangi jalannya. Ia jatuh mati dengan empat panah menancap di tubuhnya.
Itu sudah cukup bagi yang lainnya. Mereka menyerah. Senjata mereka dilucuti, dan mereka diikat bersama, dibawa masuk ke sebuah gubuk kosong yang mereka buat sendiri. Di sana tangan dan kaki mereka diikat, dan mereka ditahan dengan penjagaan. Pemimpin yang sudah mati diseret pergi dan dikuburkan.
"Kelihatannya terlalu mudah, bukan?" kata Cotton.
"Sudah kukatakan kita bisa menguasai mereka. Tapi kami butuh pemimpin. Kau kembali tepat pada waktunya, Mr. Merry."
"Masih banyak yang harus dilakukan," kata Merry.
"Kalau perhitunganmu benar, maka kita baru menangani sebagian kecil saja dari mereka.
Tapi sekarang sudah gelap. Kurasa pukulan berikutnya harus menunggu sampai pagi. Lalu kita harus mengunjungi Ketua."
"Kenapa tidak sekarang?" kata Sam.
"Belum jauh lewat jam enam, Dan aku ingin bertemu ayahku. Kau tahu bagaimana keadaannya, Mr.
Cotton?"
"Keadaannya tidak begitu baik, juga tidak begitu buruk, Sam," kata si petani.
"Mereka membongkar Bagshot Row, dan itu pukulan menyedihkan baginya. Dia ada di salah satu rumah baru yang biasa dibangun Anak Buah Ketua ketika mereka masih giat bekerja selain membakar dan mencuri: tidak sampai satu mil dari pinggir Baywater. Tapi kadang-kadang dia mengunjungiku, kalau ada kesempatan, dan kelihatannya dia makan lebih baik daripada beberapa orang yang lebih malang. Semuanya tentu saja melanggar Aturan. Aku ingin menampungnya di rumahku, tapi itu tidak diizinkan."
"Terima kasih, Mr. Cotton, aku tidak akan melupakan itu," kata Sam.
"Tapi aku ingin melihatnya. Majikan dan Sharkey yang mereka bicarakan itu mungkin saja melakukan sesuatu yang jahat sebelum esok pagi."
"Baiklah, Sam," kata Cotton.
"Pilihlah satu-dua pemuda, pergi dan jemputlah dia dan bawa ke rumahku. Kau tidak perlu pergi ke dekat desa lama Hobbiton di seberang Air. Jolly putraku akan menunjukkan jalannya padamu."
Sam pergi. Merry mengatur pengamat-pengamat di sekeliling desa dan penjaga di tempat barikade untuk bertugas sepanjang malam. Lalu Ia dan Frodo pergi bersama Petani Cotton. Mereka duduk bersama keluarga itu di dapur yang hangat, dan keluarga Cotton mengajukan beberapa pertanyaan basa-basi tentang lawatan mereka, tapi hampir tidak mendengarkan jawabannya; mereka jauh lebih memikirkan kejadian-kejadian di Shire.
"Semuanya berawal dari si Jerawat, begitu kami memanggilnya," kata Petani Cotton, "dan mulainya segera setelah kau pergi, Mr. Frodo. Si Jerawat punya gagasan-gagasan aneh. Kelihatannya dia ingin memiliki segalanya sendirian, dan memerintah orang-orang lain. Ternyata dia sudah memiliki jauh lebih banyak daripada yang sewajarnya; dan dia selalu meraih lebih banyak, meskipun tidak jelas dari mana dia mendapat uangnya: penggilingan, gudang gandum, penginapan, peternakan, dan perkebunan daun tembakau. Dia sudah membeli penggilingan Sandyman sebelum datang ke Bag End, rupanya."
"Tentu saja dia punya modal awal dari harta warisan ayahnya di Wilayah Selatan; dan rupanya dia menjual banyak daun tembakau terbagus, dan mengirimkannya diam-diam selama setahun dua-tahun. Tapi di akhir tahun lalu dia mulai mengirimkan banyak sekali barang, bukan hanya daun. Persediaan bahan mulai kurang, apalagi musim dingin sudah menjelang. Orang-orang mulai marah, tapi dia sudah punya jawabannya. Banyak sekali orang, kebanyakan bajingan, datang dengan kereta-kereta besar, beberapa untuk membawa barang-barang ke selatan, dan yang lain untuk tetap berdiam di sini. Kemudian lebih banyak lagi yang datang. Dan sebelum kami menyadari sepenuhnya, mereka sudah bercokol di sana-sini di seluruh Shire, menebang pohon, menggali, dan membangun bangsal-bangsal dan rumah-rumah sekehendak mereka. Mulanya barang-barang dan kerusakan dibayar oleh si Jerawat; tapi tak lama kemudian mereka mulai sok kuasa dan mengambil apa saja yang mereka inginkan."
