Social Icons

Pages

(J.R.R. TOLKIEN) THE LORD OF THE RING 3: KEMBALINYA SANG RAJA BUKU 6 BAB 6/9 PERPISAHAN

<<< SEBELUMNYA


Ketika masa bergembira sudah berakhir, para Sahabat mulai berpikir untuk kembali ke rumah masing-masing. Lalu Frodo mendatangi Raja ketika Ia sedang duduk bersama Ratu Arwen dekat air mancur, dan Arwen sedang menyanyikan lagu dari Valinor, sementara Pohon tumbuh dan berkembang. Mereka menyambut Frodo dan bangkit untuk menyalaminya; dan Aragorn berkata, "Aku sudah tahu apa yang ingin kaukatakan, Frodo: kau ingin kembali ke rumahmu sendiri. Nah, sahabatku tersayang, sebatang pohon selalu tumbuh paling bagus di negeri nenek moyangnya; tapi negeri-negeri di Barat akan selalu menyambutmu. Dan meski dulu bangsamu tidak banyak mencicipi kemasyhuran dalam legenda orang-orang hebat, kini mereka akan lebih termasyhur daripada banyak negeri lain yang lebih besar, yang sekarang sudah tak ada."

"Memang benar aku ingin kembali ke Shire," kata Frodo.
"Tapi aku harus ke Rivendell dulu. Sebab rasanya masih ada yang kurang, di masa penuh berkat ini. Aku rindu pada Bilbo; aku sedih bahwa di antara semua penghuni rumah Elrond, dia tidak ikut datang."
"Mengapa kau merasa heran, Pembawa Cincin?" kata Arwen.
"Kau tahu kekuatan benda yang sudah hancur itu; dan segala pengaruhnya sekarang sudah hilang. Tapi Bilbo memiliki benda itu lebih lama daripadamu. Dia sudah sangat tua sekarang, menurut ukuran bangsamu; dan dia menunggumu, sebab dia takkan lagi melakukan perjalanan jauh, kecuali satu."
"Kalau begitu, aku minta izin segera pergi," kata Frodo.
"Dalam tujuh hari kita akan pergi," kata Aragorn.
"Karena kami akan mendampingimu di jalan, sampai sejauh negeri Rohan. Dalam tiga hari Eomer akan kembali ke sini untuk mengambil Theoden dan membawanya pulang untuk beristirahat di Mark. Kami akan berjalan bersamanya untuk menghormati dia yang sudah gugur. Tapi sebelum kau pergi aku akan menegaskan kata-kata yang pernah diucapkan Faramir kepadamu, dan kau akan terbebas dari negeri Gondor untuk selamanya; semua pendampingmu juga. Seandainya ada hadiah-hadiah yang bisa kuberikan padamu yang sebanding dengan jasa-jasamu, kau akan memperolehnya; tapi apa pun yang kauinginkan boleh kaubawa, dan kau akan berjalan dengan penuh penghormatan dan keagungan, selayaknya para pangeran negeri ini." Tetapi Ratu Arwen berkata, "Aku ingin memberikan hadiah padamu. Karena aku putri Elrond. Aku tidak akan pergi bersamanya saat dia berangkat ke Havens; karena pilihanku sama dengan pilihan Luthien, dan seperti dia aku juga sudah memilih, yang manis maupun yang pahit. Tapi kau, Pembawa Cincin, akan pergi menggantikan aku bila saatnya tiba, dan kalau saat itu kau menginginkannya. Bila luka-lukamu masih mengganggu dan ingatan akan bebanmu terasa sangat berat, kau boleh pergi ke Barat, sampai semua luka dan keletihanmu sembuh.
Pakailah ini sebagai kenang-kenangan kepada Elfstone dan Evenstar, yang hidupnya telah terjalin dengan hidupmu!" Lalu Arwen mengambil sebuah permata putih seperti bintang, yang tergantung di dadanya pada seutas rantai perak, dan Ia mengalungkan rantai itu ke leher Frodo.
"Bila ingatan akan ketakutan dan kegelapan mengganggumu," katanya, "benda ini akan memberimu pertolongan."
Dalam tiga hari, seperti sudah dikatakan Raja, Eomer dari Rohan datang menunggang kuda ke Kota, dan bersamanya datang satu eored ksatria paling gagah dari Mark. Ia disambut meriah; ketika mereka semua duduk di sekeliling meja di Merethrond, Balairung Pesta Besar, ia melihat kecantikan semua wanita yang hadir di sana, dan terkagum-kagum. Sebelum beristirahat Ia memanggil Gimli si Kurcaci, dan berkata kepadanya, "Gimli putra Gloin, apakah kapakmu sudah siap?"
"Belum, Lord," kata Gimli, "tapi aku bisa mengambilnya segera, kalau memang diperlukan."
"Kaulah yang akan menilainya," kata Eomer.
"Sebab ada beberapa perkataan gegabah menyangkut Lady dari Hutan Emas yang masih menjadi masalah di antara kita. Kini aku sudah melihatnya dengan mata kepalaku sendiri."
"Nah, Lord," kata Gimli, "dan bagaimana pendapatmu sekarang?"
"Sayang sekali!" kata Eomer.
"Aku tidak mau menyatakan dia sebagai wanita tercantik yang hidup."
"Kalau begitu, aku harus pergi mengambil kapakku," kata Gimli.
"Tapi sebelumnya aku ingin mengemukakan alasanku," kata Eomer.
"Seandainya aku melihatnya bersama-sama orang lain, mungkin aku akan berpendapat sesuai harapanmu. Tapi kini aku menempatkan Ratu Arwen sebagai nomor satu, dan aku siap melakukan pertempuran dengan siapa pun yang membantahnya. Perlukah aku menghunus pedangku?" Lalu Gimli membungkuk rendah.
"Tidak, kau dimaafkan, sejauh menyangkut aku, Lord," kata Gimli.
"Kau memilih Malam, tapi cintaku kuberikan kepada Pagi. Dan firasatku mengatakan bahwa tak lama lagi Pagi akan pergi untuk selamanya."
Akhirnya hari perpisahan tiba, dan serombongan besar manusia gagah bersiap-siap pergi ke utara dari Kota. Raja Gondor dan Rohan pergi ke Hallows, dan mereka sampai ke kuburan di Rath Dinen. Mereka membawa pergi jenazah Raja Theoden di atas usungan emas, dan melewati Kota dalam keheningan. Lalu mereka meletakkan usungan itu di sebuah kereta besar yang dikelilingi para Penunggang dari Rohan, panjinya berkibar di depan; Merry, yang menjadi pelayan Theoden, naik ke atas kereta dan membawa senjata-senjata Raja.
Untuk para Pendamping yang lain disediakan kuda-kuda jantan yang sesuai ukuran tubuh mereka; Frodo serta Samwise naik kuda di samping Aragorn, dan Gandalf menunggang Shadowfax; Pippin melaju bersama para ksatria dari Gondor, Legolas serta Gimli menunggang Arod berdua, seperti biasanya.
Dalam rombongan itu juga ada Ratu Arwen, Celeborn dan Galadriel bersama rakyat mereka, dan Elrond serta putra-putranya; lalu para pangeran dari Dol Amroth dan Ithilien, dan banyak lagi kapten dan ksatria. Belum pernah ada raja dari Mark didampingi rombongan semacam itu, seperti yang pergi bersama Theoden putra Thengel ke tanah airnya.
Tanpa tergesa-gesa mereka masuk ke Anorien, sampai ke Hutan Kelabu di bawah Amon Din; di sana mereka mendengar bunyi seperti genderang berdentam di perbukitan, meski tak terlihat satu pun makhluk hidup. Lalu Aragorn menyuruh terompet-terompet dibunyikan, dan para bentara berseru, "Saksikan, Raja Elessar sudah datang! Hutan Druadan diberikannya kepada Ghan-buri-ghan dan rakyatnya, menjadi milik mereka untuk selamanya; setelah ini jangan ada orang masuk ke wilayah ini tanpa seizin mereka!" Maka genderang-genderang berdentam keras, lalu diam.
Akhirnya, setelah lima belas hari perjalanan, kereta Raja Theoden masuk ke padang-padang hijau Rohan dan sampai ke Edoras; di sana mereka semua beristirahat. Balairung Emas dihiasi gantungan indah-indah dan dipenuhi cahaya, dan di sana diadakan pesta paling meriah yang pernah dilangsungkan sejak pembangunannya. Karena setelah tiga hari Orang-Orang dari Mark menyiapkan pemakaman Theoden; ia dibaringkan dalam sebuah rumah baru bersama senjata-senjatanya dan banyak benda indah lain miliknya; sebuah gundukan tanah dibangun di atasnya, dilapisi tanah berumput hijau dan evermind putih. kini ada delapan makam di sisi timur Barrowfield.
Lalu para Penunggang Istana Raja mengendarai kuda putih berkeliling pemakaman sambil menyanyikan lagu tentang Theoden putra Thengel yang diciptakan oleh Gleowine penyanyi istana, yang setelah itu tak pernah menciptakan lagu lagi. Suara-suara para Penunggang yang berirama lambat, menyentuh hati para pendengar, termasuk mereka yang tidak mengerti bahasa bangsa itu; tapi syair lagu itu membuat mata orang-orang Mark berbinar-binar, sebab mereka seolah-olah mendengar kembali gemuruh derap kaki kuda dari Utara, dan suara Eorl berteriak dalam pertempuran di Padang Celebrant; kisah-kisah para raja bergulir terus, dan terompet Helm berbunyi nyaring di pegunungan, sampai Kegelapan datang dan Theoden bangkit melaju melalui Bayang-Bayang, menuju api dan tewas dalam kegemilangan, saat Matahari, yang di luar dugaan sudah kembali, menyinari Mindolluin di pagi hari.
Dari kebimbangan, dari kegelapan, menjelang pagi hari Ia melaju menghunus pedang, sambil bernyanyi di bawah matahari, Ia membangkitkan harapan, dan hilang dalam harapan; Diangkat keluar dari kematian, dari ajal dan ketakutan dari kehilangan dan kehidupan, menjumpai kegemilangan panjang.
Tetapi Merry berdiri dekat kaki gundukan tanah, dan menangis; ketika lagu itu berakhir, Ia bangkit dan berseru, "Raja Theoden, Raja Theoden! Selamat jalan! Selama waktu yang sangat singkat, kau sudah seperti ayah bagiku. Selamat jalan!"
Ketika pemakaman selesai dan tangisan para wanita sudah berhenti, dan Theoden terbaring sunyi di dalam makamnya, orang-orang berkumpul di Balairung Emas untuk berpesta besar dan melupakan duka; karena Theoden sudah berumur cukup panjang dan gugur dalam kehormatan, tidak kalah dari nenek moyangnya yang paling hebat. Ketika tiba saat bersulang untuk mengenang para raja, sesuai adat istiadat mereka, Eowyn, Lady dari Rohan maju ke depan, sosoknya keemasan bagai matahari dan putih seperti salju; ia membawa secangkir penuh kepada Eomer.
Lalu seorang penyanyi yang juga pakar adat, berdiri dan menyebutkan satu per satu nama-nama para Penguasa Mark, sesuai urutannya. Eorl yang Muda; Brego yang membangun Balairung; Aldor saudara Baldor yang malang; Frea, Freawine, Goldwine, Deor, dan Gram; dan Helm yang terkubur di Helm's Deep ketika Mark ditaklukkan; demikianlah kesembilan kuburan di sisi barat, karena setelah itu garis keturunan terputus; berikutnya adalah kuburan di sisi timur: Frealaf, putra saudara perempuan Helm, Leofa, Walda, Folca, Folcwine, Fengel, Thengel, dan yang terakhir Theoden. Saat Theoden disebutkan, Eomer meminum isi cangkir sampai habis. Lalu Eowyn meminta para pelayan agar mengisi penuh semua cangkir, dan semua yang hadir bangkit berdiri dan berseru, "Hidup, Eorner, Raja dari Mark!" Akhirnya menjelang usai pesta, Eomer bangkit dan berkata, "Ini pesta pemakaman Raja Theoden; tapi sebelum kita berpisah, aku ingin menyampaikan kabar gembira. Theoden pasti tidak keberatan aku melakukan itu, karena selama ini dia sudah seperti ayah bagi adikku Eowyn. Dengar, tamu-tamuku semua, orang-orang gagah dan cantik dari mancanegeri, yang belum pernah berkumpul di balairung ini! Faramir, Pejabat dari Gondor, dan Pangeran dari Ithilien, meminta agar Eowyn, Lady dari Rohan, menjadi istrinya, dan Eowyn dengan sepenuh hati menyetujui permintaannya. Oleh karena itu, mereka berdua akan dipertunangkan dengan disaksikan seluruh hadirin." Lalu Faramir dan Eowyn maju ke depan dan berpegangan tangan; semua hadirin bersulang untuk mereka dan bergembira.
"Maka dengan ini," kata Eomer, "persahabatan antara Mark dan Gondor dipererat dengan ikatan baru, dan aku semakin bahagia."