"Lalu ada sedikit gangguan, tapi tidak cukup besar. Will tua si Wali Kota pergi ke Bag End untuk menyampaikan protes, tapi dia tak pernah sampai ke sana. Bajingan-bajingan menangkapnya, dan mengurungnya di sebuah lubang di Michel Delving, dan di sanalah dia sekarang berada. Setelah itu, kira-kira setelah Tahun Baru; tidak ada lagi wali kota, dan si Jerawat menyebut dirinya sendiri Ketua Shirriff, atau hanya Ketua, dan berbuat sesukanya; kalau ada yang 'bertingkah', mereka mengalami nasib seperti Will. Maka keadaan makin lama makin buruk.
Tidak ada rumput pipa lagi, kecuali untuk Orang-Orang itu. Ketua tidak suka bir, kecuali untuk Orang-Orangnya, dan dia menutup semua penginapan; segalanya, kecuali Aturan, semakin menyusut, kecuali bila ada yang bisa menyembunyikan sedikit untuk diri sendiri, saat para bajingan berkeliling mengumpulkan barang untuk 'dibagi-bagikan secara adil': artinya mereka yang mendapatkannya dan kami tidak, kecuali remah-remah sisa yang bisa diperoleh di Rumah-Rumah Shirriff, kalau kau mengerti. Semuanya buruk sekali. Tapi sejak Sharkey datang, segalanya benar-benar hancur berantakan."
"Siapa Sharkey. ini?" kata Merry.
"Kudengar salah satu bajingan menyebutnya."
"Tampaknya dia bajingan terbesar di antara mereka semua," jawab Cotton.
"Sekitar masa panen terakhir, akhir September mungkin, kamu pertama kali mendengar tentang dia. Kami belum pernah melihatnya, tapi dia berada di Bag End; dia yang jadi Ketua sebenarnya sekarang.
Semua bajingan melakukan perintahnya; dan kebanyakan dia menyuruh: ganyang, bakar, dan hancurkan; kini bahkan sampai membunuh.
Sudah sama sekali tidak masuk akal, bahkan akal jahat sekalipun. Mereka menebang pohon dan membiarkannya menggeletak, mereka membakar rumah dan tidak membangun yang baru lagi."
"Misalnya saja penggilingan Sandyman. Si Jerawat merobohkannya tak lama sesudah dia datang ke Bag End. Lalu dia memasuldcan segerombolan Orang yang kelihatan kotor, untuk membangun yang lebih besar dan mengisinya dengan roda-roda dan alat-alat aneh lainnya.
Hanya si bodoh Ted yang senang, dan dia bekerja di sana, membersihkan roda-roda untuk Orang-Orang itu, di tempat ayahnya pernah menjadi Penggiling dan berkuasa sendiri. Tujuan si Jerawat adalah menggiling semakin cepat dan semakin banyak, begitu katanya. Dia punya penggilingan-penggilingan lain semacam itu. Tapi kau harus punya biji gandum sebelum bisa menggiling; dan sudah tidak ada lagi bahan untuk digiling di penggilingan lama maupun yang baru. Tapi sejak Sharkey datang mereka tidak lagi menggiling gandum sama sekali.
Mereka selalu memukul palu, mengeluarkan asap dan bau busuk, bahkan di malam hari pun tidak ada ketenangan di Hobbiton. Dan mereka membuang kotoran dengan sengaja; mereka sudah mengotori semua Air di bawah, yang sudah mulai mengalir masuk ke Brandywine. Kalau mereka bermaksud menjadikan Shire gurun, maka mereka berhasil. Menurutku bukan si bodoh Jerawat yang berada di balik itu semua.
Menurutku ini ulah Sharkey."
"Benar!" sela Tom Muda.
"Mereka juga menangkap ibu tua si Jerawat, Lobelia itu, padahal dia sayang pada ibunya, meski tidak ada orang lain yang menyukainya. Beberapa orang Hobbiton melihatnya. Lobelia melangkah sepanjang jalan dengan payungnya yang usang. Beberapa bajingan sedang berjalan mendaki sambil membawa gerobak besar."
"'Ke mana kalian pergi?' kata Lobelia.
"Ke Bag End," kata mereka.
"'Untuk apa?' kata Lobelia.
"Membangun beberapa bangsal untuk Sharkey," kata mereka.
"Kata siapa kalian boleh membangunnya?" kata Lobelia.
"Sharkey," kata mereka.
"Jadi, menyingkir dari sini, kau cerewet tua!"
"Peduli amat dengan Sharkey-mu, bajingan kotor, pencuri!" kata Lobelia sambil mengacungkan payungnya dan membidik pemimpin para bajingan yang hampir dua kali lebih besar tubuhnya. Maka mereka menangkapnya. Menyeretnya ke Lubang Penjara, padahal dia sudah setua itu. Mereka juga menangkap yang lain yang lebih kami sesali, tapi tak bisa disangkal bahwa Lobelia menunjukkan semangat lebih tinggi daripada kebanyakan hobbit lain.
Di tengah pembicaraan ini Sam datang, menyerbu masuk bersama ayahnya. Gamgee tua tidak kelihatan jauh lebih tua, tapi sedikit lebih tuli.
"Selamat malam, Mr. Baggins!" katanya.
"Aku benar-benar senang melihatmu kembali dengan selamat. Tapi ada keluhan yang perlu kusampaikan padamu, kalau aku boleh sedikit lancang. Seharusnya kau tidak menjual Bag End, seperti sudah selalu kubilang. Itu akar dari semua kejahatan yang terjadi. Dan sementara kau mengembara di negeri-negeri asing, memburu Orang-Orang Hitam ke pegunungan, seperti yang kudengar dari putraku Sam, meski untuk apa, tidak dia jelaskan, mereka membongkar Bagshot Row dan merusak kentang-kentangku!"
"Aku menyesal sekali, Mr. Gamgee," kata Frodo.
"Tapi kini aku sudah kembali, aku akan berusaha mengganti kerugianmu."
"Nah, bagus sekali kalau begitu," kata pria tua itu.
"Mr. Frodo Baggins memang seorang gentle hobbit, sudah sering kubilang begitu, apa pun pendapatmu tentang anggota keluarga lainnya, mohon maaf. Kuharap putraku Sam bersikap sopan dan banyak membantumu?"
"Dia sangat membantu, Mr. Gamgee," kata Frodo.
"Bahkan, kalau kau percaya, sekarang dia sudah menjadi salah satu orang paling termasyhur di semua negeri, dan mereka sudah membuat lagu tentang jasa-jasanya, mulai dari sini sampai ke Samudra dan seberang Sungai Besar." Wajah Sam memerah, tapi Ia memandang penuh rasa terima kasih pada Frodo, karena mata Rosie bersinar-sinar dan ia tersenyum pada Sam.
"Itu sulit dipercaya," kata ayah Sam, "tapi bisa kulihat bahwa dia sudah bergaul dengan orang-orang aneh. Apa yang terjadi dengan rompinya? Aku tidak suka pakaian besi, entah enak dan pantas dipakai maupun tidak."
Seisi rumah Petani Cotton dan semua tamunya sudah bangun pagi-pagi keesokan harinya. Tak ada yang terdengar sepanjang malam, tapi sudah pasti akan datang gangguan lebih banyak sebelum siang.
"Rupanya tidak ada bajingan yang tertinggal di Bag End," kata Cotton, "tapi gerombolan dari Waymeet akan datang sewaktu-waktu." Setelah sarapan, seorang utusan dari Tookland datang. Ia tampak bersemangat.
"Si Thain sudah membangunkan seluruh negeri," katanya, "dan berita ini menyebar bagai api ke seluruh penjuru. Para bajingan yang mengawasi negeri kami sudah melarikan diri ke selatan, mereka yang berhasil keluar hidup-hidup. Si Thain sudah pergi mengejar mereka, untuk menahan gerombolan besar melewati jalan itu; Tapi dia menyuruh Mr. Peregrin kembali dengan semua orang lain yang bisa disisihkannya." Berita berikutnya kurang bagus. Merry, yang sudah keluar sepanjang malam, datang sekitar jam sepuluh.
"Ada gerombolan besar sekitar empat mil dari sini," katanya.
"Mereka akan datang melalui jalan dari Waymeet, tapi sejumlah besar bajingan yang tersesat sendirian, sudah bergabung dengan mereka. Masih ada sekitar seratus bajingan, dan mereka berjalan sambil membakar-bakar. Terkutuklah mereka!"
"Ah! Gerombolan ini tidak bakal mau diajak bicara, mereka akan membunuh, kalau bisa," kata Petani Cotton.