"Kau memang tidak pelit, Eomer," kata Aragorn, "memberikan kepada Gondor wujud tercantik yang ada di seluruh negerimu!" Lalu Eowyn menatap ke dalam mata Aragorn, dan berkata, "Doakan aku kebahagiaan, Tuanku penguasa dan penyembuh!" Dan Aragorn menjawab, "Sejak pertama kali melihatmu, aku telah mendoakan kebahagiaan bagimu. Hatiku sekarang damai, setelah melihatmu bahagia."
Seusai pesta, mereka yang akan pergi berpamitan dengan Raja Eomer. Aragorn dan para ksatrianya, serta rakyat Lorien dan Rivendell, bersiap siap berangkat; tetapi Faramir dan Imrahil tetap di Edoras; Arwen Evenstar juga tetap di sana, dan Ia berpamitan dengan saudara saudaranya. Tak ada yang menyaksikan pertemuan terakhir Arwen dengan Elrond, ayahnya, karena mereka pergi mendaki perbukitan dan berbicara lama sekali di sana; perpisahan mereka sangatlah getir, karena akan berlangsung lebih lama dari akhir zaman dan kiamat dunia.
Akhirnya, sebelum para tamu berangkat, Eomer dan Eowyn mendekati Merry dan berkata, "Selamat jalan, Meriadoc dari Shire dan Holdwine dari Mark! Sambutlah nasib baik, dan segeralah kembali menemui kami!" Lalu Eomer berkata, "Raja-raja zaman dulu pasti membanjirimu dengan hadiah-hadiah yang tak mungkin dibawa dengan kereta, atas jasajasamu di medan pertempuran Mundburg; tapi kau tidak mau menerima apa pun, kecuali perlengkapan perang yang sudah diberikan padamu.
Aku sudah menyerah pada keputusanmu itu, karena memang aku tak punya hadiah yang cukup pantas; tapi adikku memohon agar kau mau menerima benda kecil ini, sebagai kenang-kenangan kepada Dernhelm dan terompet-terompet dari Mark yang menyambut pagi hari." Lalu Eowyn memberikan kepada Merry sebuah terompet kuno, kecil tapi merupakan hasil karya yang indah, terbuat dari perak dengan baldric hijau; para pengrajin sudah mengukirkan padanya gambar penunggang kuda yang melaju cepat dalam barisan yang mengitari terompet dari ujung sampai ke mulutnya; juga banyak lambang kebajikan menghiasinya.
"Ini pusaka keluarga kami," kata Eowyn.
"Dibuat oleh para Kurcaci, dan berasal dari barang timbunan Scatha si Cacing. Eorl Muda membawanya dari Utara. Dia yang meniupnya akan membangkitkan ketakutan dalam hati musuh-musuh mereka dan kegembiraan dalam hati sahabat-sahabatnya, dan mereka akan mendatanginya ketika mendengarnya." Merry menerima terompet itu, karena tak mungkin ditolak, dan ia mengecup tangan Eowyn; lalu mereka memeluknya, dan begitulah mereka berpisah untuk sementara.
Sekarang tamu-tamu sudah siap, dan mereka minum minurnan keberangkatan. Dengan banyak pujian dan rasa persahabatan mereka berangkat, dan akhirnya sampai ke Helm's Deep; di sana mereka istirahat selama dua hari. Legolas menepati janjinya pada Gimli dan pergi bersamanya ke Gua-Gua Kemilau; ketika mereka kembali, Legolas diam saja dan hanya mengatakan bahwa Gimli satu-satunya yang bisa menemukan kata-kata yang pantas untuk menceritakan tentang gua-gua itu.
"Belum pernah ada Kurcaci yang menang dari Peri dalam perlombaan kata-kata," kata Legolas.
"Jadi, marilah kita pergi ke Fangorn dan menyamakan angka!" Dari Deeping-coomb mereka pergi bersama-sama ke Isengard, dan melihat bagaimana para Ent sudah bekerja dengan giat. Seluruh lingkaran batu sudah dihancurkan dan disingkirkan, tanah di dalamnya sudah menjelma menjadi kebun yang dipenuhi pohon buah dan pepohonan, dan sungai mengalir di tengahnya; tapi di tengahnya ada sebuah telaga berair jernih, dan Menara Orthanc masih berdiri di sana, muncul dari dalam telaga, diam, tinggi, dan tahan terhadap serangan, bebatuannya yang hitam tecermin di air telaga.
Sejenak para pengembara duduk di tempat gerbang lama Isengard pernah berdiri, kini di tempat itu dua batang pohon berdiri bagai penjaga, di awal sebuah jalan berbatas hijau yang menuju Orthanc; dengan kagum mereka mengamati karya yang sudah dihasilkan, tapi mereka tidak melihat makhluk hidup di sekitarnya. Namun tak lama kemudian mereka mendengar suara yang berseru huum-hom, huumhom; tampak Treebeard melangkah di jalan itu, untuk menyambut mereka, bersama Quickbeam yang mendampinginya.
"Selamat datang di Kebun pohon Orthanc!" katanya.
"Aku sudah tahu kalian datang, tapi aku sedang bekerja di lembah sana; masih banyak yang perlu dikerjakan. Kudengar kau juga tidak berpanglcu tangan di selatan dan di timur, dan semua yang kudengar sangat, sangat baik." Lalu Treebeard memuji semua perbuatan mereka, yang rupanya Ia ketahui seluruhnya. Akhirnya Ia berhenti dan menatap Gandalf lama sekali.
"Nah, bagaimana ini!" kata Treebeard.
"Sudah terbukti kau paling hebat, dan semua jerih payahmu berhasil dengan baik. Ke mana sekarang kau mau pergi? Dan mengapa kau kemari?"
"Untuk melihat kemajuan pekerjaanmu, sahabatku," kata Gandalf, "dan untuk menyampaikan terima kasih atas bantuanmu dalam semua yang kita capai."
"Huum, itu cukup adil," kata Treebeard, "sebab memang para Ent ikut berperan di sini. Bukan hanya dalam menangani, huum, penebang pohon terkutuk yang pernah tinggal di sini. Sebab mereka banyak sekali. Makhluk-makhluk yang, burarum, bermata jahat, bertangan hitam, berkaki bengkok, berhati keji, bercakar, berperut busuk, haus darah, mormaitesincahonda, huum, ya, karena kalian bangsa yang serba terburu-buru, sedangkan nama mereka sama panjangnya dengan tahun-tahun penuh siksaan, para Orc pengganggu itu; mereka datang melalui Sungai dan dari Utara dan dari sekitar hutan Laurelindorenan, yang tidak bisa mereka masuki berkat penjagaan Yang Mulia ini." Ia membungkuk ke arah Lord dan Lady dari Lorien.
"Dan makhluk-makhluk busuk ini juga sangat terkejut ketika bertemu kami di Wold, sebab mereka belum pernah mendengar tentang kami; meski hal itu juga bisa dikatakan tentang bangsa lain yang lebih hebat. Dan tidak banyak di antara mereka yang akan ingat pada kami, sebab tidak banyak yang bisa lolos hidup-hidup, dan banyak dari mereka yang mati di sungai. Tapi beruntunglah kalian, sebab seandainya mereka tidak bertemu dengan kami, Raja padang-padang rumput tidak akan pergi jauh, dan seandainya dia bisa pergi jauh, rumahnya sudah hancur ketika dia kembali."
"Kami sangat menyadari hal itu," kata Aragorn, "dan itu takkan pernah dilupakan di Minas Tirith atau di Edoras."
"Tidak pernah adalah masa yang terlalu panjang, bahkan untukku," kata Treebeard.
"Maksudmu pasti: tidak pernah selama kerajaanmu masih berdiri; tapi agar bagi para Ent itu terasa lama, butuh waktu yang luar biasa panjang."
"Zaman Baru sudah dimulai," kata Gandalf, "dan mungkin saja di zaman ini ternyata kerajaan-kerajaan Manusia akan melebihi usiamu, Fangorn sahabatku. Tapi ceritakan padaku: bagaimana dengan tugas yang kuberikan kepadamu? Bagaimana kabar Saruman? Apakah dia belum jemu dengan Orthanc? Kurasa menurut dia kau tidak membuat Pemandangan dari jendelanya jadi lebih bagus." Treebeard memandang Gandalf lama sekali, dengan tatapan cerdik, pikir Merry.
"Ah!" katanya.
"Sudah kuduga kau akan mengatakan itu.
Jemu dengan Orthanc? Sangat jemu akhirnya; tapi dia lebih jemu pada suaraku. Huum! Aku menuturkan kepadanya beberapa kisah Panjang, atau setidaknya dalam bahasamu akan dianggap panjang."
"Lalu kenapa dia tetap tinggal mendengarkanmu? Apakah kau masuk ke Orthanc?" tanya Gandalf.
"Huum, tidak, tidak masuk ke Orthanc!" kata Treebeard.
"Tapi dia mendekati jendelanya dan mendengarkan, karena dia tak mungkin mendapat kabar dengan cara lain, dan meski dia benci kabar-kabar itu, dia sangat ingin memperolehnya; aku memastikan dia mendengar semuanya. Tapi aku menambahkan banyak hal selain kabar-kabar itu yang baik untuk dipikirkan olehnya. Dia menjadi sangat jemu. Sejak dulu dia memang selalu terburu-buru. Itulah yang menyebabkan kehancurannya."
"Fangorn-ku yang budiman," kata Gandalf, "Kuperhatikan kau berbicara seolah-olah Saruman sudah mati. Tapi benarkah begitu? Apakah dia sudah mati?"
"Tidak, tidak mati, sejauh kutahu," kata Treebeard.
"Tapi dia sudah pergi. Ya, sudah tujuh hari dia pergi. Aku membiarkannya pergi. Sudah tidak banyak yang tersisa darinya ketika dia merangkak keluar, dan pengikutnya itu … dia sudah seperti bayangan pucat. Jangan katakan padaku, Gandalf, bahwa aku sudah berjanji akan menahannya dengan aman; karena aku sudah tahu itu. Tapi keadaan di sini sudah berubah.
Aku sudah menahannya sampai aman, sampai dia tak bisa lagi merusak. Kau harus tahu bahwa aku sangat benci mengurung makhluk hidup, dan aku tak ingin mengurung makhluk-makhluk semacam ini sekalipun tanpa alasan mendesak. Ular tanpa taring beracun boleh merayap ke mana pun dia mau."
"Mungkin kau benar," kata Gandalf, "tapi kurasa ular yang ini masih punya satu gigi. Dia memiliki racun dalam suaranya, dan kuduga dia sudah membujukmu, Treebeard, karena dia tahu titik lemah di hatimu. Ya, dia sudah pergi sekarang, dan tak ada lagi yang bisa dikatakan.
Tapi Menara Orthanc akan kembali kepada Raja yang memang berhak memilikinya. Meski mungkin dia tidak membutuhkannya."
"Itu akan kami pertimbangkan di kemudian hari," kata Aragorn.
"Tapi aku akan memberikan seluruh lembah ini kepada para Ent, untuk dijadikan apa saja sekehendak mereka, asalkan mereka mengawasi Orthanc dan menjaga jangan sampai ada yang masuk ke dalamnya tanpa seizinku."
"Pintunya terkunci," kata Treebeard.
"Aku menyuruh Saruman menguncinya dan memberikan kuncinya padaku. Quickbeam yang menyimpannya." Quickbeam membungkuk bagai pohon condong kena angin, dan memberikan pada Aragorn dua kunci hitam berbentuk rumit, diikat dengan sebuah cincin baja.
"Sekali lagi aku mengucapkan terima kasih padamu," kata Aragorn, "dan aku mohon pamit. Semoga hutanmu tumbuh lagi dalam kedamaian. Bila lembah ini sudah terisi, masih banyak ruang kosong di sisi barat pegunungan, tempatmu mengembara di masa lampau." Wajah Treebeard menjadi sedih.
"Hutan-hutan mungkin tumbuh," katanya.
"Pepohonan bisa berkembang dan menyebar. Tapi Ent tidak.
Tidak ada Enting."
"Mungkin sekarang pencarianmu akan lebih optimis," kata Aragorn. Banyak negeri di timur, yang dulu tertutup, sekarang terbuka bagimu." Tapi Treebeard menggelengkan kepala dan berkata, "Terlalu jauh jaraknya. Dan sudah terlalu banyak Manusia di sana sekarang ini. Omongomong, aku lupa sopan santunku! Apakah kau mau istirahat sebentar di sini? Dan mungkin ada yang ingin berjalan melalui Hutan Fangorn, sehingga memperpendek jarak pulang ke rumah?" Ia menatap Celebom dan Galadriel.
Tapi semua, kecuali Legolas, mengatakan mereka harus pamit dan pergi ke selatan atau ke barat.
"Ayo, Gimli!" kata Legolas.
"Dengan izin Fangorn aku akan mengunjungi tempat-tempat terdalam di Hutan Ent, dan melihat pohon-pohon yang tak bisa ditemukan di tempat lain di Dunia Tengah. Kau akan ikut bersamaku dan menepati janjimu; dengan begitu, kita akan mengembara bersama menuju negeri kita masingmasing di Mirkwood dan seberangnya." Gimli menyetujuinya, meski tidak sepenuhnya dengan senang hati.
"Maka berakhirlah Persekutuan Cincin ini," kata Aragorn.
"Tapi kuharap tak lama lagi kalian akan kembali ke negeriku dengan membawa bala bantuan yang sudah kalian janjikan."