"Kalau kaum Took tidak datang lebih cepat, sebaiknya kita berlindung dan menembak tanpa adu bicara. Terpaksa ada pertarungan sebelum semuanya beres, Mr.
Frodo." Kaum Took memang datang lebih cepat. Tak lama kemudian mereka sudah berjalan masuk, sekitar seratus hobbit dari Tuckborough dan Bukit Hijau, dipimpin Pippin di barisan terdepan. Sekarang Merry punya cukup banyak hobbit kekar untuk menghadapi para bajingan.
Pengintai-pengintai melaporkan bahwa para bajingan merapatkan barisan. Mereka tahu bahwa penduduk pedesaan sudah bangkit memberontak, dan jelas bahwa mereka bermaksud menangani pemberontakan dengan kejam, di pusat Baywater. Tapi bagaimanapun garangnya mereka, rupanya mereka tak punya pimpinan yang mengerti liku-liku pertempuran. Mereka datang tanpa sedikit pun kiat pencegahan. Merry dengan cepat menguraikan rencana perlawanannya.
Para bajingan datang menderap melalui Jalan Timur, dan tanpa berhenti mereka belok ke Jalan Baywater, yang untuk jarak tertentu mendaki di antara dua tebing berpagar rendah di atasnya. Setelah sebuah tikungan, sekitar satu furlong dari jalan utama, mereka mendapati sebuah barikade kokoh gerobak-gerobak pertanian usang yang dijungkir-balikkan. Mereka berhenti. Pada saat bersamaan, mereka menyadari bahwa pagar-pagar di kedua sisi, persis di atas kepala mereka, dipenuhi barisan hobbit. Di belakang mereka, hobbit-hobbit lain mendorong keluar beberapa gerobak yang disembunyikan di padang, dan dengan demikian memblokir jalan kembali. Sebuah suara berbicara pada mereka dari atas.
"Nah, kalian sudah masuk perangkap," kata Merry.
"Teman-teman kalian dari Hobbiton melakukan hal yang sama, satu sudah mati dan sisanya sudah jadi tawanan. Letakkan senjata kalian! Lalu mundur dua puluh langkah dan duduk. Siapa pun yang mencoba lari, akan ditembak." Tapi para bajingan tidak mudah ditakut-takuti. Beberapa di antara mereka menurut, tapi segera dicegat rekan-rekan mereka. Sekitar dua puluhan lari ke belakang dan menyerbu barisan gerobak. Enam tertembak, tapi sisanya berhasil menerobos keluar, sambil membunuh dua hobbit, lalu menyebar melintasi pedalaman ke arah Woody End. Dua lagi jatuh sambil berlari. Merry meniup terompet dengan nyaring, dan ada bunyi jawaban dari kejauhan.
"Mereka tidak akan berhasil pergi jauh," kata Pippin.
"Seluruh daratan itu sudah penuh dengan pemburu-pemburu kita." Di belakang, para bajingan yang terjebak di jalan dan masih berjumlah sekitar delapan puluhan, mencoba memanjat barikade dan tebing; para hobbit terpaksa menembak banyak di antara mereka atau menebas mereka dengan kapak. Tapi banyak dari yang paling kuat dan paling nekat berhasil keluar di sisi barat, dan menyerang lawan mereka dengan garang; sekarang mereka cenderung ingin membunuh, bukan melarikan diri. Beberapa hobbit jatuh, dan sisanya bimbang, ketika Merry dan Pippin, yang berada di sisi timur, datang dan menyerang para bajingan. Merry sendiri membunuh pimpinan mereka, seorang kasar bermata juling yang mirip Orc besar. Lalu ia menarik mundur pasukannya, mengepung sisa-sisa terakhir para bajingan dalam lingkaran besar pemanah.
Akhirnya selesai sudah. Hampir tujuh puluh bajingan menggeletak mati di padang, dan selusin lagi sudah menjadi tawanan. Sembilan belas hobbit terbunuh, dan sekitar tiga puluh terluka. Para bajingan yang sudah mati ditumpuk di atas gerobak, dibawa ke sebuah sumur pasir lama di dekat situ, dan dikuburkan di sana: di dalam Sumur Pertempuran, begitu sebutannya kelak. Para hobbit yang mati dikubur bersama dalam satu kuburan di sisi bukit, dan di kemudian hari sebuah batu besar didirikan, dengan kebun di sekitarnya.