"Kami akan datang, kalau diizinkan penguasa-penguasa kami," kata Gimli.
"Nah, selamat jalan, hobbit-hobbit-ku! Kalian pasti sampai dengan selamat ke rumah masing-masing, dan aku tidak akan terjaga karena khawatir kalian diintai bahaya. Kami akan mengirim kabar sebisa mungkin, dan mungkin beberapa di antara kita akan bertemu sesekali; tapi aku khawatir tidak semua dari kita akan pernah berkumpul bersama lagi."
Lalu Treebeard berpamitan dengan masing-masing; Ia membungkuk tiga kali perlahan-lahan dan penuh hormat kepada Celeborn dan Galadriel.
"Sudah lama lama sekali sejak kita bertemu di padang atau di bukit, A vanimar vanimklion nostari!" katanya.
"Sangat menyedihkan bahwa kita hanya bertemu di akhir kisah. Karena dunia sedang berubah. Aku bisa merasakannya di dalam air, di dalam tanah, dan di udara. Kurasa kita tidak akan bertemu lagi." Dan Celeborn menjawab, "Aku tidak tahu, Yang Tertua." Tapi Galadriel berkata "Tidak di Dunia Tengah, juga tidak sampai negeri-negeri di bawah ombak samudra terangkat kembali. Ketika itulah kita akan bertemu lagi di padang willow di Tasarinan, di Musim Semi. Selamat tinggal!" Terakhir Merry dan Pippin berpamitan kepada Ent tua, dan ia agak gembira ketika melihat mereka.
"Nah, hobbit-hobbit-ku yang riang," katanya, "maukah kalian minum seteguk bersamaku sebelum pergi?"
"Kami mau," kata mereka, maka Treebeard membawa mereka ke bawah bayangan salah satu pohon, dan mereka melihat sudah ada bejana batu besar di sana. Treebeard mengisi tiga mangkuk, dan mereka minum; mereka melihat matanya yang aneh memandang mereka dari atas tepi mangkuknya.
"Hati-hatilah, hati-hatilah!" katanya.
"Karena kalian sudah tambah tinggi sejak terakhir aku melihat kalian." Mereka tertawa dan menghabiskan minuman itu.
"Nah, selamat jalan!" kata Treebeard.
"Jangan lupa, kalau mendengar tentang Entwives di negerimu, kirimkan kabar padaku." Lalu ia melambaikan tangannya yang besar pada seluruh rombongan, dan masuk ke antara pepohonan.
Sekarang para pelancong berjalan lebih cepat, menuju Celah Rohan; akhirnya Aragorn berpamitan dengan mereka dekat tempat Pippin memandang ke dalam Batu Orthanc. Para hobbit sangat sedih dengan perpisahan itu, karena Aragorn tak pernah mengecewakan mereka dan selama itu selalu memandu mereka melewati berbagai bahaya.
"Coba kita punya Batu Penglihatan, sehingga kita bisa melihat semua sahabat kita," kata Pippin, "dan bisa berbicara dengan mereka dari jauh!"
"Hanya satu yang tersisa, yang mungkin bisa kaupakai," jawab Aragorn, "sebab kau pasti tidak akan mau melihat apa yang ditunjukkan Batu Minas Tirith kepadamu. Tapi Palantir dari Orthanc akan disimpan Raja, untuk melihat apa yang terjadi di negerinya, dan apa yang sedang dilakukan pelayan-pelayannya. Jangan lupa, Peregrin Took, kau ksatria Gondor, dan aku tidak membebaskanmu dari melayaniku. Sekarang kau pergi untuk cuti, tapi aku mungkin akan memanggilmu kembali. Dan ingatlah, sahabat-sahabatku dari Shire, wilayah negeriku juga sampai ke Utara, dan aku akan datang ke sana suatu hari." Lalu Aragorn pamit kepada Celeborn dan Galadriel; sang Lady berkata kepadanya, "Elfstone, melalui kegelapan kau sampai kepada harapanmu, dan kini kau sudah memperoleh semua yang kauinginkan. Manfaatkan waktumu dengan baik!" Tetapi Celeborn berkata, "Saudaraku, selamat jalan! Semoga ajalmu berbeda denganku, dan hartamu akan tetap bersamamu hingga saat terakhir!" Dengan kata-kata itu mereka berpisah, dan ketika itu matahari sedang terbenam. Setelah beberapa saat, mereka berbalik dan menoleh.
Mereka melihat Raja dari Barat duduk di atas kudanya, dikelilingi para ksatrianya; Matahari yang sedang terbenam menyinari mereka, membuat baju besi mereka bersinar-sinar bagai emas merah, dan jubah putih Aragorn berubah menjadi nyala api yang berkobar. Lalu Aragorn memegang batu permata hijau dan mengacungkannya, maka seberkas nyala api hijau memancar dari tangannya.
Tak lama kemudian, rombongan yang semakin menyusut itu menyusuri Sungai Isen, membelok ke Barat, dan melewati Celah, masuk ke daratan kosong di seberangnya. Lalu mereka membelok ke utara, dan melewati perbatasan Dunland. Kaum Dunlending lari bersembunyi, karena mereka takut pada bangsa Peri, meski hanya sedikit yang pernah datang ke negeri mereka; tetapi para pelancong tidak menghiraukan mereka, karena rombongan mereka masih cukup besar dan membawa bekal cukup untuk memenuhi semua kebutuhan; dengan santai mereka meneruskan perjalanan, mendirikan, perkemahan di mana perlu.
Di hari keenam sejak perpisahan dengan Raja, mereka melewati sebuah hutan yang menuruni perbukitan, di kaki Pegunungan Berkabut yang sekarang berada di sisi kanan. Ketika keluar lagi ke daratan terbuka di saat matahari terbenam, mereka menyusul seorang pria tua yang bertopang pada sebatang tongkat, pakaiannya compang-camping, berwarna entah kelabu atau putih kotor; ia diikuti seorang pengemis lain yang membungkuk dan merengek.
"Nah, Saruman!" kata Gandalf.
"Ke mana kau akan pergi?"
"Apa urusanmu?" jawab Saruman.
"Apakah kau masih mau mengatur kepergianku, dan apakah kau belum puas dengan kehancuranku?"
"Kau tahu jawabanku," kata Gandalf, "tidak dan tidak. Tapi masa tugasku sudah hampir usai. Raja sudah mengambil alih beban ini.
Seandainya kau menunggu di Orthanc, kau bisa bertemu dengannya, dan dia akan menunjukkan kebijakan dan pengampunan kepadamu."
"Justru itu aku pergi lebih awal," kata Saruman, "karena aku tidak menginginkan kedua hal itu darinya. Dan kalau kau menginginkan Jawaban atas pertanyaanmu yang pertama, aku sedang rnencari jalan keluar dari negerinya."