Begitulah berakhir Pertempuran Baywater 1419, pertempuran terakhir yang berlangsung di Shire, dan satu-satunya pertempuran sejak Greenfields 1147 di Wilayah Utara sana: Akibatnya-meski syukurlah hanya meminta korban jiwa sedikit saja-di dalam Buku Merah ada satu bab tersendiri yang mengisahkan pertempuran itu, nama-nama yang terlibat dibuatkan daftar dan dihafalkan semua ahli sejarah Shire.
Meningkatnya kemasyhuran dan keberuntungan kaum Cotton berasal dari masa itu; tapi di puncak Daftar di semua cerita tercantum nama nama Kapten Meriadoc dan Peregrin.
Frodo memang hadir dalam pertempuran itu, tapi ia tidak menghunus pedangnya, dan perannya yang utama adalah mencegah para hobbit yang marah karena kehilangan beberapa kawan, membunuh musuh yang meletakkan senjata. Ketika pertarungan sudah selesai, dan pekerjaan-pekerjaan belakangan diperintahkan, Merry, Pippin, dan Sam bergabung dengannya, dan mereka kembali ke rumah keluarga Cotton. Mereka makan siang, meski terlambat, lalu Frodo berkata sambil mengembuskan napas dalam-dalam, "Nah, kurasa sekarang tiba saatnya menghadapi si 'Ketua'."
"Ya, semakin cepat semakin baik," kata Merry.
"Dan tidak perlu terlalu lembut padanya! Dia yang bertanggung jawab atas masuknya bajingan-bajingan itu, serta semua kejahatan yang sudah mereka lakukan." Petani Cotton mengumpulkan sekitar dua puluh hobbit kekar.
"Sebab kami hanya menduga-duga bahwa sudah tidak ada bajingan lagi di Bag End," katanya.
"Kami tidak tahu yang sebenarnya." Lalu mereka pergi dengan berjalan kaki. Frodo, Sam, Merry, dan Pippin memimpin perjalanan.
Itulah salah satu saat paling menyedihkan dalam hidup mereka. Cerobong asap besar menjulang tinggi di depan; ketika mendekati desa lama di seberang Air, melalui jajaran rumah baru yang jelek di sepanjang setiap sisi jalan, mereka melihat penggilingan baru yang berdiri muram dan jelek: sebuah bangunan bata yang mengangkangi aliran sungai yang dikotorinya dengan aliran beruap dan berbau busuk. Sepanjang Jalan Bywater semua pohon sudah ditebang.
Ketika menyeberangi jembatan dan memandang ke arah Bukit, mereka terkesiap. Meski sudah melihat ke dalam Cermin, Sam tetap saja terperanjat melihat pemandangan itu. Rumah Desa Lama di sisi barat sudah dirobohkan, dan sebagai gantinya berdiri barisan-barisan bangsal bernoda terhitam. Semua pohon chestnut sudah lenyap. Tebing-tebing dan pagar-pagar tanaman sudah hancur. Kereta-kereta besar berdiri tak beraturan di sebuah padang yang rumputnya sudah habis terinjak-injak. Bagshot Row sudah menjadi tambang pasir dan batu kerikil yang menganga. Bag End di atas tidak kelihatan, karena tertutup kerumunan besar gubuk.
"Mereka sudah menebangnya!" teriak Sam.
"Mereka menebang Pohon Pesta!" Ia menunjuk ke arah pohon tempat Bilbo menyampaikan Pidato Perpisahannya. Pohon itu menggeletak terpotong-potong dan mati di padang. Tangis Sam meledak, seakan-akan hal ini sangat menghancurkan hatinya.
Bunyi tertawa menghentikan tangisnya. Seorang hobbit yang merengut duduk bersandar di atas tembok rendah halaman penggilingan. la berwajah kotor penuh minyak, dan tangannya kehitaman.
"Kau tidak suka itu, ya, Sam?" ejeknya.
"Tapi dari dulu hatimu memang lembek.
Kupikir kau sudah pergi naik salah satu kapal yang suka kau ocehkan dulu, berlayar, berlayar. Untuk apa kau kembali? Kita punya banyak tugas di Shire."
"Begitulah kulihat," kata Sam.
"Tidak ada waktu untuk mandi, tapi cukup waktu untuk duduk-duduk di atas tembok. Tapi begini, Master Sandyman, aku masih harus balas dendam di desa ini, dan jangan bikin aku kesal dengan ejekan-ejekanmu itu, atau kau akan menyesal." Ted Sandyman meludah dari atas tembok.
"Persetan!" katanya.