"Kalau begitu, sekali lagi kau mengambil jalan yang salah," kata Gandalf, "dan kulihat tak ada harapan dalam perjalananmu. Tapi apakah kau akan mencemooh pertolongan kami? Karena kami menawarkannya kepadamu."
"Kepadaku?" kata Saruman.
"Tidak, tolong jangan tersenyum kepadaku! Aku lebih suka melihatmu marah. Dan tentang Lady ini, aku tidak mempercayainya. Selama ini dia membenciku, dan dia bersekongkol di pihakmu. Aku tidak ragu, dia pasti sengaja membawamu lewat jalan ini, agar kau bisa bersuka ria melihat kemiskinanku. Seandainya tahu akan dikejar olehmu, aku akan berupaya menghindari pertemuan ini."
"Saruman," kata Galadriel, "kami punya tugas dan masalah lain yang jauh lebih penting daripada memburumu. Lebih baik kaukatakan bahwa kau disusul oleh nasib baik; karena sekarang kau punya kesempatan terakhir."
"Kalau memang ini yang terakhir, aku senang sekali," kata Saruman; "dengan begitu, aku terhindar dari kerepotan untuk menolaknya lagi.
Semua harapanku sudah hancur, tapi aku tidak mau berbagi harapanmu. Itu pun kalau kau punya harapan." Untuk beberapa saat mata Saruman bersinar-sinar.
"Pergi!" katanya.
"Tidak sia-sia aku menghabiskan waktu lama untuk mempelajari masalah-masalah seperti ini. Kau sudah mencelakakan diri sendiri, dan kau tahu itu. Aku akan sedikit terhibur dalam pengembaraanku, memikirkan bahwa kau sudah meruntuhkan rumahmu sendiri ketika menghancurkan rumahku. Dan kini, kapal apa yang akan membawamu kembali mengarungi samudra yang begitu luas?" ia mengejek.
"Kapal kelabu, penuh hantu-hantu." Ia tertawa, tapi suaranya terdengar parau dan mengerikan.
"Bangun, kau tolol!" Ia berteriak kepada pengemis satunya, yang sudah duduk di tanah, dan memukulnya dengan tongkatnya.
"Putar haluan! Kalau orang-orang hebat ini akan pergi ke arah yang sama dengan kita, kita akan ambil jalan lain. Ayo cepat, kalau tidak kau tidak akan kuberi makan malam!" Si pengemis membalik dan berjalan membungkuk sambil merengek, "Grima tua yang malang! Grima tua yang malang! Selalu dipukul dan dicaci maki. Aku benci dia! Aku ingin meninggalkannya!"
"Kalau begitu, tinggalkan dia!" kata Gandalf.
Tapi Wormtongue hanya melirik Gandalf sekilas dengan mata muram penuh ketakutan, lalu ia menyeret-nyeret kakinya dengan cepat, mengikuti Saruman. Ketika pasangan malang itu melewati rombongan mereka sampai ke dekat para hobbit, Saruman berhenti dan memandangi mereka; tapi mereka menatapnya dengan rasa iba.
"Jadi, kalian juga datang untuk memuas-muaskan diri atas kemalanganku, bukan begitu, anak-anakku?" katanya.
"Kalian tak peduli pada penderitaan seorang pengemis, bukan? Karena kalian memiliki semua yang kalian inginkan, makanan dan pakaian bagus, dan rumput terbaik untuk pipa kalian. Oh ya, aku tahu! Aku tahu dari mana asalnya. Kalian takkan mau memberi sejumput pada seorang pengemis, bukan?"
"Aku mau, kalau aku punya," kata Frodo.
"Kau boleh mengambil apa yang tersisa padaku," kata Merry, "kalau kau mau menunggu sebentar." Ia turun dan mencari-cari dalam ransel di pelananya. Lalu Ia memberikan pada Saruman sebuah dompet kulit.
"Ambil saja seadanya," katanya.
"Silakan saja; asalnya dari reruntuhan di Isengard."
"Itu milikku, ya … milikku, dan kubeli dengan harga mahal sekali!" seru Saruman, mencengkeram dompet itu.
"Kuanggap ini sebagai pembayaran kembali; karena kau sudah mengambil lebih dari ini, pasti. Tapi seorang pengemis harus bersyukur kalau seorang pencuri mengembalikan barang miliknya, meski hanya secuil. Nah, kalian pantas memperolehnya, kalau kalian pulang dan melihat keadaan di Wilayah Selatan tidak sebaik yang kalian harapkan. Semoga negerimu kekurangan rumput pipa untuk waktu sangat lama!"
"Terima kasih!" kata Merry.
"Kalau begitu aku minta dompetku kembali, karena itu bukan punyamu, dan dompet itu sudah melancong jauh bersamaku. Bungkuslah rumput dalam cabikan kainmu sendiri."
"Satu pencuri pantas diperdaya pencuri lain," kata Saruman. Ia membelakangi Merry, lalu menendang Wormtongue, dan pergi ke arah hutan.
"Nah, aku suka itu!" kata Pippin.
"Pencuri! Bagaimana dengan tuntutan kita mengenai ulah dia mencegat, melukai, dan menyuruh Orc-Orc menyeret kita melalui Rohan?"
"Ah!" kata Sam.
"Dan dia bilang beli. Bagaimana dia membelinya, aku ingin tahu. Dan aku tidak suka caranya berbicara tentang Wilayah Selatan. Sudah saatnya kita kembali."
"Aku yakin memang sudah saatnya," kata Frodo.
"Tapi kita tak bisa pergi lebih cepat, kalau kita akan menemui Bilbo. Aku akan Pergi ke Rivendell dulu, apa pun yang terjadi."
"Ya, sebaiknya begitu," kata Gandalf.
"Tapi sayang sekali Saruman! Aku khawatir dia tak bisa diperbaiki lagi. Dia sudah layu dan kering.
Tapi aku tidak yakin apakah Treebeard benar: kuduga dia masih bisa berbuat kejahatan dalam skala kecil yang licik."
Hari berikutnya mereka masuk ke Dunland utara yang tidak berpenghuni, meski merupakan daratan hijau dan nyaman. September datang dengan hari-hari cerah keemasan dan malam-malam keperakan. Mereka berjalan santai sampai tiba di Sungai Swanfleet, dan menemukan arungan lama, di sisi timur air terjun yang mendadak turun ke daratan rendah. Jauh di barat terletak telaga-telaga dan pulau kecil yang diselubungi kabut, dan sungai itu menjalar melewati kabut, sampai ke Greyflood: di sana tak terhitung banyaknya yang tinggal di tengah alang-alang.