"Kau tidak bisa menyentuhku. Aku sahabat Majikan. Dia akan langsung menanganimu, kalau aku mendengar hinaan lebih banyak lagi dari mulutmu."
"Jangan buang-buang napas pada si bodoh itu, Sam!" kata Frodo.
"Kuharap tidak banyak hobbit yang jadi seperti dia. Itu lebih menyebalkan daripada semua kerusakan yang diperbuat para bajingan itu."
"Kau jorok dan kurang ajar, Sandyman," kata Merry.
"Juga sudah terlalu sombong. Kami akan pergi ke Bukit untuk menyingkirkan Majikanmu yang hebat itu. Kami sudah membereskan orang-orangnya." Ted melongo, sebab saat itu ia baru melihat pengawal-pengawal yang sekarang berjalan melewati jembatan, atas isyarat Merry. Sambil berlari masuk ke penggilingan, Ted keluar membawa terompet dan meniupnya dengan keras.
"Simpan saja napasmu!" tawa Merry.
"Aku punya yang lebih bagus." Lalu ia mengangkat terompet peraknya dan meniupnya, bunyinya nyaring dan berkumandang sampai ke atas Bukit; dari lubang-lubang, bangsal-bangsal, dan rumah-rumah lusuh di Hobbiton, para hobbit menjawab dan menghambur keluar; sambil bersorak sorai dan berteriak keras mereka mengikuti rombongan itu mendaki jalan ke Bag End.
Di puncak jalan, rombongan itu berhenti, Frodo dan kawan-kawannya maju terus; akhirnya mereka sampai ke tempat yang dulu begitu mereka sayangi. Kebunnya penuh gubuk dan bangsal, beberapa begitu dekat ke jendela jendela barat, sampai menutupi semua cahaya.
Banyak tumpukan sampah di mana-mana. Pintu tergores; rantai bel menggantung kendur, dan belnya tidak berbunyi. Mengetuk pintu juga tidak menghasilkan jawaban. Akhirnya mereka mendorong, dan pintu itu terbuka. Mereka masuk. Tempat itu berbau busuk, penuh kotoran, dan sangat berantakan: rupanya sudah lama tidak dihuni.
"Di mana si Lotho yang menyedihkan itu bersembunyi!" kata Merry. Mereka mencari-cari di setiap ruangan, tapi tidak menemukan makhluk hidup kecuali tikus dan celurut.
"Apa kita perlu menyuruh yang lainnya mencari di bangsal-bangsal?"
"Ini lebih buruk daripada Mordor!" kata Sam.
"Lebih parah. Seperti tamparan di wajah, begitu istilahnya; karena dulu ini rumahmu, dan kau ingat keadaannya sebelum jadi hancur begini."
"Ya, ini Mordor," kata Frodo.
"Salah satu ulahnya. Saruman yang selalu menjadi perpanjangan tangannya, juga saat dia mengira dia bekerja untuk dirinya sendiri. Begitu juga, halnya dengan mereka yang ditipu Saruman, seperti Lotho." Merry memandang sekeliling dengan kaget dan jijik.
"Mari kita keluar!" katanya.
"Andai aku tahu semua kerusakan yang dilakukannya, seharusnya kudorong masuk dompetku ke dalam tenggorokan Saruman."
"Memang, memang! Tapi tidak kaulakukan, maka aku berkesempatan menyambut kepulangan kalian." Di sana, di ambang pintu, berdiri Saruman sendiri, tampak cukup makan dan puas; matanya bersinar penuh kekejian dan rasa geli.
Tiba-tiba semua jadi jelas bagi Frodo.
"Sharkey!" teriaknya.
Saruman tertawa.
"Jadi, kau sudah dengar nama itu, bukan? Semua orangku biasa memanggilku dengan nama itu di Isengard. Mungkin suatu tanda sayang. Tapi rupanya kau tidak menduga akan bertemu aku di sini."
"Tidak," kata Frodo.
"Tapi seharusnya sudah bisa kutebak. Gangguan kecil dengan cara keji: Gandalf sudah memperingatkan bahwa kau masih mampu untuk itu."
"Sangat mampu," kata Saruman, "dan lebih dari sekadar bisa. Kalian membuatku tertawa, bangsawan hobbit, berkumpul bersama semua orang hebat itu, begitu aman dan puas dengan diri kalian yang kecil. Kalian pikir kalian sudah berhasil dengan baik, dan bisa pulang menikmati masa tenang di pedesaan. Rumah Saruman bisa di obrak-abrik dan dia bisa diusir, tapi tak ada yang bisa menyentuh rumahmu.
Oh, tidak! Sebab ada Gandalf untuk mengurusi masalah-masalah kalian." Saruman tertawa lagi.
"Tapi dia bukan jenis seperti itu! Kalau kaki tangannya sudah melakukan tugas mereka, dia pergi. Tapi kalian malah mengikutinya, keluyuran dan mengobrol, pergi dua kali lebih jauh dari seharusnya. 'Nah,' pikirku, 'kalau mereka begitu bodoh, aku akan mendahului mereka dan memberi pelajaran. Satu perlakuan buruk harus dibalas dengan perlakuan buruk juga.' Aku akan memberi pelajaran yang lebih keras, kalau saja aku punya lebih banyak waktu dan orang. Tapi sudah banyak yang kulakukan, dan akan sangat sulit kalian perbaiki atau singkirkan dari hidup kalian. Aku akan senang mengingatnya, dan membandingkannya dengan kerugianku."
"Nah, kalau itu yang kausebut kenikmatan," kata Frodo, "aku kasihan padamu. Itu cuma akan memuaskan ingatanmu. Pergi sekarang dan jangan pernah kembali!" Para hobbit dari desa-desa sudah melihat Saruman keluar dari salah satu gubuk, dan mereka pun berkerumun di pintu Bag End. Ketika mendengar perintah Frodo, mereka bergumam marah, "Jangan biarkan dia pergi! Bunuh dia! Dia penjahat dan pembunuh. Bunuh diai" Saruman memandang sekeliling, menatap wajah-wajah yang tidak bersahabat itu, dan ia tersenyum.
"Bunuh dia!" ejeknya.
"Bunuh dia, kalau kalian pikir jumlah kalian cukup, para hobbit-ku yang berani!" Ia berdiri tegak dan menatap mereka dengan matanya yang hitam.
"Tapi jangan kira aku sudah kehilangan semua kekuatanku, walau semua hartaku sudah lenyap! Siapa pun yang memukulku, akan dikutuk. Dan kalau darahku menodai Shire, negeri ini akan layu dan tidak akan pernah pulih lagi." Para hobbit mundur ketakutan. Tapi Frodo berkata, "Jangan percaya padanya! Dia sudah kehilangan semua kekuatannya, kecuali suaranya yang masih bisa mengecilkan hati dan menipu, kalau kaubiarkan. Tapi aku tidak ingin dia dibunuh. Tak ada gunanya mempertemukan balas dendam dengan balas dendam: itu tidak akan memulihkan apa pun. Pergi, Saruman, dan cepatlah!"
"Worm! Worm!" teriak Saruman; dan dari sebuah gubuk di dekat situ keluarlah Wormtongue, merangkak seperti anjing.
"Jalan lagi, Worm!" kata Saruman.
"Orang-orang hebat dan bangsawan-bangsawan ini mengusir kita lagi. Ayo ikut!" Saruman berbalik untuk pergi, dan Wormtongue melangkah terseret-seret mengikutinya. Tapi ketika Saruman lewat dekat Frodo, sebuah pisau berkilau di tangannya, dan secepat kilat Ia menusuk Frodo. Mata pisau itu terpental pada rompi logam yang tersembunyi dan Patah.
Beberapa hobbit, dipimpin oleh Sam, meloncat maju sambil berteriak dan membanting penjahat itu ke tanah. Sam menghunus pedangnya.
"Jangan, Sam!" kata Frodo.
"Jangan bunuh dia, sekarang pun jangan. Sebab dia tidak berhasil melukai aku. Bagaimanapun, aku tak ingin dia dibunuh dalam suasana hati yang buruk ini. Dulu dia pernah hebat, orang yang mulia dan tidak akan berani kita lawan. Dia sudah terperosok, dan kita tak mampu memulihkannya; tapi aku masih ingin menyelamatkannya, dengan harapan dia akan menemukan penyembuhan." Saruman bangkit berdiri, dan menatap Frodo. Ada pandangan aneh di matanya, setengah kagum dan hormat, tapi juga benci.
"Kau sudah tumbuh jadi dewasa, Halfling," katanya.