Begitulah mereka masuk ke Eregion, dan akhirnya pagi cerah merebak, berkilauan di atas kabut yang bersinar; dari perkemahan mereka di atas sebuah bukit rendah, para pelancong itu memandang ke arah timur dan melihat Matahari menangkap tiga puncak yang menjulang tinggi ke angkasa, menembus awan-awan yang melayang: Caradhras, Celebdil, dan Fanuidhol. Mereka sudah mendekati Gerbang Moria.
Di sini mereka tinggal selama tujuh hari, sebab waktu untuk perpisahan lain sudah dekat, sedangkan mereka enggan berpisah. Tak lama lagi Celeborn dan Galadriel serta rakyat mereka akan membelok ke timur, melewati Gerbang Redhorn dan menuruni Tangga Dimrill ke Silverlode, lalu masuk ke negeri mereka sendiri. Sejauh ini mereka melalui jalan-jalan barat, karena masih banyak yang ingin mereka bicarakan dengan Elrond dan Gandalf, dan di sini mereka berlama-lama mengobrol dengan kawan-kawan mereka. Sering sekali, lama setelah para hobbit tertidur, mereka masih duduk bersama di bawah bintang-bintang, sambil mengenang kembali zaman-zaman yang sudah lewat, serta semua kegembiraan dan pekerjaan mereka di dunia, atau berembuk mengenai masa yang akan datang. Seandainya ada pengembara yang kebetulan lewat, mungkin hanya sedikit yang dilihat atau didengarnya, dan Ia seolah-olah hanya melihat sosok-sosok kelabu, terpahat dari batu, tugu peringatan tentang hal-hal terlupakan yang sudah hilang di daratan tak berpenghuni. Karena mereka tidak bergerak atau berbicara dengan mulut, tapi berkomunikasi melalui pikiran; hanya mata mereka yang bersinar, bergerak-gerak, dan menyala ketika pikiranpikiran melintas ke sana kemari.
Tapi akhirnya semua sudah habis dibicarakan, dan mereka berpisah untuk sementara, sampai tiba saatnya bagi Tiga Cincin untuk pergi.
Orang-orang berjubah kelabu dari Lorien dengan cepat menghilang ke dalam bebatuan dan bayang-bayang, berjalan menuju pegunungan; mereka yang akan pergi ke Rivendell duduk di atas bukit dan memperhatikan, sampai dari dalam kabut yang semakin tebal muncul sebuah kilatan; lalu mereka tidak melihat apa-apa lagi. Frodo tahu bahwa Galadriel sudah mengacungkan cincinnya sebagai tanda perpisahan.
Sam membalikkan badan dan mengeluh, "Aku ingin sekali kembali ke Lorien!" Akhirnya pada suatu senja, setelah melewati padang-padang tinggi, mereka sampai ke pinggir lembah Rivendell yang dalam. Jauh di bawah, mereka melihat lampu-lampu menyala di rumah Elrond. Kemudian mereka turun dan menyeberangi jembatan, tiba di depan pintu. Seluruh rumah dipenuhi cahaya dan nyanyian gembira menyambut kepulangan Elrond.
Pertama-tama, sebelum makan atau mandi, atau bahkan melepas jubah, para hobbit mencari Bilbo. Mereka menemukannya sendirian di kamarnya yang kecil. Kertas-kertas, pensil, serta pena berserakan di kamarnya; tapi Bilbo sedang duduk di kursi, di depan api kecil yang menyala terang. Ia tampak sangat tua, tapi damai dan mengantuk. la membuka matanya dan menengadah ketika mereka masuk.
"Halo, halo!" katanya.
"Jadi, kalian sudah kembali? Kebetulan besok ulang tahunku. Pintar sekali kalian! Tahukah kalian, umurku akan jadi seratus dua puluh sembilan? Dan setahun lagi, kalau aku bertahan, aku akan menyamai Took tua. Aku ingin sekali mengalahkannya; tapi kita lihat saja nanti."
Sesudah perayaan ulang tahun Bilbo, keempat hobbit tetap tinggal beberapa hari lagi di Rivendell, dan mereka sering berkumpul dengan sahabat tua mereka, yang kini lebih banyak menghabiskan waktunya di kamarnya sendiri, kecuali saat makan. Ia masih sangat tepat waktu untuk acara makan, seperti biasanya, dan jarang tidak bangun untuk menghadiri acara makan tepat pada waktunya. Sambil duduk di dekat Perapian, mereka bergiliran menceritakan semua yang bisa mereka ingat tentang lawatan dan petualangan mereka. Pada awalnya Bilbo Purapura mencatat; tapi Ia sering tertidur, dan ketika bangun ia akan berkata, "Bagus sekali! Betapa hebat! Tapi kita sudah sampai di mana?" Lalu mereka akan melanjutkan cerita dari titik di mana Bilbo mulai mengangguk-angguk mengantuk.
Satu-satunya bagian yang benar-benar membangkitkan semangatnya dan bisa membuat perhatiannya terpusat adalah cerita tentang penobatan dan pernikahan Aragorn.
"Tentu saja aku diundang ke pernikahannya," katanya.
"Dan sudah cukup lama aku menanti-nanti. Tapi entah mengapa, ketika sudah tiba saatnya, rasanya masih begitu banyak pekerjaanku di sini; dan mengepak barang-barang rasanya sangat merepotkan."
Ketika sudah hampir dua minggu lewat, Frodo memandang ke luar jendela dan melihat bahwa semalam ada embun beku, sarang-sarang labah-labah tampak bagai jala jala putih. Tiba-tiba Ia tahu bahwa sudah saatnya Ia pergi dan pamit kepada Bilbo. Cuaca selama itu masih tenang dan cerah, setelah salah satu musim panas paling indah yang bisa diingat orang-orang; tapi Oktober sudah tiba, dan tak lama lagi pasti cuaca akan memburuk, mulai hujan dan berangin lagi. Dan perjalanan masih cukup jauh. Tapi sebenarnya bukan pikiran tentang cuaca yang meresahkan Frodo. Perasaannya mengatakan sudah saatnya ia kembali ke Shire. Sam juga mempunyai perasaan yang sama. Baru malam sebelumnya Ia mengatakan, "Nah, Mr. Frodo, kita sudah pergi jauh dan sudah melihat banyak, tapi tidak ada tempat yang lebih baik daripada ini. Segala sesuatunya ada di sini, kalau kau paham maksudku: Shire dan Hutan Emas, Gondor dan rumah para raja, penginapan, padang rumput dan pegunungan, semuanya bergabung di sini. Meski begitu, aku merasa kita harus segera pergi. Terus terang, aku sebenarnya khawatir tentang ayahku." Hari itu Frodo berbicara pada Elrond, dan disepakati bahwa keesokan harinya mereka akan berangkat. Mereka senang sekali karena ternyata Gandalf mengatakan, "Kurasa aku akan ikut. Setidaknya sampai sejauh Bree. Aku ingin bertemu Butterbur." Sore itu mereka pamit pada Bilbo.