"Ya, kau sudah tumbuh pesat. Kau bijak, dan kejam. Kau merampas kemanisan balas dendamku, dan kini aku harus pergi dalam kegetiran, berutang budi padamu. Aku benci itu, juga benci padamu! Nah, aku akan pergi sekarang dan tidak mengganggumu lagi. Tapi jangan harapkan aku mendoakan kesehatan dan hidup panjang bagimu. Kau tidak akan memiliki dua duanya. Tapi itu bukan akibat ulahku. Aku hanya meramalkannya." la melangkah pergi, dan para hobbit memberi jalan baginya untuk lewat; tapi mereka tetap mencengkeram senjata, dan buku jari mereka memutih. Wormtongue bimbang, lalu mengikuti majikannya.
"Wonmtongue!" panggil Frodo.
"Kau tidak perlu ikut dengannya. Setahuku kau tidak melakukan kejahatan terhadapku. Kau boleh istirahat dan makan di sini untuk sementara, sampai kau lebih kuat dan bisa pergi menuju tujuanmu sendiri." Wormtongue berhenti dan menoleh ke Frodo, setengah siap untuk tetap tinggal. Saruman membalikkan badan.
"Tidak melakukan kejahatan?" celotehnya.
"Oh … tidak! Jadi, kalau dia menyelinap pergi di malam hari, tujuannya hanya untuk memandang bintang-bintang? Tapi tadi kudengar ada yang bertanya di mana Lotho malang bersembunyi? Kau tahu, bukan, Worm? Kau akan menceritakannya pada mereka?" Wormtongue meringkuk gemetaran dan merengek, "Tidak, tidak!"
"Kalau begitu, aku akan menceritakannya," kata Saruman.
"Worm membunuh Ketua-mu, orang kecil malang, Majikan kalian yang manis.
Bukankah begitu, Worm? Kau menusuknya selagi dia tidur, kalau tidak salah. Sudah kau kuburkan, kuharap; meskipun Worm akhir-akhir ini sangat kelaparan. Tidak, Worm tidak benar-benar baik hati. Sebaiknya kauserahkan dia padaku." Pandangan benci yang liar memancar dari mata Wormtongue yang merah.
"Kau yang menyuruhku; kau yang memaksa aku melakukan.
Saruman tertawa.
"Kau selalu melakukan apa yang diperintahkan Sharkey, selalu, bukan, Worm? Nah, sekarang dia bilang: ikut!" ia menendang wajah Wormtongue yang menyembah-nyembah, lalu ia berbalik dan berjalan lagi. Tapi saat itu terjadi sesuatu yang tak terduga: mendadak Wormtongue bangkit berdiri, menghunus pisau yang tersembunyi, lalu sambil menggeram seperti anjing ia melompat ke punggung Saruman, menarik kepalanya ke belakang, menggorok lehernya, dan sambil menjerit lari lewat jalan. Sebelum Frodo pulih dari keterkejutannya dan bisa berbicara kembali, tiga busur hobbit berdesing. Wormtongue jatuh tersungkur dan mati.
Dengan tercengang mereka yang berdiri di dekatnya melihat semacam kabut kelabu bergumpal di sekitar tubuh Saruman, membubung perlahan hingga tinggi sekali seperti asap kebakaran; bagai sosok pucat berselubung Ia menjulang di atas Bukit. Sejenak sosok itu bergoyang-goyang, menghadap ke Barat; tapi dari Barat datang angin dingin, dan sosok itu melenggok menjauh, lalu hilang lenyap dengan bunyi keluhan.
Frodo menatap tubuh itu dengan rasa iba dan ngeri, sebab sementara ia memandang, tahun-tahun panjang kematian seolah tersingkap di dalamnya, dan tubuh itu menyusut, wajahnya yang keriput jadi seperti kain kulit buruk yang menutupi tengkorak mengerikan. Sambil mengangkat ujung jubah kotor yang terbentang di sisinya, Ia menutupi tubuh itu dan membalikkan badan.
"Begitulah akhir ceritanya," kata Sam.
"Akhir yang keji, dan aku berharap tak usah melihatnya; tapi ini pembebasan yang bagus."
"Dan mudah-mudahan akhir paling akhir dari Perang," kata Merry.
"Kuharap begitu," kata Frodo, dan Ia mengeluh.
"Pukulan paling akhir. Tapi mengejutkan sekali bahwa ternyata terjadinya justru di sini, di depan pintu Bag End! Di tengah semua harapan dan kekhawatiranku, aku tak menduga ini bakal terjadi."
"Aku belum bisa menyebutnya akhir kisah, sampai kita sudah membersihkan semua kekacauan ini," kata Sam murung.
"Dan itu akan makan waktu lama dan kerja keras."
BERSAMBUNG KE BAB 9/9 >>> 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
Blogger Templates