"Nah, kalau kalian memang harus pergi, pergilah," katanya.
"Aku menyesal. Aku akan merindukan kalian. Menyenangkan sekali kalau tahu kalian ada di sekitar sini. Tapi aku sudah mulai mengantuk sekali." Lalu ia memberikan pada Frodo rompi mithril dan Sting, lupa bahwa sebelumnya Ia sudah pernah melakukannya; Ia juga memberikan tiga buku tentang adat istiadat yang sudah dibuatnya pada saat-saat yang berbeda, tertulis dalam tulisan tangannya yang panjang-panjang dan tipis, dan pada sampul belakang yang merah ada tulisan: Terjemahan dari bahasa Peri, oleh B.B. la memberikan pada Sam sebuah kantong kecil berisi emas.
"Nyaris tetes terakhir dari panen Smaug," katanya.
"Ini mungkin akan bermanfaat, kalau kau merencanakan menikah, Sam." Wajah Sam memerah.
"Tidak banyak yang bisa kuberikan pada kalian anak-anak muda," katanya kepada Pippin dan Merry, "kecuali nasihat bagus." Setelah memberikan cukup banyak nasihat, Ia menambahkan dalam gaya Shire, "Jangan sampai kepala kalian jadi terlalu besar untuk topi kalian! Kalau kalian tidak berhenti tumbuh, kalian akan mengalami betapa mahalnya topi dan pakaian."
"Kalau kau sendiri ingin mengalahkan Took tua," kata Pippin, "kenapa kami tidak boleh mencoba mengalahkan Bullroarer?" Bilbo tertawa, dan dari kantongnya ia mengeluarkan dua buah pipa yang indah, dengan bagian mulut dari mutiara, berhias tempaan perak halus.
"Ingatlah aku saat kalian mengisap pipa ini!" katanya. Para Peri membuatkannya untukku, tapi sekarang aku sudah tidak merokok lagi." Tiba-tiba ia mengangguk-angguk dan tertidur sejenak; saat terbangun lagi ia berkata, "Nah, di mana kita tadi? Ya, tentu saja, soal hadiah. Aku jadi ingat: apa yang terjadi dengan cincinku, Frodo, yang kauambil itu?"
"Sudah hilang, Bilbo yang baik," kata Frodo.
"Sudah kubuang, kau kan tahu itu."
"Wah, sayang sekali!" kata Bilbo.
"Sebenarnya aku ingin melihatnya sekali lagi. Oh … tidak, kenapa aku jadi bodoh begini! Justru untuk itu kau pergi, kan? Untuk membuangnya? Tapi semuanya jadi membingungkan, karena begitu banyak hal lain yang tercampur dengan hal ini: masalah-masalah Aragorn, dan Dewan Penasihat Putih, Gondor, para Penunggang Kuda, bangsa Southron, dan oliphaunt kau benar-benar sudah melihatnya, Sam? gua-gua, menara-menara, pohon-pohon emas, dan entah apa lagi selain itu."
"Rupanya jalan yang kuambil dari lawatanku terlalu lurus. Mestinya Gandalf bisa membawaku berkeliling. Tapi mungkin lelangnya sudah selesai sebelum aku kembali, dan aku malah jadi memperoleh lebih banyak kesulitan daripada yang sudah kualami. Pokoknya sekarang sudah terlambat; kupikir jauh lebih nyaman duduk di sini dan mendengarkan ceritanya. Kehangatan api di sini nyaman sekali, makanannya sangat lezat, dan di mana-mana ada Peri bila kita memerlukan. Apa lagi yang kurang dari itu?
Jalan ini tak ada habisnya Dari pintu tempat ia bermula, Terbentang hingga di kejauhan sana, Biarkan yang lain menjalani kalau bisa! Biarkan mereka berpetualang, Sementara kakiku yang lelah Berjalan menuju penginapan yang terang, 'tuk istirahat sore dan tetirah."
Ketika menggumamkan kata-kata terakhir, kepala Bilbo terkulai di dadanya dan ia tertidur nyenyak.
Senja semakin larut di kamar, dan api menyala lebih terang; mereka memandang Bilbo saat ia tidur, dan melihat wajahnya tersenyum. Untuk beberapa lama mereka duduk diam; lalu Sam memandang ke sekeliling ruangan dan bayangan-bayangan yang bergetar di dinding, dan berkata perlahan, "Mr. Frodo, kurasa dia tidak banyak menulis selarna kita pergi. Dia tidak akan pernah menulis kisah kita sekarang." Saat Sam berkata begitu, Bilbo membuka satu matanya, seolah mendengar-perkataan Sam. Lalu Ia bangun.
"Kau tahu, aku jadi mengantuk sekali," katanya.
"Dan saat aku punya waktu untuk menulis, sebenarnya aku hanya senang menulis puisi. Aku ingin tahu, Frodo tersayang, maukah kau membereskan barang-barangku sebelum pergi? Kumpulkan semua catatan dan kertasku, juga buku harianku, dan bawalah, kalau kau mau. Aku tak punya banyak waktu untuk memilah milah dan menyusunnya, dan sebagainya. Biar Sam membantumu, kalau sudah beres, kembalilah, dan aku akan memeriksanya. Aku tidak akan terlalu kritis."
"Tentu saja aku mau!" kata Frodo.
"Dan tentu aku akan segera kembali: sudah tidak ada bahaya lagi. Sudah ada raja yang asli sekarang, dan dia pasti akan segera membereskan semua jalan."
"Terima kasih, sahabatku sayang!" kata Bilbo.
"Aku jadi sangat lega." Setelah mengatakan itu, Ia tertidur lagi.
Hari berikutnya, Gandalf dan para hobbit pamit pada Bilbo di kamarnya, karena di luar hawa dingin sekali; lalu mereka berpamitan pada Elrond dan seisi rumahnya.
Ketika Frodo berdiri di ambang pintu, Elrond mendoakan selamat jalan dan memberkatinya, sambil berkata, "Frodo, kurasa kau tidak perlu kembali, kecuali kalau kau datang sangat segera. Kira-kira pada saat yang sama tahun depan, ketika dedaunan sudah berwarna emas sebelum gugur, carilah Bilbo di hutan di Shire. Aku akan mendampinginya." Tak ada orang lain yang mendengar kata-kata itu, dan Frodo menyimpannya sendiri dalam hati.
BERSAMBUNG KE BAB 7/9 >>> 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
Blogger Templates